Belajar melepaskan

37 4 0
                                    

Selesainya mandi aku pun menuju meja makan, dengan keadaan hati masih tidak karuan.

"Dim, kenapa muka ditekuk gitu." Tanya nenekku
"Gapapa nek, lagi iseng."
"Iseng apa sih, keliatan sekali kamu ada masalah. Kenapa?"
"Gapapa nek beneran."
"Yasudah, ngadepin rejeki tuh ga boleh gitu nduk."
"Ahhsiyapp nenekku." Jawabku sedikit menghibur diri.

Akupun menyantap makanan dengan malas-malasan, tidak selera rasanya. Mau seenak apapun makanannya kalau hati sedang gundah semua menjadi hambar.

"Untuk pertama kalinya jatuh hati, sudah merasakan kecewa. Ahh malang sekali nasibku." Aku menggerutu.

Selesai makan aku pun segera kembali masuk kekamar, untuk memulai kebiasaanku. Tidur siang ditemani tembang kenangan yang syahdu, sedari kecil aku sudah terbiasa tidur siang. Tanpa tidur siang serasa kurang saja rasanya.

Mulai ku putar musik-musik dari Iis Sugiarti hingga Ratih Purwasih. Hingga mengantarkan ku untuk terlelap.

Aku menutup hari itu dengan penuh kekecewaan, bangun tidur siang makan, mandi dan tidur lagi. Bunyi notifikasi di hp pun tak kuhiraukan.

Keesokkan harinya, ku awali hari dengan sedikit motivasi agar hari ini lebih baik dari kemarin, aku mulai bersemangat lagi bangun pagi, sarapan, dan beres-beres untuk berangkat kesekolah. Kali ini aku berangkat dengan rafa, karena rafa sejak SMA sudah dibolehkan untuk naik motor sendiri oleh orang tuanya.

"Dimas, udah siap belum"
Kudengar rafa memanggil dari luar, akupun bergegas bersiap-siap.
"Iya raf, bentar." Sembari menemuinnya didepan. Aku pun berusaha baik-baik saja didepannya agar ia tak curiga.
"Woy, lu kemana aja gue chat gadibales-bales. DP WA juga gada, lagi galau lu hahaha." Tanyanya.
"Apaansi ga ada, gue cuma lagi mager banget kemaren, capek jadi bawaannya pengen langsung tidur." Jawab ku.
"Alahh, ga biasanya lu. Galau lu yak?"
"Eh tapi lu juga nge-galauin apa juga ya hahaha." Tambahnya sembari mengejekku.
"Ahh, sue lu. Ayolah berangkat udah jam berapa nih."
"Okee siap, gaskeun!."

Kamipun berangkat menuju sekolah, rafa membawa motornya begitu cepat dikarenakan tak ingin terlambat di hari kedua masa orientasi ini.
Alhasil kami pun sampai tepat 10 menit sebelum masa orientasi dimulai.
Sesampainya di parkiran sekolah.

"Dim itu cewe yang kemaren, baru nyampe juga. Gue duluan ya pengen sepik-sepik dikit. Hahaha."
"Alah, iyaiya awas aja lu."
"Awas apaan ni."
"Hehehe, nggak apa-apa raf, sok atuh duluan."
"Indah! Tunggu, barengan masuk kelasnya." Rafa menyapa Indah

Akupun terkejut dan bertanya-tanya.
"Ha!? Sudah sedekat itu kah mereka? Rafa yang ku tau orangnya sangat pemalu, jika dia sudah berani menyapa. Berarti mereka sudah begitu dekat."
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di pikiran ku.
"ahh aku bisa apa"
"Tidak-tidak aku harus bisa mengikhlaskan nya bagaimana pun caranya."
Gerutuku didalam hati.

Akupun bergegas menuju kelas, dengan hati yang sedikit kecewa namun ku usahakan untuk tetap bersemangat, karena aku tak ingin kehilangan kebahagiaan di hari ini hanya karena mereka.

Sesampainya dikelas aku pun manggil Doni nama aslinya Doni Pratama yang sedang termenung di tempat duduk, oh iya dia ini teman pertama ku saat masuk SMA, sekelas dengan ku sekaligus teman sebangku ku.

"Don, lagi ngapain?."
"Ini gue lupa bawa name tag, gimana ya?."
"Oalah, santui bae."
"Santui-santui aja lu."
"Lu ga liat kemarin kakak kelas yang cewe itu? Tampangnya aja udah kaya mau makan orang." Tambahnya.
"Hahaha, hayoloh. Udah selow, ada gue."
"Aelah, lu siapa anjirr."

Aku dan Doni pun sedikit berdebat, akibat doni ketinggalan salah satu perlengkapan MOS nya.
Ditengah perbincangan kami, bel masuk pun berbunyi.
Kamipun bergegas mengenakan perlengkapan MOS dan langsung menuju lapangan sekolah, untuk Apel Pagi.

Ditengah perjalanan, dari kejauhan tampak Rafa dan Indah sedang berjalan berduaan.
"Ah itu Rafa dan Indah, kuharap mereka tak melihatku."

Aku berusaha untuk berpaling dari mereka berdua.
Namun usahaku sia-sia, Rafa malah melihatku dan memanggiku.
"Dim, sini bentar."
"Aduh." Kataku dalam hati.
"Iya Raf, siap." Jawabku
"Kenapa Raf?"
"Indah, ini Dimas sahabat deketku itu yang pernah kuceritain."

Astaga ternyata Rafa ingin mengenalkan Indah padaku.
"Hai, nama saya Indah Lestari. Kamu bisa panggil saya Indah."
"Iya dah, saya Dimas Anggara, panggil aja Dimas." Sambil bersamalan.
"Aduhh mimpi apa aku semalam, bisa sedekat ini dengannya." Ucapku dalam hati.
Membuatku sedikit termenung memikirkannya, hingga Rafa mengingatkanku.
"Hei, udahan. Lama amat salamannya."
Aku pun terkejut dibuatnya.
"Oh iya ini temen sekelasku Doni." Tambahku
"Hai saya Doni."
"Hai juga saya Rafa."
"Hai, saya Indah."
"Ayo kita apel yuk, udah pada ngumpul tuh." Ucap Rafa.

Kamipun bergegas karena memang anak-anak lainnya sudah berbaris dengan rapi.
Ditengah apel pikiran ku tak karuan, haruskah senang atau malah bersedih. Senang bisa berkenalan langsung dengannya, sedih karena kulihat Rafa semakin dekat dengannya.
"Ya sudahlah aku harus bisa melepaskannya dan lebih mengikhlaskannya" ucapku didalam hati.

Cerita pagi kehilangan senjanya. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang