11. lets fix this

38.4K 6.6K 478
                                    

Present Day: Hospital

*

Jeno mendudukkan dirinya di pinggir kasur rumah sakit sambil terus menunduk memainkan kuku - kuku jarinya. Jujur, ia merasa agak gelisah dan takut.
Jeno pikir tidak ada gunanya terus - terusan lari dan menyembunyikan masalahnya. Ia juga sudah cukup menyulitkan Ayahnya.

Tapi dirinya juga takut, apakah jika dengan bertemu dokternya yang kali ini apa yang tersebar di media sekarang menjadi benar? Kalau Jeno punya masalah kejiwaan? Kalau Jeno gila?

Kalau sampai orang tahu ia ditangani seperti ini, bukannya ia akan lebih menjadi beban ayahnya? Mempermalukan keluarganya. Dan tentunya keluarga besar Ayahnya.

Tatapan jijik dan marah wartawan itu terbayang di benak Jeno. Apa salahnya? Kadang ia berfikir seperti itu. Tapi sedetik kemudian ia menyadari ia salah, harusnya ia sempurna tanpa cela seperti Ayahnya dan keluarga Ayahnya. Mungkin itu ekspektasi orang tentang Jenandra Norwand.

Beberapa lama kemudian, datang seorang lelaki dengan raut wajah yang menenangkan. Ia berjalan ke sebelah kasur Jeno dan membuka tirai jendela. Membiarkan cahaya matahari menerpa wajah mereka.

"Halo? Jeno ya?"

Jeno hanya mengangguk pelan.

Ia mengulurkan tangannya.

"Saya Dokter Tian"

Jeno ragu - ragu. Menerima uluran tangan itu dan menjabatnya. Tian tersenyum. Ia membaca name tag dokter yang menanganinya sekilas. Dr Tian Sidharta, Sp.KJ.

"Jeno tiduran dulu ya? Dokter pengen periksa badan Jeno. Boleh?"

Jeno mengangguk. Jeff menghampiri Jeno dan membantu Jeno tiduran. Jeno meraih tangan Jeff. Sementara itu, Dokter Tian memeriksa badan Jeno dengan seksama dari luka lebam, cakaran, atau cutting. Ia khawatir Jeno sudah pernah melukai dirinya sendiri.

Tian menemukan banyak luka guratan - guratan di tubuh Jeno dan luka akibat pecahan kaca di kaki dan tangan Jeno. Jeff sudah bercerita soal itu, Jeno seringkali berhalusinasi tentang tubuhnya yang dikerubuti serangga dan serangga itu membuat tubuh Jeno gatal.

Jeno seringkali menggaruk badannya sampai luka. Padahal, Jeff tidak melihat serangga apapun di badan Jeno.

Tian tidak menemukan luka yang menunjukan bahwa Jeno berusaha menyakiti dirinya sendiri dengan benda tajam. Semua luka dibadannya murni karena halusinasi yang Jeff ceritakan tadi. Namun halusinasi Jeno sangat membahayakan.

Tian memegang perut Jeno perlahan. Jeno mengernyit sedikit.

"Sakit ya?"

Jeno mengangguk, menoleh ke arah ayahnya sesekali. Tian menyadari anak itu seperti takut - takut salah bicara. Sesekali menatap Ayahnya padahal Jeff terlihat santai saja.

Tian tersenyum. Dia menyadari badan Jeno cukup well built untuk anak seusianya. Mungkin sebelumnya dia banyak melakukan aktifitas fisik.

"Jeno suka olahraga ya?"

"Huh? Iya.. suka.." Jeno mengangguk, menjawab pertanyaan itu ragu.

"Pantesan. Otot - ototnya Jeno udah terbentuk loh, padahal masih umur segini yah. Keren kamu. Tapi sayang udah hampir ilang. Mukin karena sekarang gapernah makan sama olahraga kali ya"

"Dulu suka olahraga bareng sama Dad. Tapi udah nggak pernah lagi" Jeno terlihat sedih. Mendongak menatap Tian.

Jeff jadi ingat. Dulu hampir setiap minggu mereka berdua olahraga bersama. Berenang, pergi workout di gym bersama, lari, sampai bersepeda. Mereka berdua benar - benar sesuka itu berolahraga.

the art of parentingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang