10

3.8K 360 37
                                    

Hujan selalu memberikan kenangan pedih tersendiri di hati Emme. Dia benci hujan, benci hidupnya yang dulu terlantar, benci kedua orang tuanya yang pecandu narkoba dan membiarkannya hidup luntang-lantung di jalanan. Emme benci segala hal yang mengingatkannya kepada ketidakadilan yang pernah terjadi di masa kecilnya.

Satu-satunya yang bisa Emme syukuri  hanyalah hadirnya sosok pria seperti  Mike Morrison di dalam hidupnya yang suram. Mike yang selalu mengatakan kepada Emme bahwa akan ada pelangi setelah hujan dan kesedihan yang Emme rasakan sekarang suatu saat nanti pasti berganti menjadi kebahagiaan. Mike tidak pernah membiarkan Emme bersembunyi dari dunia karena kesedihannya, pria itu menjaganya, melindunginya, membuat Emme merasa disayangi dan dibutuhkan.

Namun kini semua berubah secara perlahan, Emme menyadari sejak ia kembali dari London apa yang mereka miliki tidak lagi sama. Mike seakan-akan menjaga jarak darinya meski lelaki itu masih menunjukkan cinta yang sama. Emme bukanlah gadis yang tolol, ia tak tahu kekasihnya berusaha menjauh dengan alasan sibuk di kantor, alasan seperti itu tentu tak dapat Emme terima sebab Mike adalah pria yang akan melakukan apa saja demi menghabiskan waktu bersamanya.

Entah apa penyebabnya sehingga Mike menghindari Emme sepanjang waktu, memikirkannya membuat Emme menjadi gelisah karena dia menduga kalau Mike telah mengetahui rahasia kotornya.

Hembusan nafas gusar meluncur dari bibir penuh itu. Emme membuang prasangka buruk yang menyiksanya jauh-jauh sebab ia yakin Mike tidak tahu apa pun mengenai hubungan satu malam yang ia lakukan bersama Evan. Lagi pula Emme yakin sumber masalah sudah pergi dan tidak akan lagi menjadi ancaman bagi hubungannya. Britney pasti telah berhasil melakukan tugasnya dengan membuat Evan angkat kaki dari kota ini. Jadi, Emme tidak perlu merasa khawatir lagi.

Mobil Emme terparkir rapi di samping mobil jeep yang tinggi. Emme keluar dari mobil dan berjalan memasuki coffeeshop. Ia butuh kopi untuk menenangkan pikirannya dan merayakan ancaman besar yang telah pergi dari hidupnya, yaitu Evan Kingston. Emme memesan satu capuccino dan dua donat caramel. Ia memilih duduk menghadap jalanan agar ia dapat melihat kesibukan kota Portland dengan leluasa.

Rasa lega menjalari tenggorokan Emme yang tadinya terasa mengganjal dan juga perih. Emme mengigit donatnya sedikit, meskipun ia kelaparan tapi entah mengapa Emme rasanya tidak bernafsu untuk makan. Dia tidak bisa berhenti memikirkan Mike yang mungkin mengetahui pengkhianatan yang telah dia lakukan.

"Kau kelihatan tak berselera"

Tubuh Emme membeku menangkap suara yang cukup ia kenali itu, berat dan parau dengan aksen Inggris yang kental! Emme menoleh dan tersentak kecil di tempatnya saat ia mendapati seorang pria seksi telah duduk di sisinya. Pria itu mengenakan kemeja berwarna biru laut dengan dua kancing teratas yang sengaja dibuka, bagian lengan kemejanya digulung hingga ke siku memperlihatkan tatto yang menghiasi kulit kecoklatannya yang sempurna.

Evan Kingston!

Pria itu datang disertai dengan aroma yang tercium menyegarkan dari tubuhnya. Aroma yang tercium liar dan tajam. Aroma yang berbaur sempurna dengan aroma alami dari tubuh Evan.

Emme sialan tak menyangka akan bertemu dengan Evan lagi. Pria yang ia pikir telah angkat kaki dari Portland ternyata masih berada di kota ini, pria yang berpotensi besar menghancurkan hubungannya dan sang kekasih!

"Kau satu-satunya gadis yang mengabaikanku, Emmeline" sindiran pria itu dibalas Emme dengan tatapan mata yang tajam, "Ouch!" Evan meringis seakan-akan tersakiti oleh tatapan yang Emme berikan.

"Apa yang kau lakukan di sini? Kau mengikutiku?!" tuding Emme.

Evan terkekeh pelan.

"Ini adalah coffeeshop Baby Emme, semua orang berhak datang ke sini lalu mengapa kau berpikir aku mengikutimu?"

Forbidden Desires (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang