Puisi

10 0 0
                                    

Semesta tak pernah tau cara nya membuat luka, yang dia tau hanya satu, memberi tenang , meski terkadang kita lupa cara membalas itu pada nya.

Tepat pukul 3 dini hari empat sahabat itu sampai di kaki gunung tahura, sebelum memulai pendakian Juna dan kawan kawan mempersiapkan apa saja yang perlu mereka bawa kepuncak , terlihat beberapa orang juga mulai ramai mempersiapkan diri mereka untuk mendaki, Karna tepat pukul 03 pagi adalah waktu yang tepat untuk summit attack.

"Gimana udah siap kan" . Juna menatap Indira , Ariel , dan juga Nabila , meyakinkan sahabat sahabat nya lagi, untuk memulai langkah pertama nya . Sahabat sahabat nya menggukan kepala , pertanda mereka sudah siap untuk memulai pendakian nya.  Tas ransel yang mereka bawa satu persatu mulai mereka pakai satu persatu , jaket parasut tebal ikut ikutan membungkus di tubuh masing masing dari mereka.

Langkah mereka mulai beranjak seusai doa terucap di mulut mereka masing masing, Juna dan indira menuntun langkah dari depan , sedang kan Ariel dan nabilla mengikuti langkah itu dari belakang , 15 menit pertama semangat masih begitu memuncak dari langkah langkah kecil mereka , terlihat senyuman di wajah Ariel dan Nabilla begitu jelas menghiasi di wajah mereka  , di barengi kata kata gombal yang kadang kadang jatuh dari mulut Ariel untuk Nabilla, sesekali 4 sahabat itu saling tertawa bersama , hingga terlihat jelas wajah malu malu Nabilla seolah jatuh di wajah indah itu , seolah cinta itu bersambut , dan rasa suka itu dapat mereka saling rasakan , cinta semudah itu terkadang, dengan memulai sebuah petualangan dan saling berbagi cerita, hingga senyuman itu jatuh , maka kau akan dapat merasakan bahwa cinta sudah jelas masuk kedalam hati nya , selanjut nya, tugas mu, hanya tinggal mengungkapkan mungkin , maka cinta itu akan terbalaskan .

Langkah itu terus berjalan , tak terasa peluh mulai mengucur deras ditubuh membasahi pakaian yang tadi nya kering kini sudah terasa basah , Juna menatap wajah Indira yang terlihat sudah mulai kelelahan , naffas nya yang terdengar turun naik, sesekali terhenti . "Ini air , minum gieh " juna mendekat , sembari memberikan air meneral yang sedari tadi dia pegang.

Indira meminum nya , tenggorokan nya sedikit lega , seusai menarik nafas panjang nya, dia berhenti sejenak ,di barengi dengan Ariel dan Nabila .

"Cape juga yah " . Ujar Indira , sembari menyandarkan tubuh nya di tas ransel milik nya.

"Nama nya juga mendaki Ra ". Ariel menyahut, seusai meneguk minuman nya.

"Bentar lagi kita nyampe qo ". Kata Ariel lagi sedikit menyemangati.

"Dari tadi juga bentar Mulu kata ku Riel  Ucap Indira , sembari berdiri .

"Ra, coba sini , mau lihat yang indah nga". Juna memanggil Indira .

Juna menunjuk keujung , disana terlihat jelas lampu lampu kota dengan cahaya persis seperti gemintang yang berhamburan di atas langit, sinar itu begitu nyata seolah memberi cahaya terang pada dataran bumi, yang malam itu bumi terasa sunyi seolah memberi rasa yang berbeda , sunyi itu begitu indah , menarik perasaan dalam pada hati , Indira takjub melihat nya, lelah nya yang sedari tadi menjadi penghambat langkah nya , kini seolah hilang berganti semangat yang terlampau dalam, dia sapu peluh yang tadi membasahi pipi nya dengan tangan nya, rambut panjang yang sedari tadi menutup pandangan nya mulai dia ikat lagi, pertanda semangat nya bertambah lagi.

"Indah banget Jun, ini bukan puncak kan". Ujar nya , menatap takjub pada semesta terindah yang kala itu menyelimuti wanita itu.

"Kamu baru setengah melihat keindahan alam semesta, bukan keseluruhan nya, di atas puncak tertinggi semua keindahaan akan berkumpul menjadi satu" ujar Juna, sambil menatap indah yang begitu nyata itu.

Arial dan Nabila bergegas ikut menatap , dua lelaki itu juga melihat indah , seolah tak kalah indah dengan perasaan cinta yang baru saja mereka berdua rasakan .

Lelaki jinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang