Sejenak napasku terhenti. Aku merasa ada seseorang yang sedang berjalan mendekati tempat tidur.
Kupelankan tarikan napas selamban mungkin. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh. Baru ini aku mengalami, tak pernah sebelumnya terjadi.
Kakiku, ada sesuatu yang menyentuh kakiku.
"Re ... Rendi?" panggil suara itu terdengar sedikit berkumur.
Tak ada seorang pun di rumah ini selain aku, dan pintu depan terkunci, lantas siapa dia yang memanggilku?
Tubuhku jadi kaku. Napas terhenti. Mata menggelap. Ada yang "memelukku" dari belakang. Hawa dingin kuat terasa.
"TOLOOOONG!" teriakku sekencang-kencangnya. Dada kembang kempis seakan baru menemukan yang namanya oksigen. "Tadi mimpi?" gumamku.
Mataku mengedar ke seisi kamar. Menatap ke arah luar jendela. Beruntunglah itu hanya mimpi, tetapi ... ini bukan kamarku!
Aku terlonjak berdiri. Menjauh dari tempat tidur. Bentuknya yang tak berbeda jauh hampir menipu mata.
Lantai porselennya penuh retakan, ditutupi lumut di atasnya. Kain gorden usang dan penuh debu, dan tempat tidur reyot yang baru saja kutempati tadi.
Kenapa aku di sini? Kamar siapa ini?
"Sarapan dulu, Pak!" Suara seorang wanita terdengar dari luar kamar.
"Iya, Bu. Anak-anak, ayo sarapan dulu," timpal suara lelaki kemudian diiringi suara riang dua anak ... lelaki.
Rumah ini berpenghuni? Tetapi kenapa kamarnya seperti ... ini? Dan ... ah, aku terlalu pusing memikirkannya.
"Pak, nanti belikan mobil-mobilan, ya?" Terdengar lagi percakapan di luar sana, kali ini salah satu dari anak laki-laki itu sepertinya.
"Iya, nanti bapak belikan, tapi janji kalian tidak nakal di rumah, bantu ibu. Oke?"
"Yeeee ... kami janji, kami janji!" teriak girang kedua anak itu bersamaan.
Tawa pecah di luar sana, tetapi bulu kudukku semakin berdiri di sini.
Apa ini? Kenapa aku di sini? Rumah siapa ini? Apa mungkin?
Sedikit goyah, langkahku menyusur ke arah pintu, menggapai kenop dengan tangan gemetar dan membukanya perlahan. Suara tawa yang tadi terdengar riuh, lenyap tanpa sisa.
Mataku membelalak menyaksikan kekosongan yang terhampar di depan mata. Lantai retak di mana-mana. Lumut, kotoran tikus dan bermacam sampah lainnya menjadi pemandangan di hadapanku sekarang, menegaskan rumah ini memang ... tak bertuan.
Cklek ... kriet ....
Mataku mencari asal suara pintu yang dibuka. Jantungku berdebar sangat cepat sekarang, tak ada satu pintu pun terbuka kecuali kamar yang kubuka.
Tap ... tap ... tap ... tap ... tap ... tap ... tap ....
Suara langkah berlari nyaris di dekatku yang berdiri kaku.
Mataku menatap ke arah luar, lewat jendela di sebelah kiri ruang tamu yang kosong. "Itu ... rumahku! Ja ... jadi, rumah ini?"
"PERGIIII!" teriak suara lelaki begitu keras dan mengerikan, menyentak kesadaranku yang lantas berlari ke arah pintu depan tanpa berpikir lagi.
"Terkunci! Sial ...," gumamku lantas coba mendobrak.
Suara berisik di belakangku semakin menjadi, seperti benda-benda terbanting ke lantai, suara pecahan piring dan gelas, ditambah derap langkah kaki yang berat menuju ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetanggaku Hantu (Tamat di aplikasi Cabaca)
TerrorRendi, seorang pemuda yang sangat tidak percaya dengan hal-hal mistis mendapat kunjungan dari tetangganya yang ternyata kuntilanak - penghuni rumah kosong di sebelah rumah barunya. Satu hal yang tidak pernah diduganya terjadi, memaksa Rendi...