04. unexpected call

45.4K 7.8K 433
                                    

content and trigger warning:
mention an attempt of  using drugs and hallucinations.

*

Jeffrian meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, melepas kacamata kemudian menyandarkan tubuh di kursi kerjanya. Ia menikmati kesibukannya karena ini satu - satunya hal yang bisa mendistraksi dirinya. Semakin ia fokus memikirkan pekerjaan, rasanya hal yang menjadi pikirannya akhir - akhir ini semakin terabaikan.

Sudah enam jam ia berkutat di depan laptop sampai bahu nya terasa kaku, beberapa bulan ini Jeff memang hidup seperti ini. Kerja, kerja, kerja, dan kerja.

Ia meraih ponselnya, membaca pesan - pesan yang menumpuk. Kebanyakan ia abaikan kecuali berhubungan dengan pekerjaan.

Ia membuka roomchat asisten nya yang biasa mengurus keperluan Jeno, menyampaikan kalau sebentar lagi Jeno akan liburan semester. Jeff berpikir sejenak, apa sebaiknya ia mengajak Jeno berlibur? untuk melakukan bonding time dengan anaknya.

Jeff membuka roomchat dirinya dengan anaknya. Baru menyadari ada sepuluh panggilan tidak terjawab dan pesan yang belum terbaca olehnya. Jeff meringis, ternyata seburuk itu ya komunikasinya dengan Jeno.

Sebuah panggilan masuk ke handpone Jeff. Layarnya menampilkan deretan nomor tak dikenal.
Jeff mengabaikannya. Memejamkan mata dan mengalihkan pandangan ke luar jendela lantai 5 kantornya.

Sepuluh menit ia hanya melamun seperti itu dan orang itu masih berusaha mengubunginya.

Akhirnya, ia mengalah. Mengangkat panggilan itu.

"Selamat siang?" Suara perempuan di ujung telfon menyapa.

Jeff hanya diam.

"Apakah benar ini dengan Bapak Jeffrian?" terdengar suara dari seberang sana.

Jeff diam. Sudah berkali kali ia mengganti nomornya tapi tetap saja ada wartawan yang kerap menghubungi dirinya. Membuat ia muak.

"Halo? Selamat siang, apakah benar ini dengan Bapak Jeffrian? Orangtua dari Jenandra? Kami dari Neocity Intercultural School. Boleh kami minta waktunya sebentar pak?" Jantung Jeff berdegup lebih kencang ketika nama anaknya disebut.

"Ya. Benar. Ada apa?"

"Begini pak, sebenarnya sudah beberapa kali kami mengirimkan surat resmi ke kediaman Bapak karena kami menunggu kehadiran Bapak di Sekolah. Untuk membicarakan tentang putra Bapak, Jenandra"

"Akan tetapi surat itu sepertinya tidak pernah sampai ke tangan Bapak ya? Maka saya menggunakan cara lain yaitu menghubungi Bapak secara langsung melalui telefon, mohon maaf jika kami mengganggu Pak"

"Kapan saya harus datang ke sekolah?"

"Apakah bapak memiliki waktu luang, hari ini?" Ujar wanita di seberang telefon.

"Baik. Saya akan datang"

"Terima Kasih Pak, saya sangat menghargai kesediaan Bapak"

Jeff menghela nafasnya. Jeno? Kenapa lagi? Kenapa ia sampai harus datang ke sekolah seperti ini dan kenapa anak itu terkesan menyembunyikan sesuatu?

*

Jeno berjalan pelan di koridor sekolah. Menatap sekeliling, sesekali dengan cemas ia menatap ke belakang karena merasa puluhan orang menatapnya dan berbisik - bisik di belakangnya. Suara itu. Jeno benci. Ia mempercepat langkahnya, meraih kenop pintu toilet siswa dan membanting pintunya. Ia memejamkan mata.

"Udah.. please.. udah" ia mengelus dadanya pelan. Mengatur detak jantungnya yang berdebar sampai rasanya hampir keluar dari tempatnya.

the art of parentingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang