02

10 2 2
                                    

Kaulah sang merah putih
Simbol akan keberanian
Perjuangan yang tiada akhir
Menjadi pedoman bagi semua
Kini kau berkibar bebas
Menyisakan bahagia bagi kita yang merdeka

Sumpah setia terucap dalam kalbuku
Menyerukan namamu
Sang merah putihku
Pahlawanku
Panutanku

Merdeka kuserukan untukmu
Sebagai rasa syukur akan pengorbanan yang kau lalukan
Semua tak ternilai harganya
Tapi akan kujaga semua
Demi Indonesia sampai ku tiada
.


.
.
.

Siapakah dia?

"Kamu Raina kan?" tanya laki-laki yang ku tidak ketahui namanya itu.
"Iya, kamu siapa? Kok bisa mengenal ku?"
"Teman mu waktu kelas 10," terangnya.
"Oalah Yuda kan?"
"Iya,"
"Pantas saja mukanya tidak begitu asing bagiku... Gimana kabar kamu?"
"Alhamdulillah baik-baik saja. Oh ya kabarnya kamu dipilih untuk menjadi Paskibra kan?"
"Iya, kenapa?"
"Wah kebetulan sekali aku juga terpilih.. Aku gak nyangka kalau kamu kepilih juga,"
'Iyalah gak nyangka, orang kayak begini ditunjuk untuk mewakili sekolah,'
"Hmmm iya,"

Setelah percakapan singkat tersebut, aku pun segera menuju ke kelas karena sebentar lagi jam pelajaran Matematika wajib pun mulai. Dan sialnya Pak Agus sudah berada di kelas. Alhasil aku pun dihukum berdiri di depan kelas sampai jam pelajaran selesai. Sepajang aku berdiri, aku tak henti-hentinya menggerutu di dalam hati.

"lah salahku apa sih, Pak Agus aja yang masuk nya kecepatan," gumamku.

"Rania, coba jawab soal saya dengan benar. Kalau benar kamu boleh duduk, tapi kalau salah kamu tetap berdiri sampai jam pelajaran saya selesai," perintahnya.
"Iya pak,"

Lalu Pak Agus pun menuliskan beberapa soal yang kemarin diajarkan. Aku pun sempat bingung tapi aku yakin bisa. Ya itulah diriku. Aku tak mudah menyerah.

Ku ingat-ingat lagi rumus apa yang membuatnya digunakan untuk menjawab soal itu. Tanpa kusadari aku pun bisa menjawab semua soal-soal di papan tulis. Entah ada setan yang merasuki yang menyebabkan aku bisa. Entahlah. Teman-teman ku sendiri pun tidak mempercayai bahwa aku bisa mengerjakan. Semua berdecak kagum. Aku sendiri pun tidak menyangka. Akan kuingat hari itu sebagai hari spesial bagiku. Wah ada-ada saja diriku.

"Kamu kok bisa mengerjakannya?" tanya Kia heran.
"Entahlah... Anggap saja aku beruntung kali ini,"

Ketika pelajaran matematika belum berakhir, tiba-tiba ada seseorang guru. Aku pun diizinkan untuk keluar sebentar.

"Ini surat dispensasi kamu, besok sampai tanggal 17 Agustus," terangnya.

'Alhamdulillah lega nya dapet surat dispensasi. Baguslah kalau gitu, enggak akan ketemu lagi sama guru-guru killer, ' tawaku.

"Baik, pak" aku pun mengangguk pelan.

Akhirnya setelah lama berkutat dengan angka, bel pulang pun berbunyi. Semua teman-teman ku pun bergembira.

Sesampainya di rumah, aku langsung memberitahu kepada orangtua ku tentang terpilihnya aku sebagai Paskibra yang akan membentangkan sang saka merah putih.

Awalnya mereka keheranan dengan raut muka yang seolah bertanya. Terbukti kalau mereka saja tidak percaya. Bagaimana bisa percaya. Modelan kayak preman aja kepilih gini.

"Kamu kok bisa terpilih menjadi Paskibra?" tanya Ayah.

'Ayah gimana sih bukan senang gitu anaknya bisa membanggakan ini malah ditanya kenapa,' gerutu ku.

The Struggle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang