2. Namanya Renata

108 20 30
                                    

"Jangan bantu!" Cewek itu berteriak keras pada Adit.

"Ha?" Kaget Adit, ia segera mundur dan menurunkan tangannya.

Gadis itu segera berdiri dan menepuk-nepuk roknya yang terkena debu. Ia mengangkat wajah memandang datar pada Adit.

Sementara Adit hanya diam memperhatikan.

Pandangannya terpaku saat menatap wajah gadis itu.

Sudah dua kali Adit melihatnya untuk hari ini.

Tapi kenapa baru sekarang dia sadar kalau gadis itu..... Cantik.

Apa mungkin ia tidak menyadari karna tadi hanya melihat dari arah samping.

"Kalau jalan hati-hati," ucapnya lantas pergi dari hadapan Adit.

Adit masih di sana.

Terdiam tanpa suara.


"Bidadari," gumam Adit dengan mata berbinar. Hanya kata itulah yang berputar di kepalanya sedari tadi.

Ini bukan pertama kali dia melihat wanita cantik. Tapi baru kali ini pandangannya dibuat terpaku seperti tadi.

Degup jantungnya juga tiba-tiba berdetak cepat, seperti baru saja berlari 17 kali keliling lapangan.

Mustahil. Adit menggelengkan kepalanya dengan keras.

Ia berusaha menepis isi pikirannya, tidak mungkin juga kan... Dia... Menyukai seseorang dalam waktu sesingkat ini.

Bukankah hal itu hanya terjadi dalam novel atau film?

Adit menepuk jidatnya. Bisa-bisanya dia lupa soal gelang itu. Apa-apaan ini.

Adit segera memutar tubuhnya melihat sekeliling. Memusatkan pandangannya pada sekeliling koridor.

"Sial," decak Adit. Kenapa koridor harus segera ramai disaat seperti ini ia jadi tidak bisa melihat sosok gadis tadi.

Oh, ya namanya Renata.

Adit mengeluarkan gelang putih dari saku celananya. Ia memperhatikan benda itu secara seksama. Ia memutar-mutar benda itu di atas telapak tangannya. Merasa aneh sendiri.

"Cih, sejak kapan gue peduli tentang hal kecil kayak gini?" Adit tersenyum sendiri menyadari keanehan pada dirinya hari ini. Ya, sepertinya Lino benar.

Adit memasukkan benda itu ke dalam saku celananya. Ia kembali melangkahkan kakinya menuju kantin.

***

"Mbokkk..."

Lino melambai-lambaikan tangannya pada seorang wanita berusia 60-an yang sedang sibuk menyiapkan mangkok-mangkok makanan. Anak-anak Sma Darmawangsa sering memanggilnya Mbok Nurmi, bibi kantin yang super baik hati.

Mbok Nurmi memutar kepalanya ke arah Lino.

"Iya den, seperti biasa toh" ucap Mbok Nurmi yang sudah hapal pesanan Lino dan kawan-kawan.

Hai Nata...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang