“Malem-malem nyuci ngapain?” tanya si mas yang baru pulang kerja.
Jisoo sempat kaget lantas menghela napas lega. Kirain siapa yang menegurnya, tahunya Mas Jae. Hampir saja dia terpikirkan setan menjelma jadi masnya.
“Ditanyain malah diem!” tegurnya berdiri menyandarkan tubuh di dinding. Jae melipat kedua tangan lalu berkata lagi, “Lah nyuci satu baju? Kirain banyak.”
“Emang satu, Mas,” jawabnya.
“Kemeja siapa?”
“Teman.”
Palingan punya Uzin, pikir Jae. Teman adiknya yang dia kenal dan sering banget main ke rumah cuma si Uzin, lainnya itu mana ada, atau Jae saja belum pernah berkenalan sama teman adiknya selain Uzin. Semenjak kerja di Bank, dia jarang pulang ke rumah. Jae tinggal di mess kantor, dia pulang semaunya saja, paling sabtu-minggu di rumah, tapi ini tumbenan Rabu dia pulang ke rumah.
“Sekalian punya Mas juga,” katanya asal melepas kemeja lalu dimasukan ke mesin cuci. Jisoo mendelik kecil melihat kakaknya itu kini hanya memakai pakaian dalam putih. “Yang bersih Dek, nyucinya!” ucapnya berlalu pergi gitu saja setelah menitipkan kemeja bekas pakai yang seharian dia pakai di kantor.
Mas Jae itu kadang suka nggak tahu diri.
♨♨♨
Sampai kontrakan Sehun langsung melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda gara-gara listrik UKM mati. Padahal dia betah di sana cuma mau menyambungkan wifi. Wifi kontrakan mati karena penghuninya miskin sumbangan. Maklum, mahasiswa akhir bulan duit habis.
Sebenarnya dia bisa saja membayarkan sementara tagihan wifi, tapi teman-temannya suka tidak tahu diri. Bukannya iuran bayar wifi, malah dipakai hedon, jadi Sehun menunda kebaikannya dan membiarkan wifi mati sampai penghuni kontrakan ada duit. Lagian dia juga butuh duit buat benerin motornya yang sudah dua mingguan diam di halaman kontrakan, daripada pinjam motor teman terus, mending bawa motor CBR-nya ke service motor.
Memikirkan soal motor, Sehun teringat jagung serut pemberian Jisoo yang masih tercantol. Buru-buru dia keluar mengambil jagung serutnya. Pamali tahu menyia-yiakan pemberian orang.
“Widiiiiiih, enak tuh,” celetuk Jackson, teman satu kontrakan. “Bagilah, Din.”
“Udin punya apa?” Kalau satu orang bilang “bagi” pasti cecurut lainya muncul siap menyerbunya. Dasar anak kontrakan!
“Aelah Din, beli jagung serut kok satu,” komentara Kai. “Kita berlima Din, beli lima kek gitu. Medit men to koe!” Kan, ujung-ujungnya menghina.
(Pelit banget kamu)
“Ini dibeliin!” Enggak dibeliin juga, dia enggak akan membelikan mereka. Mereka juga kadang suka lupa teman.
“Halah, ngeles!” (halah, alasan)
Sehun memutar bola mata, mengabaikan teman sekontrakannya itu. Mereka terlalu banyak berkomentar. Penghuni kontrakan tak ada yang beres kecuali dia, mungkin.
Jaebum manusia paling tentram sekontrakan. Dia betah di kamar main PUBG sampai lupa kalau seharian dia belum mandi. Beda lagi sama Chanyeol, betah di luaran pacaran sama Wendy padahal seharian di kampus sudah ketemu.
Ckckck
“Din, bisa SPSS gak?” Kepala Jaebum tiba-tiba nongol di balik pintu kamar. Sehun yang barusan pengen mencoba jagung serung tertahan. “Bisa. Kenapa?”
Jaebum membuka lebar pintu lalu masuk dan duduk di lantai. “Bingung nih, adik tingkat minta tolong, lah enyong rak paham, lah. Sampean, kan, ngerti dewek enyong rak pahaman, makanya bantuin!” Lucunya lagi kadang bahasa ngapak Jaebum muncul dadakan.