PART 1
Arrania atau kerap disapa sebagai Nia menghela napas untuk yang kesekian kalinya kala sambungan teleponnya tidak diangkat sama sekali oleh kekasihnya, Ramon.
Sudah hampir tiga bulan belakangan ini Ramon jarang berkomunikasi dengannya. Padahal sebelumnya Ramon jarang atau tidak pernah mengabaikan dirinya seperti ini.
Mereka menjalin hubungan sudah lebih dari tujuh tahun dan Ramon berjanji akan menikahinya ketika Ramon sukses.
Ramon memang sukses dan menjabat sebagai manajer pemasaran di sebuah perusahaan besar di jakarta selama lebih dari satu tahun belakangan ini dan membuat pria berusia 29 tahun itu semakin sibuk dengan pekerjaannya.
Awalnya Nia tidak ingin curiga terhadap kekasih yang sudah lama ia pacari ini, namun belakangan ini ia merasakan perasaan tak nyaman yang menghantui dirinya.
Kesal karena Ramon sepertinya melupakan janjinya, Nia bangkit berdiri dengan wajah dingin seperti biasa. Gadis dewasa itu belum mencapai pintu terkejut ketika tubuhnya ditabrak oleh remaja yang mengenakan seragam SMA di depannya.
"Bisa jalan hati-hati biar enggak bisa nabrak orang sembarangan?" ketus Nia menatap remaja lelaki di depannya dingin.
"Sorry deh, Tan, gue enggak sengaja." Remaja lelaki itu mengibas tangannya dengan ekspresi santai seolah ia tidak merasa bersalah.
"Santai banget kamu ngomong kayak gitu sama orangtua." Nia menatap tajam remaja di depannya yang dibalas dengan dengkusan.
"Gue 'kan udah bilang enggak sengaja ya enggak sengaja. Ribet banget lo jadi perempuan," balas remaja itu semakin kurang ajar.
Kesal karena remaja lelaki itu kurang ajar padanya, tangan Nia yang mengepal segera melayang di perut anak itu.
"Sorry, saya enggak sengaja. Tangan saya melayang sendiri."
Nia berjalan lurus ke depan sambil mengibaskan rambut hitam panjangnya di depan sang anak yang menunduk menyentuh perutnya dan meringis kesakitan.
"Dasar tante gila! Pyschopath lo!"
Sampai di luar restoran, Nia masih mendengar makian dari remaja itu membuat Nia tersenyum sedikit. Setidaknya ia bisa melampiaskan sedikit emosinya yang tidak tersampaikan pada Ramon.
Nia menaiki mobil avanza miliknya yang menjadi kenang-kenangan terakhir orang tuanya saat ia berulang tahun yang ke sembilan belas. Mobil yang sudah sedikit butut itu ia lajukan ke sebuah toko yang terletak di depan pasar tradisional.
Toko emas yang menjadi warisan orang tuanya dan juga tempat ia mencari nafkah untuk dirinya sendiri.
Dari keuntungan toko inilah ia membiayai kuliah Ramon dan bahkan menyogok staf perusahaan untuk menerima kekasihnya menjadi karyawan di sana 3 tahun yang lalu.
"Siang, Mbak. Wah, Mbak Nia lagi bahagia ya kayaknya kalau dilihat dari ekspresi mukanya."
Jinar menatap Nia, bos tempatnya bekerja dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya. Senyum yang menurut Nia mengandung sebuah ejekan padanya.
"Diam kamu. Kamu itu saya gaji buat kerja dan jaga toko saya. Bukan buat mengomentari muka saya." Nia melirik Jinar sinis dan melangkah masuk.
Toko miliknya tidak terlalu besar dan hanya berukuran 4x4 persegi saja. Toko yang hanya memiliki tiga etalase dan sebuah kamar mini dengan tempat tidur yang cukup menampung dua orang saja.
"Sensi banget, Mbak. Pasti dicuekin si Ramon lagi tuh," cibir Jinar membuat Nia membalikkan tubuhnya menatap Jinar kesal.
"Ngomong sekali lagi kamu, saya timpuk pakai batu biar tahu rasa kamu," ancam Nia menatap tajam Jinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMA ISTRI KEDUA
RandomDia yang membantu membiayai uang kuliah sang kekasih. Dia yang membantu mencarikan pekerjaan yang layak untuk sang kekasih, dan dia juga yang ditinggalkan ketika sang kekasih sukses dalam kariernya. Dia, Arrania Wilati, gadis cantik dengan tubuh ya...