2 - Rumah

516 81 3
                                    

"Sei ... apa ini tidak berlebihan?" tanya [name] dengan suara kecil, menatap Akashi risi.

Sebelah alis Akashi terangkat, menatap [name] heran. "Hm? Tidak."

[name] mendengkus kecil dan sedikit menggembungkan kedua pipinya-kesal. Gadis itu mencubit lengan Akashi pelan, walau bagi sang pemuda itu tidak sakit sama sekali. "Sei, ayolah. Apa dua dokter spesialis dalam dan delapan perawat itu tidak berlebihan? Aku bahkan sudah hampir sembuh, Sei. Aku tidak mau ada obat-obatan itu di waktu liburanku," keluh gadis itu.

Akashi menghela kecil. "Itu tidak berlebihan, [name]. Yang berlebihan itu jika aku membawa seisi rumah sakit untuk menjagamu."

"Terserah Sei saja. Aku ngambek, nih!" Gadis itu membuang wajahnya, memilih menatap jalanan melalui jendela.

Akashi terkekeh kecil melihat tingkah gadisnya ini. Pemuda itu menarik wajah [name] untuk melihatnya, kemudian mencubit kecil pipi gadis itu. "Baiklah, Tuan Putri. Aku akan meminta mereka pulang," seru Akashi.

"Benarkah?"

"Iya. Tapi, aku akan menyuruh mereka kembali jika keadaanmu memburuk. Mengerti?"

[name] tersenyum lebar dan mengangguk semangat. "Terima kasih, Sei! Sei memang yang terbaik!" pekik gadis itu riang, dan langsung memeluk pemuda bersurai merah itu.

×

"Uwaaah! Aku rindu rumah!" pekik gadis itu kegirangan, sambil berlari kecil memasuki rumah bercatkan warna merah itu.

Akashi menatap [name] khawatir, sambil berlari mengejar gadis itu. "[name]! Jangan lari-lari seperti itu! Keadaanmu belum pulih sepenuhnya!"

[name] memperlambat langkahnya, dan berakhir dengan berjalan pelan. Gadis itu berbalik dan menatap Akashi dengan cengar-cengir khasnya. "Aku tidak apa-apa, kok! Hanya saja aku sangaaat bersemangat! Aku sudah tidak sabar bertemu Ayah!"

"Baiklah, baiklah. Kalau begitu ayo masuk," akhir Akashi sambil menarik lengan [name] memasuki rumah.

×

"Tadaima~" seru [name] saat pintu terbuka lebar, menyambut kepulangan dirinya dan Akashi.

Beberapa pelayan yang berbaris di depan pintu menyambut dengan senyum lebar, sedikit membungkuk sebagai rasa hormat. "Selamat datang, Tuan dan Nona Muda!"

[name] tersenyum lebar dan berlari memeluk satu persatu pelayan yang menyambut; berhubung sang gadis sudah menganggap mereka sebagai keluarga sendiri. "Ah, terima kasih semuanya. Aku rindu kalian semua! Kalian tahu? Di rumah sakit sepiii sekali! Belum lagi ruangannya hanya didominasi warna putih dan bau obat-obatan. Huu, enggak enak!" cerocos [name] setelahnya, mengundang tawa seisi ruangan, termasuk Akashi.

"Baiklah, Ayah di mana? Aku ingin bertemu dengannya."

"Itu ... Tuan Besar sedang berada di ruang kerjanya," jawab salah satu pelayan.

[name] tersenyum lebar, dan mengangguk kuat. "Terima kasih. Ayo, Sei. Aku rindu Ayah."

×

[name] mengetuk pintu kayu berlapiskan cat cokelat di hadapannya dengan pelan, berharap orang yang di dalam tak terganggu.

"Masuk."

[name] tersenyum tipis saat diberikan izin. Langsung saja gadis itu membuka pintu dan mendapati seorang pria paruh baya tengah menatapnya dalam diam. Gadis itu melangkah masuk dan mendudukkan diri di sofa, begitu juga dengan Akashi.

"Bagaimana keadaanmu, [name]?"

"Eh? A-aku sudah baikan, Yah. Aku sudah kuat lagi, kok," jawab [name] sedikit tergagap. "Omong-omong, Ayah ... mau ikut liburan bersama kami?"

"Eh?" Kedua pria di sana tampak heran.

[name] terkekeh. "Iya, liburan bersama. Rasanya sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama, kan? Aku juga sudah mengajak Mocchan dan yang lain, kok."

Akashi menatap [name] heran. "Kapan?"

"Rahasia~"

- rumah.

Summer Holidays | Akashi SeijuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang