Chapter 14

1.2K 162 14
                                    

Note : kata bercetak miring adalah flashback

Ceklek.

Pintu studio tari itu dibuka oleh Soonyoung. Lorong sekolah sudah sepi. Rupanya ia tertidur sebentar karena kelelahan setelah tenaganya habis terkuras untuk menangis.

Soonyoung berjalan dengan langkah gontai menuju kelasnya. Dilihatnya semua jajaran bangku disetiap kelas sudah kosong. Pantas saja, entah berapa lama Soonyoung tertidur, yang pasti sekarang sudah melebihi jam pulang sekolah.

Suasana sepi seperti ini malah membuat Soonyoung bersyukur, setidaknya tidak akan ada yang melihat dia dalam kondisi berantakan seperti saat ini. Heol ! Dengan mata merah dan bengkak, sama sekali tidak mencerminkan seorang Kwon Soonyoung yang angkuh. Malah lebih terlihat seperti Kwon Soonyoung yang rapuh.

Sebentar ia singgah di kelasnya hanya untuk mengambil tas sekolah yang masih betah berada pada tempatnya. Soonyoung tidak berlama-lama, pikirnya ia ingin segera pulang ke rumah dan menenangkan pikirannya yang cukup kacau hari ini.

Setelah menyampirkan tas ransel merah di pundaknya, kakinya kemudian melangkah meninggalkan kelas dan menyusuri lorong sekolah menuju gerbang.

Dua ruang kelas lagi terlewati, tapi langkahnya malah terhenti.

Soonyoung tiba-tiba mematung saat sosok yang membuat pikirannya kacau hari ini sekarang sedang berdiri di hadapannya.

Iya, Lee Jihoon.

Sosok Lee itu baru saja hendak pulang sehabis membantu Hong saem memeriksa hasil ulangan siswa. Saat dia meniti anak tangga terakhir, dia juga sama-sama menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba.

Intinya dua orang itu sekarang saling memandang namun kaku tak tahu apa yang harus dilakukan.

Soonyoung merutuki dirinya sendiri, baru saja ia lega karena sekolah sudah sepi dan teman-temannya tak akan melihat dia dalam kondisi yang mengenaskan. Eh, malah sekarang dia berhadapan dengan si mungil Lee Jihoon. Si pelaku sekaligus orang yang paling ingin ia hindari. Tolong beritahu Soonyoung agar cepat bertobat, siapa tahu ia terlalu banyak dosa sehingga keberuntungan enggan menghampirinya.

Di sisi lain Lee Jihoon merasa bahwa dia juga berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Ia tak tahu harus bagaimana. Jujur ia bahagia bisa bertemu dengan Soonyoung, seakan rasa sakit yang dahulu pemuda Kwon berikan padanya menguap seketika. Tapi dalam jarak dua langkah ini, ia justru merasa bahwa ini jauh. Begitu jauh seperti ia tak mampu menggapai sosok yang ada di hadapannya kini.

Belasan detik berlalu. Sepertinya Soonyoung yang sadar akan situasi lebih dulu. Ia tiba-tiba kembali dalam mode Kwon Soonyoung yang angkuh, yang enggan sekaligus jijik melihat sosok Lee Jihoon. Ia cepat-cepat membalikkan badan dan berjalan menjauh meninggalkan Lee Jihoon dengan sebuah senyum miringnya.

***

Kwon Soonyoung sedang dalam emosi yang buruk. Ia buru-buru menyalakan mesin motornya dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan matanya kembali memanas. Dia rindu sosok mungil Lee Jihoon dan dia rindu senyum bahagia Lee Jihoon. Bohong kalau ia tak merindukan saat-saat mereka bersama, berbagi suka duka dan saling merajut cinta.

Tapi ada sebuah rasa kecewa. Dan rasa kecewa itu seakan lebih besar dan menutupi perasaan dia yang sebenarnya.
Lee Jihoon, mengecewakan Kwon Soonyoung.

***

Lee Jihoon masih berdiri terpaku. Tatapannya lurus ke depan tak berubah meski yang ditatap sudah menghilang dari pandangan. Pikirannya bercabang dan kesadarannya tertutupi dengan lamunan. Tak lama, hanya sesaat. Setelah itu ia pun melanglahkan kaki mungilnya untuk pulang.

Don't Bring My Heart | SOONHOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang