Cowok itu menendang-nendang beberapa kerikil di depannya. Hari ini ia terpaksa harus berangkat sekolah dengan angkutan umum. Kenapa? Karena motor kesayangannya sedang berada di bengkel. Parahnya baru bisa diambil besok. Tega bangetkan tukang bengkelnya.
Oh ya, namanya Aditya Gunanza. Panggil saja dia Adit. Anak kedua dari bapak Yudha dan ibuk Rini.
Orangnya agak gila dikit, karena ganteng jadi gakeliatan onengnya. Paling anti sama 'kemisteriusan' dan juga sangat senang dengan senyuman. Selebihnya, silahkan cari tau sendiri.
"Tapi gapapa juga sih, daripada harus sama kak Reyna," gumam Adit.
"Kan bisa puyeng gue dengerin dia berceloteh 2 kali panjang 2 kali lebar." Ucap Adit mengingat betapa cerewet kakak perempuannya itu.
Adit mengambil earphone dari saku celananya. Menyambungkan benda itu ke ponselnya lalu mendengarkan lagu di sana.
Tak berapa lama sebuah angkot berhenti di halte tunggu itu. Adit masuk ke dalamnya. Sepertinya hari ini sedikit sepi, terlihat dari bangku angkot yang masih kosong.
Adit mengambil langkah, duduk di paling pojok belakang bangku. Sepertinya hari ini agak sedikit mendung. Baguslah kalau memang akan hujan.
Angkot kembali bergerak melewati rumah-rumah besar dan gedung-gedung tinggi. Seperti biasa jalanan Jakarta selalu saja ramai.
Angkot melambat lagi di sebuah halte. Seorang gadis melangkah dengan anggun ke dalam angkot.
Kedua mata Adit langsung terarah ke gadis itu. Sangat tidak familiar baginya.
Tampilan gadis itu sangat sederhana, tidak terlihat seperti cabe-cabean ataupun badgirl. Malah lebih terlihat seperti anak pintar kesayangan guru-guru.
Adit yakin 100,2% cewek ini adalah anak sekolahnya, saat melihatnya mengenakan dasi kupu-kupu berwarna abu-abu yang hanya dipakai siswi sekolah Adit, SMA Darmawangsa.
Ia mengambil tempat duduk jauh dari Adit, di pojok lain dari bangku panjang itu.
Cewek itu sedikit aneh bagi Adit, ia sangat tidak terbiasa dengan orang pendiam.
Jika beberapa cewek di sekolah mengejar-ngejar Adit. Dia malah berani mengabaikan, bahkan tak menoleh sedikitpun ke arah Adit.
"Halooo, aku di sini, sapa aku kek, say hai gituh, astaga." Batin Adit. Ya, lebih baik menyapa lewat hati daripada tidak sama sekali bukan?
***
Benar saja dugaan Adit, cewek itu memang siswi SMA Darmawangsa.
Ia berjalan masuk begitu saja melewati gerbang SMA Darmawangsa yang terbuka lebar, mengabaikan Adit.
Adit hanya bisa mengurut dada. Bisa-bisanya ada orang sesombong itu. Untung cuma satu.
"Dasar aneh," gumam Adit.
Ia kembali mengambil earphone dari saku celananya. Namun begitu saja benda itu jatuh dari tangannya.
Dengan malas Adit memungut kembali earphonenya.
Mata Adit terbuka lebar saat melihat sebuah gelang tergeletak di sisi earphone miliknya. Adit mengambil gelang itu. Mengamatinya. Ada ukiran nama di situ.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Nata...
Teen FictionKehilangan. Semua orang pernah merasakan itu. Sangat sakit rasanya saat kita kehilangan sesuatu yang sangat kita sayangi. Itulah yang dialami Nata. Di usia yang masih kecil, ia kehilangan ayahnya. Kehilangan harta paling berharga dalam hidupnya. Ha...