Boy 1.1

1.7K 80 3
                                    

Gadis POV

"Gue Dimas Putra Wijaya IPS 1."

"Apanya Andrean Wijaya, pemilik yayasan sekolah?"

"Bukan siapa-siapanya."

"Bisnis bokap-nyokap?"

"Bokap wiraswasta."

"Rumah lo dimana?"

"Perum Asri."

"Mana tuh?"

"Belakang Grha Nusa."

"Grha Nusa kompleks elite itu?"

"Ya."

Siswa-siswi di sekeliling gue manggut-manggut mendengar jawaban cowok tersebut. Oh ya, kenalin, gue Gadis. Siswi baru SMA elite Pelita. Saat ini gue dan teman-teman sekelompok MPLS duduk melingkar di lapangan tengah, saling memperkenalkan diri. Materi perkenalan yang pasti membuat kalian mengerti, mengapa sekolah ini disebut elite.

"Benjamin Son Adam. Bokap gue owner Adam's Group. Nyokap owner Clara's Jewelry. Alamat Permata Regency."

Adam's group adalah perusahaan transportasi. Tapi gue nggak tau dimana itu Clara's Jewelry.

"Saskia Mega IPS 1. Orang tua gue petani di Jogja, disini gue numpang tinggal dengan tante di Hyatt Regency. Ada pertanyaan?"

Uh oh, yang barusan itu jelas sarkasme. Teman-teman nampak shock mendengarnya. Nggak ada yang menyahut. Namun ada yang terang-terangan mencibir, salah satunya Ben alias Benjamin.

"Ivone Tiara Rossa, MIPA 3. Bokap direktur Grha Pena. Nyokap owner Rossa florish. Tinggal di kompleks Cempaka."

Wow! Grha Pena perusahaan penerbitan itu? Rossa Florish, toko bunga yang cabangnya ada dimana-mana?

"Berikutnya?" kata kak Eric, pemandu kelompok.

Ya ampun, berikutnya kan gue!

"Ga-Gadis." suaraku gagap karena buru-buru menyahut. "MIPA 1. Ayah guru SMP. Tinggal di kampung Rawit."

Dan seperti yang gue duga, mereka memandangiku seolah gue ini adalah alien dari Mars. Walau Saskia tampak tersenyum geli.

"Kampung? You mean perkampungan, desa gitu?" tanya Ben dengan bergidik. Gue yakin, bulu kuduknya sedang berdiri. Dan saat gue mengangguk, dia makin shock.

"Nyokap lo bisnis apa?" tanya Lily, IPS 2.

"Bisnis? Oh, ibu buka warung di depan rumah." jawabku.

"WARUNG?" seru beberapa dari mereka berbarengan, membuatku nyaris terjerembab ke belakang mendengarnya. Bukan cuma mereka yang kaget kali ini, gue juga.

"Ehm." Kak Eric berdehem memecah keterkejutan mereka. "Next?"

"Boy." kata cowok yang duduk di sebelah kiri kak Eric, sambil tersenyum geli entah kenapa.

Gue--seperti halnya yang lain--menunggu cowok itu melanjutkan perkenalannya, tapi nggak ada lagi kata yang terucap.

"Pekerjaan orang tua?" tanya kak Eric.

"Gue nggak tau mereka ngerjain apa. Jarang ketemu." jawabnya dengan cuek.

"Gue tau, gue tau! Orang tua Boy kan sering di luar negeri. Kalau nggak salah, maminya baru buka butik di Paris." sahut Ivone dengan senyum mengembang.

Paris? Siapa sih sebenarnya cowok ini?

"Siapa sih yang nggak kenal Boy, pewaris Alexander Corporation?" imbuh Evan.

Alexander Corporation? Yang punya Hotel Alexander itu? Cowok ini anaknya?

"Lo tinggal dimana?" tanya Yudith dengan semangat '45.

BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang