JILBAB

79 2 0
                                    

"Pelita, lo mau ikut ekskul apaan?" tanya Bulan saat kami sedang berada di kantin.

"Apa ya? Masih bingung gue. Kalau lo sendiri, mau ikut apaan?"

"Gue mau ikut Pecinta Alam."

Aku sempat tercengang dengan penuturan Bulan. Bulan yang terlihat anggun dengan jilbabnya, tapi dia ingin ikut Pecinta Alam?

"Suka sama kegiatan Pecinta Alam emang?" tanyaku.

"Jangan salah, Ta. Bulan ini, udah sering banget muncak-muncak gitu." Itu bukan suara Bulan, tapi suara Mega.

"Oh ya?"

Bulan dan Mega kompak mengangguk.

Satu fakta lagi yang membuatku kaget dengan Bulan. Gadis berjilbab yang sudah sering mendaki gunung.

Jujur aku agak kurang percaya dengan penuturan Mega. Bagaimana mungkin seorang gadis berjilbab bisa mendaki gunung? Apakah tidak gerah? Itu terus menjadi pertanyaan di benakku.

"Emang nggak gerah? Kan lo pakai jilbab?"

"Gerah itu pasti. Yang nggak pakai jilbab aja ngerasa gerah, apalagi yang pakai jilbab." kata Bulan dengan santainya.

Sudah tahu gerah, kenapa tidak diam saja dirumah? Kalau suka mendaki, kenapa tetap berjilbab, sedangkan mendaki pakai jilbab akan terasa sangat gerah? Suara batinku terus bersautan mendengar penuturan Bulan itu.

"Tapi, dengan pakai jilbab bukan berarti itu bisa menghalangi kita untuk melakukan sesuatu yang kita sukai kan?  Juga dengan rasa  panas ataupun gerah saat mendaki, bukan berarti gue harus melepas jilbab yang gue pakai kan?"

Aku langsung menegang dengan perkataan Bulan. Itu yang baru saja aku pikirkan, dan Bulan menjawabnya, seolah dia bisa mendengar apa yang aku batinkan.

"Gue udah memantapkan hati gue buat pakai jilbab. Dan itu nggak gampang. Apalagi jilbab itu wajib untuk perempuan yang mengaku dirinya Islam. Dan gue adalah muslimah. Jadi apapun keadaannya, melepas jilbab itu bukan pilihan yang akan gue ambil."

Mendengar penuturan Bulan, aku merasa tertohok. Bagaimana tidak? Aku juga beragama Islam. Tapi, aku tidak melakukan kewajiban layaknya wanita Islam.

Ibu dan kakakku juga sudah memintaku untuk memakai jilbab. Tapi, aku yang belum siap selalu menunda untuk memakainya. Kalau begini terus kapan aku siap?

Kulirik Mega yang duduk di srbelah Bulan. Ekspresinya juga seperti seseorang yang memikirkan sesuatu. Mungkin sama sepertiku, karena Mega juga beragama Islam, tapi belum berjilbab.

"Eh, makanannya udah habis nih. ke kelas aja yuk. Bentar lagi jugal bel nih." kata Mega memecahkan keheningan diantara kami bertega.

Lantas kami berdiri, melangkah meninggalkan kantin menuju kelas kami.

Di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang