Lelaki yang mengenakan kaos oblong berwarna putih itu menunjukkan reaksi setelah berada di sana beberapa lama dalam keadaan tak sadarkan diri.
Dahinya mengernyit, diikuti kelopak mata yang mulai terangkat. Mata coklat tersebut mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menyadari sesuatu yang sejak tadi menyentuh dirinya---air.
Dengan kesadaran yang masih separuh, dia bergerak cepat mendudukkan diri, terlalu bingung apa yang sebenarnya terjadi.
Ia menggusal mata berkali-kali, dapat ia rasakan bibirnya terasa asin, tak sengaja menjamah air laut.
Di sekitarnya terdapat tanaman bakau beserta pohon kelapa yang sedang asyik menarikan daun mereka.Belum sempat ia berpikir lebih jauh tentang bagaimana dia bisa berada di tempat ini, di sebelahnya tergeletak seseorang yang tampak begitu familiar dalam posisi membelakangi dirinya.
Dengan perasaan sedikit takut dan gerakan hati-hati pemuda tersebut lalu membalikkan tubuh orang tadi hingga matanya terbelalak menyadari siapa orang yang berada di sebelahnya itu.
"Ren? Renald, apa kau baik-baik saja?"
Lelaki tadi mengecek nadi milik Renald di lengan kanan pemuda yang terlihat pingsan tersebut, sebelum akhirnya menepuk-nepuk pipi Renald dengan pelan, "Ren bangun, Ren! Astaga, semua pakaian kita basah, kita terjebak entah di mana ini. Tak ada yang tersisa, semuanya menghilang."
Setelah beberapa detik, barulah sepasang kelopak mata Renald yang sejak tadi tertutup mengerjap perlahan, mengernyit ketika merasakan sinar matahari tepat berada di depan matanya. Pemuda yang membangunkan Renald tadi mengucap syukur di dalam hati namun wajahnya tampak kalut menyambut kesadaran Renald yang masih kebingungan.
"Bastian? Sialan, dingin! Kita di mana ini?" Renald buru-buru mendudukkan diri lalu memeluk tubuhnya sendiri yang kedinginan.
Bastian beranjak dari duduk seraya memeras kaos dan celana pendeknya yang basah secara bergantian, membiarkan pertanyaan Renald untuk sejenak. "Kita di sebuah pulau, maybe. Tapi aku tak tau apa nama pulau ini. Kalau tak mau kedinginan sebaiknya kita cepat mencari bantuan atau apa pun yang bisa membuat kita tak mati kedinginan."
"Tunggu dulu, Bas! Mana yang lain? Ixal, Lala, Mika, di mana mereka bertiga? Aku ingat...kita...tujuan kita bukan ke sini. Kita mau liburan ke pulau iceblue, kita berlima. Tapi tiba-tiba kapal kita menabrak sesuatu yang besar hingga kapal terbalik dan menenggelamkan kita semua. Termasuk si pembawa kapal."
Bastian menghela napas panjang seraya mengusap wajahnya yang masih kusut, sejak tadi rupanya ia juga tengah memikirkan hal yang sama. "Aku tau. Doakan saja mereka semua baik-baik saja, dan juga sedang terjebak di sebuah pulau seperti kita. Setidaknya kita beruntung masih bisa hidup di sini. Sedangkan Ixal, Mika, dan Lala, mereka belum pasti. Sebaiknya kita segera mencari bantuan, aku ingin cepat pulang."
Renald termenung menatap laut di depan, wajahnya murung, kalut memikirkan bagaimana nasib Ixal, Lala, dan Mika---sahabatnya.
'Semoga kalian baik-baik saja.'
🌴🌴🌴
"Rumah siapa ini?"
Renald menghentikan langkah, mengikuti Bastian yang tengah menatap benda-benda bergantungan di depan sebuah rumah kayu tua yang baru saja mereka temukan setelah menempuh perjalanan kurang lebih 10 menit melewati hutan yang cukup lapang.Bastian berusaha tak memedulikan benda-benda yang sempat mengusik pikirannya itu dan memilih melanjutkan langkah kaki untuk memasuki rumah tersebut kalau saja lengannya tak ditahan oleh Renald yang mulai ketakutan, "Kita benar akan memasuki rumah itu? Kau tak lihat? Kepala tengkorak bergantungan di setiap sisi rumah, perasaanku tak enak mengenai ini. Kita cari rumah lain saja ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Jahit ✔️ [TAMAT]
Mystery / ThrillerThriller Story. DON'T COPY MY SHORT STORY! Bastian dan Renald, kedua pemuda yang berencana untuk liburan ke pulau iceblue malah harus mengalami musibah di tengah perjalanan. Kapal yang mereka sewa untuk membawa mereka ke tempat tujuan tiba-tiba saja...