CHELSEA PRISHILLA ANASTASYA

79 2 0
                                    

Semenjak kejadian di mall waktu itu, Chelsea Prishilla Anastasya yang akrab disapa Shilla itu selalu memantau Rio dengan ketat. Dia hanya ingin memastikan apakah Rio akan melaksanakan syarat yang Shilla berikan atau tidak. Setiap usai kuliah dia selalu menelpon teman yang disuruhnya memata-matai Rio.

Jam ditangan Shilla menunjukkan pukul 12 siang, Shilla pun bergegas menghubungi Alvin. Alvin adalah sahabat Shilla yang kebetulan kuliah satu kampus dengan Rio. Namun, orang yang dihubungi malah berada di luar jangkauan. Shilla pun kesal bukan main sama Alvin, udah disuruh mata-matain malah gak bisa dihubungin. Hatinya pun slalu tak tenang ketika tak mendengar kabar dari Rio setiap jam nya.

"Anjir, kemana sih tuh anak bisa-bisanya gak angkat telpon gue," keluh Shilla setelah percobaan menelpon 10 kali lebih.

~0~

Sementara Rio, sejak mendengar syarat yang diberikan Shilla masih bingung harus ngapain. Sudah tiga hari berlalu dia hanya bisa merenung dan diam memikirkan semua syarat Shilla itu. Setiap ngampus pun Rio selalu memilih tempat duduk yang berjauhan dengan Ify padahal biasanya selalu berdekatan. Meski begitu, Rio tetap terlihat bahagia saat bercanda tawa dengan teman-teman di kampus. Namun, hanya dengan Ify lah Rio bersikap beda.

Ify sudah hafal betul dengan sikap Rio yang diam itu tandanya dia sedang tidak mood untuk berbicara. Biasanya dia hanya diam selama beberapa jam mentok sehari tapi ini sudah tiga hari Rio diam setiap Ify panggil selalu pergi, Ify pun mulai tak tahan dengan keadaan ini. Dia memutuskan setelah jam kuliah ini berakhir, dia harus ngajak ngobrol Rio.

"Tumben Rio kagak duduk di samping lo akhir-akhir ini, Fy?" tanya Sivia sahabat Ify yang tau betul hubungan Rio dan Ify.

"Tau deh, gue juga kagak ngerti."

~0~

Akhirnya kuliah pun berakhir, Ify bergegas menghampiri Rio. Namun karna Rio duduk dekat pintu jadi dia keluar lebih cepat dari Ify. Setelah Ify keluar dari ruang kelas, terlihat Rio asyik mengobrol dengan Agni. Dia pun segera meneriaki Rio dan berlari menghampiri mereka. Namun, hanya Agni yang menoleh ke Ify sementara Rio memilih berjalan dengan cepat. Ify pun memilih untuk mempercepat larinya.

"Rio kenapa sih lo ngehindar terus?" tanya Ify ngos-ngosan setelah berada dihadapan Rio.

"Gue biasa aja," jawabnya singkat dan tak peduli dengan Ify yang capek ngejar dia.

"Nggak, Rio, lo berubah, lo aneh, lo beda, lo bukan Rio yang selama ini gue kenal," tutur Ify. "Gue tau lo, Rio, lo gak kek gini biasanya."

"Gue kek biasanya kok."

"Okay, gue minta maaf kalo gue ada salah, gue gak tau salah apa sampai lo bersikap kek gini ke gue? Yang jelas gue gak tau maksud dan tujuan lo ngediamin dan ngehindar dari gue itu apa? Gue gak tau lagi harus gimana biar lo kek Rio yang gue kenal dulu? Gue udah anggap lo itu lebih dari sekedar sahabat gue, lo itu udah kek saudara gue yang gak bisa sedikitpun gue jauh dari lo Rio," keluh Ify mengeluarkan semua unek-uneknya tiga hari ini. Tanpa dia sadari air matanya pun sudah banjir di pipinya.

"Please gue mohon lo jangan giniin gue, Rio! Rasanya tuh sakit banget tau, gue gak ngerti dengan semua masalah lo yang bikin lo ngehindar dari gue."

"Tapi yang pasti gue ngerasa aneh, gue ngerasa hampa, gue ngerasa sakit, gue ngerasa ketemu hantu yang gak bisa gue ajak ngobrol, kita udah ngelaluin banyak hal selama ini, setahun lebih Rio kita bersama, dan mungkin masih ada dua sampai tiga tahun kita bertemu tiap hari, tapi lo pergi gitu aja ninggalin gue tanpa alasan?"

"Lo tuh deket, Rio, deket sekali tapi rasanya lo tuh jauh banget untuk gue capai, padahal dalam hati gue lo tuh udah kek kakak gue, gue gak rela lo disakitin, gue gak rela lo kenapa-kenapa, gue gak tau apa yang akan terjadi setelah gue ngomong semua ini ke elo, entah lo bakal kembali ke gue atau bahkan lo akan lebih menjauh dari gue."

Dekat Tapi JauhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang