Naasnya nasib Park Jiyeon, harus terlibat dengan sekelompok depkolektor atas hutang ayahnya. Bayar atau Jiyeon akan dijual oleh Manchu, si Boss Depkolektor. Sayangnya Jiyeon hanya pekerja paruh waktu di sebuah minimarket.
Sampai suatu ketika Jiyeon...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Silahkan mampir ke Jeojang Mart, kami sedang ada promo musim panas. Ayo silahkan berkunjung, sebelum kehabisan!" teriak Park Jiyeon di sepanjang Mangnidan-gil dengan menggunakan kostum maskot dari Jeojang Mart. Tangannya sibuk membagikan selebaran brosur yang seringnya ditolak oleh para pejalan kaki yang lewat. Peluh membasahi wajah dan tubuhnya. Hari sudah sore, tetapi sengatan matahari tetap setia menyinari Mangwon, Mapo-gu, Seoul. Maklum saja pertengahan tahun seperti ini waktunya musim panas unjuk gigi.
"Jiyeon-ah," desah si sobat dekatnya yang berpenampilan sama dengan Jiyeon. Seulgi, teman kerjanya sejak tiga tahun yang lalu duduk tersungkur di teras Jeojang Mart. Brosurnya yang tidak laku dibagikan kini menjadi kipas dadakan di tangan Seulgi. "Musim panas kali ini benar-benar luas biasa. Luar biasa menyiksa!"
"Disaat orang lain sibuk memilih bikini dan berburu sunblock diskonan, kita disini sibuk membagikan selebaran brosur yang sudah sejak tiga jam lalu tidak habis-habis juga!" rintih Jiyeon seraya menatap sisa brosur yang masih menumpuk satu kardus lagi.
"Aku tidak bisa mengeluh terlalu jauh sejak aku menyadari bahwa kita bekerja di sebuah minimart yang tidak laku-laku amat," desah Seulgi seraya menatap sendu Jeojang Mart yang sepi tanpa pelanggan satupun. Si boss berperut buncit bernama Ki Bang sedang asik bermain game di balik meja kasir. "Hanya tersisa dua pilihan, lanjutkan bekerja dengan gaji pas-pasan atau cari pekerjaan yang baru."
"Sayangnya mencari pekerjaan baru sama susahnya dengan menarik pelanggan untuk datang ke toko kita," sambung Jiyeon berkeluh-kesah.
"Betul," ucap Seulgi mengiyakan. "Ki Bang juga sudah baik sekali dengan kita. Sering meminjami uang walaupun toko sedang defisit habis-habisan. Rasanya mau meninggalkannya jadi tidak tega."
Tiba-tiba ponsel Jiyeon berbunyi.
"Kenapa Appa?" tanya Jiyeon setelah tersambung. "Hah? Jangan bilang Appa masih berhubungan dengan Manchu lagi! Katakan padaku kali ini Appa pinjam berapa? LIMA JUTA ₩ ?!" Jiyeon nyaris terhuyung mengetahui bahwa sang ayah telah berhutang satu bulan yang lalu kepada depkolektor berbahaya bernama Manchu.
"Ayahmu berhutang lagi?" tanya Seulgi.
"Seulgi-ah..." erang Jiyeon. "Mati aku kali ini. Untuk membayar hutang lima ratus ribu ₩ saja mencarinya sampai babak belur. Aku harus bagaimana, Seulgi-ah..." Jiyeon memegang kepalanya yang berdenyut. Ini bukan pertama kali Jiyeon harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh ayahnya yang hobi berjudi. Dan entah mengapa ayahnya selalu mencari Boss Manchu jika sedang butuh uang, seakan-akan kekejaman Manchu yang sering didapatnya tidak mampu memberikan efek jera.
"Maaf Ji, disaat kau butuh bantuan seperti ini, aku malah tidak bisa membantumu," ucap Seulgi menyesal. "Tapi aku akan coba bantu cari pinjaman."
"Kau tidak perlu repot-repot membantuku, Seulgi-ah. Kali ini kasus hutang ayahku jauh lebih serius dari yang sebelum-sebelumnya," ucap Jiyeon. "Akar dari masalah ini bukan Manchu, melainkan ayahku."