Harapan, awal dari segala luka

424 44 0
                                    


Karena harapan adalah awal dari luka, maka luka akan segera sembuh saat kau berhenti berharap

“Micky!” Milan memekik kegirangan saat matanya menemukan boneka mickey mouse bertengger manis di mejanya. Suasana sekolah masih sangat sepi saat aku dan Milan sampai. Masih sangat lembab, dingin, tapi aku dan Milan sudah sampai lebih dulu di sini.

“Suka?”

“Banget!” dengan langkah cepat Milan berjalan ke mejanya lalu memeluk boneka micky mouse yang ukurannya pas genggaman.

Aku tahu ini kejutan ulang tahun yang biasa saja, tapi, aku berterima kasih pada Walt Disney yang telah mengubah tikus menjadi tokoh kartun yang mampu mengalihkan dunia Milan. Kejutan sesederhana ini mampu membuat Milan melemparkan tatapan penuh terima kasih padaku.

Tangan gadis itu masih menggenggam boneka micky mouse pemberianku dan matanya masih fokus mengucapkan terima kasih lengkap dengan senyum yang melelehkan.

“Thanks, Jayaku!” jeda sejenak, “Gue udah lama ingin boneka ini.”

“Gue tau. Makanya gue beliin.”

“Dan lo mau terus bengong aja gitu?”

Seluruh duniaku langsung kembali pada kenyataan. Kulitu rasanya seperti baru saja melewati perjalanan waktu dari satu tahun yang lalu. Kenangan bersama Milan masih belum terhapuskan, bahkan setelah selama ini aku berusaha.

Tepukan asal di tengkukku-lah yang membuatku kembali pada dunia nyata. Julian dengan rambut mengembang baru saja menyadarkanku.

“Bengong aja, lu!”

Aku menanggapi dengan desahan napas pelan. Ikat rambut micky mouse yang sejak tadi ku genggam kini beralih ke saku seragamku. Julian sempat melihat ikat rambut itu. Dia tahu makna micky mouse dalam hidupku, lantas langsung mengambil posisi duduk tepat di depanku.

“Lo masih belum move on?" Katanya, seraya menadahkan tangan. Julian memintaku memperlihatkan ikat rambut yang baru aku masukkan ke saku.

Tanganku kembali merogoh saku dan menyerahkan ikat rambut itu pada Julian, “Gue juga bingung. Masa sih gue gak bisa move on?”
Beberapa saat Julian memandangi ikat rambut itu dengan alis berkerut samar, “Selera lo payah,” Katanya membuatku mendengus.

Julian satu-satunya orang di rumah ini yang tahu hubunganku dengan Milan. Dia mengenal aku sebaik mama dan papa mengenalku. Dia memahami bagaimana aku memuja Milan dan dia adalah pendukung terbaik yang aku miliki. Julian tak luput memberiku nasihat-nasihat soal percintaan anak remaja yang terdengar menggelikan selama aku masih mencoba melakukan pendekatan dengan Milan. Dan setelah aku menjalin hubungan dengan Milan, Julian yang paling setia mendengar ceritaku sambil memberikan saran kecil. Dia juga tahu Milan menyukai micky mouse.

“Gak ada yang gak bisa move on.” Julian mengembalikkan ikat rambut di tangannya padaku, “Lo Cuma menarik diri. Lo menipu diri lo sendiri.”

Aku tertegun mencerna kata-kata Julian. Menipu? Gagal move on tidak bisa dikategorikan sebagai penipuan, kan?”

“Gue yakin lo udah gak suka sama Milan.” Julian mendesah, “Orang yang gagal move on adalah mereka yang pura-pura punya harapan. Mereka tahu mereka seharusnya berhenti, tapi karena merasa masih punya harapan, mereka bangkit dan berjuang untuk sesuatu yang sia-sia.”

Bahu Julian terangkat samar, menyadari aku masih tertegun karena kata-katanya. “Itu menyedihkan.”

“Anjir!” erangku, frustasi. Tanganku mengacak rambut, paham bahwa yang baru saja Julian katakan itu 100% benar.

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang