Bunda

38.9K 1.5K 32
                                    

Sindy POV

Pagi-pagi sekali aku sudah bangun untuk membeli susu dan popok bayi untuk Senaf. Aku juga membeli botol susu untuknya. Dan itu cukup membuat isi dompetku menangis karena harga susu dan popok yang cukup mahal. Pantas saja banyak yang membuang bayi, ternyata karena tak sanggup mengurus dan merawat. Huft!

Setelah itu aku pun memandikan Senaf yang baru bangun dari tidurnya. Untung aja dia bangun. Kalau enggak, pasti aku dituduh yang enggak-enggak. Huft!

Setelah Senaf wangi, aku pun juga harus bersih dan wangi buat menghadap ibu Yeni. Yup! Aku dan Senaf akan melaporkan diri. Sepandai-pandainya kita menyembunyikan sesuatu, pasti akhirnya ketahuan juga. Jadi lebih baik aku jujur, kan?

"Selamat pagi. Permisi, bu." salamku sambil mengetuk pintu rumah bu Yeni. Bu Yeni adalah janda tanpa keturunan. Dia sudah ku anggap seperti ibuku disini. Jadi aku cukup menyegani dan hormat padanya.

"Nak Sindy! Ada apa?" tanya bu Yeni dan pandangannya tertuju pada Senaf digendonganku. Aku yang mengerti arah pandang bu Yeni, langsung mengalihkan.

"Boleh saya masuk, bu?" tanyaku meminta izin.

"Tentu. Masuklah." ucap bu Yeni mempersilahkan aku dan Senaf masuk.

"Jadi ada perlu apa kamu kemari, nak?" tanya bu Yeni saat kami sudah berada di dalam rumah sederhana miliknya.

"Jadi begini, bu.." aku pun menceritakan dan menjelaskan kronologi kedatanganku pada bu Yeni. Bu Yeni tampak terkejut saat aku menceritakan pertemuanku dengan Senaf.

"Jadi kamu minta tolong ibu buat menjaga Senaf bila kamu tidak di rumah?" tanya bu Yeni yang aku angguki.

"Sepertinya ini rezeki Senaf." ucap bu Yeni membuatku bingung.

"Maksud ibu?" tanyaku tak mengerti.

"Ibu dulu pernah hampir punya anak lelaki. Tetapi keluarga kandungnya menolak memberikan setelah ibu nyaman dengan anak lelaki itu. Ibu dan bapak dulu sudah membeli baju, mainan, dan perlengkapan lainnya. Tapi karena tidak jadi, kami pun menyimpannya." ucap bu Yeni membuat senyumku mengembang.

"Syukurlah, dompetku aman." ucapku dalam hati.

"Kalau tetangga bertanya, bagaimana bu?" tanyaku.

"Katakan saja kalau kamu baru mengangkat anak. Kamu juga sudah 20, toh? Jadi tetangga tidak akan ngomong yang macam-macam." jawab bu Yeni membuatku mengangguk. Syukurnya bu Yeni paham dan tidak menjatuhkanku.

"Kamu hari ini kuliah jam berapa, nak?" tanya bu Yeni membuatku melirik jam dinding rumah bu Yeni.

"Astaga!" jeritku membuat Senaf ikut tersentak.

"Sejam lagi saya ada kelas, bu." panikku membuat bu Yeni tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Kalau gitu, Senaf biar sama ibu saja. Kamu siap-siap dan bawa kesini pakaian Senaf dan susunya." ucap bu Yeni membuatku menepuk dahi.

"Duh, bu. Senaf masih ga ada baju. Saya belum beli apa-apa selain popok dan susunya." ucapku sedikit meringis.

"Ya sudah, pakai yang ibu simpan dulu, tapi kebesaran kayaknya." ucap bu Yeni membuatku mengangguk tidak enak.

"Kalau gitu, baju yang ibu simpan itu boleh saya bawa untuk di-laundry? Hitung-hitung untuk baju gantinya nanti." ucapku yang diangguki oleh bu Yeni.

"Kalau gitu kamu siap-siap kampus dulu dan ibu ambil bajunya. Senaf biar main disini dulu." ucap bu Yeni yang aku angguki.

Aku pun langsung ngacir ke kontrakan dan mengambil barang-barang kebutuhan Senaf. Lalu aku pun segera membereskan keperluan kampus ke dalam tas dan mengunci kembali kontrakan. Kemudian aku menemui bu Yeni yang sudah bermain bersama Senaf di teras rumah bu Yeni.

Young Bunda #CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang