Chapter 21

989 127 8
                                    

"Ji ? Jihoon-ah.." panggil Jeonghan dengan hati-hati. Ia merasa khawatir melihat Jihoon yang masih terisak hebat sembari memeluk batu nisan Soonyoung, padahal waktu sudah 1 jam berlalu.

"Andwae.. jangan tinggalkan aku Youngie-ya" lirih Jihoon diantara sela-sela tangisnya.

"Ji ? Ayo kita pulang, hari sudah semakin sore" ajak Wonwoo perlahan sembari merangkul pundak ringkih Jihoon.

"Soonyoung, kau pernah berjanji untuk selalu menjagaku, melindungiku dan akan selalu bersama denganku. Tapi, kau malah pergi dan tak akan pernah kembali. Kau tahu ? Yang kau lakukan itu begitu jahat, Soonyoung." Kata Jihoon dengan suara yang masih bergetar.

Wonwoo menghela nafasnya pelan mendengar apa yang Jihoon katakan.

"Ji.. dia tak pernah pergi meninggalkanmu. Dia selalu ada bersamamu, bahkan saat kau sendiri pun, dialah yang membantumu agar selalu tetap hidup. Ayo, sekarang kita pulang, Soonyoung berpesan padaku agar kami menjagamu dan dia berharap agar kau selalu bahagia. Jangan buat dia bersedih hanya karena kau terlalu lama menangisinya." Ucap Wonwoo pada akhirnya.

Jihoon kemudian bangkit perlahan dan mengusap air matanya. Dia benar-benar terlihat kacau setelah terisak selama satu jam lamanya. Berat rasa bagi Jihoon untuk meninggalkan persemayaman Soonyoung. Tapi mendengar apa yang diucapkan sahabatnya—wonwoo—ia jadi berpikir bahwa Soonyoung juga tak mungkin senang jika ia terus-terusan menangisinya. Dan pada akhirnya dengan berat hati, ia meninggalkan Soonyoung sendiri yang kini telah pergi.

***

Jihoon sudah kembali ke rumah sakit dan sudah berada dalam ruang inapnya. Dia kemudian berjalan pelan menuju jendela yang sedang menampilkan hamparan langit yang awannya kini berubah menjadi gelap. Lama sekali Jihoon menatapnya, seperti menanti menyaksikan tetes hujan pertama yang jatuh dari sana.

Sret.
Pintu ruangan Jihoon dibuka, dan seseorang tiba-tiba masuk kedalam begitu saja.

"Ji ? Ini ku belikan buah kesukaanmu. Aku simpan di atas meja. Kau harus memakannya, oke ? Aku akan pergi mengantar Wonwoo." Kata Jeonghan yang sesaat kemudian ia kembali menghilang dari pandangan.

Jihoon hanya mengangguk dan tersenyum tipis tanda ia berterima kasih atas pemberian Jeonghan. Ia kemudian menghampiri meja untuk memakan buah itu sesuai permintaan sahabatnya.

Namun, pergerakan Jihoon tiba-tiba terhenti saat ia melihat ujung kertas mengintip dari bawah vas bunga. Dengan hati-hati ia mengangkat vas bunga tersebut dan mendapati sebuah amplop kecil berwarna biru yang kemudian ia mengambilnya.

Perlahan Jihoon membuka amplop kecil tersebut dan mendapati sebuah surat di dalamnya. Jihoon di buat bingung ketika ia sama sekali tidak mendapati identitas si pemilik surat. Tapi air mata Jihoon tiba-tiba menetes keluar kembali saat membaca kalimat pertama dalam selembar kertas itu.

"Annyeong Lee Jihoon ^^
Kau pasti dengan mudah mengenali siapa yang menulis surat ini untukmu kan ? Seburuk itukah tulisanku ? hehe
Ini aku Kwon Soonyoung, sudah lama sekali rasanya aku tidak bicara hal baik denganmu. Maafkan aku selama ini aku benar-benar menjadi sosok yang buruk untukmu. Aku melakukan itu hanya agar kau membenciku. Tapi nyatanya, kau malah mempertahankan perasaanmu untukku. Maaf aku sudah salah paham denganmu dan terimakasih karena sudah memberikan hatimu dan cintamu untukku. Maaf aku tidak bisa merawat hati dan cintamu dengan baik. Meski begitu, aku tidak bisa mengembalikannya padamu. Seperti janji waktu itu, Lee Jihoon hanyalah milik Kwon Soonyoung selamanya. Jadi aku hanya bisa menebusnya dengan memberikan hatiku untukmu. Sedih rasanya saat aku melihatmu terbaring lemah dengan berbagai alat yang terpasang di tubuhmu. Aku seperti tiba-tiba kehilangan sosok Jihoonie yang selalu ceria. Dan ketakutan terbesarku muncul saat keadaanmu semakin kritis. Aku takut kau pergi, Jihoon. Tapi aku yakin, saat kau membaca surat ini, kau masih tetap bisa hidup. Dan kenyataan itu sudah cukup membuatku bahagia. Terima kasih sudah selalu berada di sampingku selama ini. Maaf aku telah menjadi sosok yang begitu buruk bagimu. Maaf aku sering tak mampu menepati janji-janjiku. Namun setidaknya, janjiku agar tak pernah meninggalkanmu berhasil aku wujudkan. Ya, karena sebagian dari tubuhku akan selalu ada bersamamu sepanjang hidupmu. Sekali lagi maaf dan terimakasih. Kau harus tetap hidup dan bahagia. Terus jadilah Jihoonie seperti yang aku kenal. Selamat tinggal. Aku mencintaimu. Teramat mencintaimu. Lee Jihoonku.

Kwon Soonyoung


Tangis Jihoon pecah saat itu juga. Ia meraung menahan sakit dan sesak di dada sembari menggenggam erat kertas itu seakan tak ingin melepaskannya. Rasa pedih ini adalah yang terparah sepanjang hidupnya. Demi apapun juga, ditinggal seseorang yang sangat kau cintai akan membuatmu tiba-tiba hilang arah. Dan seperti saat ini, yang bisa Jihoon lakukan hanyalah menangisinya.

***

3 tahun kemudian.

Ting.
Suara lonceng kecil berbunyi ketika pintu itu terbuka.

"Pak, maaf saya ingin mengambil buket bunga pesanan saya" ujar sesosok mungil sembari mengeratkan mantel hangatnya.

Setelah menukarnya dengan lembaran uang, sosok itu pun keluar, kembali menyusuri jalan dengan sebuket bunga dalam pelukannya.

Akhir-akhir ini hujan lebih sering turun menyapa bumi. Contohnya saat ini, rintik gerimis dengan langit yang mendung menutupi sinar matahari yang biasanya bersinar terik sekali. Alhasil, jalanan pagi ini lengang. Mungkin orang-orang masih nyaman dan betah berada di alam mimpi sembari bergelung di bawah selimut hangatnya. Tapi Lee Jihoon harus bergegas pagi ini, tak memperdulikan hujan dan dingin yang menghadang.

Hari ini, peringatan hari kematian orang yang paling dikasihinya, Kwon Soonyoung. Ia tak ingin datang terlambat ke pemakaman. Meskipun nyatanya sosok pemuda Kwon itu kini telah tiada, tapi Jihoon tetap selalu merasa berdebar saat ia hendak menemui sosok itu di persemayamannya, seakan-akan sosok itu masih hidup.

Jihoon akhirnya tiba sendirian dihadapan gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan 'Kwon Soonyoung'. Jihoon perlahan menaruh buket bunga itu di atasnya sembari menghembuskan napasnya berat. Sudah tiga tahun berlalu, namun ia tetap belum bisa menjadi sosok yang kuat. Rasanya ia masih belum bisa menahan tangis saat berada di dekat makam Soonyoung. Air matanya selalu meluncur seakan mewakili apa yang ia rasakan di hatinya. Merindu, mencinta, pada sosok yang telah tiada.

"H-hai, Soonyoungie" sapa Jihoon terbata-bata. Bibirnya ia paksakan melengkung membentuk sebuah senyuman, padahal air matanya kini tengah menggenang.

"Sudah tiga tahun ya ? Aku sangat merindukanmu, kau nyaman sekali tertidur di sana seakan kau tak merindukanku. Hehe" Jihoon terkekeh sendiri sembari mengusap pipinya yang terus basah.

"Selama ini aku hidup bahagia sesuai permintaanmu. Aku sehat dan aku tetap menjadi Lee Jihoon yang ceria seperti yang kau pinta. Bulan depan aku akan daftar kuliah. Ya, waktu tidak terasa berlalu begitu cepat. Terimakasih selalu menemaniku selama ini. Aish, air mata ini, kumohon berhentilah keluar." Jihoon bergumam sendiri, berceloteh seakan ia tengah berbicara dengan Soonyoung yang benar-benar ada di hadapannya.

"Maafkan aku, kali ini aku tidak bisa berlama-lama. Oh ya, Jeonghan dan Wonwoo katanya akan kesini nanti siang. Kalau aku bisa, aku akan datang lagi nanti bersama mereka. Berbahagialah di sana Soonyoungie, aku mencintaimu, selalu." Kata Jihoon sesaat sebelum bangkit meninggalkan makam Soonyoung.

Angin dingin bertiup sekali lagi, seakan mewakili Soonyoung menjawab perkataan Jihoon.

Jihoon sudah menghilang dari pandangan, dan tepat saat itu datang seseorang sembari menaruh buket bunga kedua di atas makam Soonyoung.

"Annyeong Kwon Soonyoung"
.
.
.
.
Bersambung

Don't Bring My Heart | SOONHOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang