II. Duniaku, Bukan Duniamu

1.5K 239 30
                                    


Pertemuan Aksara dengan Nino dan Kemala sedikit banyak menggerakkan sesuatu dalam diri Aksara. Harus dia akui, selain rasa salut terhadap Nino dan Kemala, ada rasa cemburu yang muncul sepanjang dia memperhatikan keduanya. Bukan, bukan cemburu karena dia jatuh hati pada pandangan pertama pada Kemala. Tapi cemburu terhadap cara mereka menghabiskan waktu bersama-sama. 

Nino dan Kemala bagai sepatu dan kaus kaki di mata Aksara. Saling melengkapi, saling mengisi. Aksara bisa melihat, bagaimana kebahagiaan terpancar dari dalam diri Kemala sepanjang hari. Dan Aksara bisa tahu rasa bahagia itu, bukan hanya karena bisa berbagi. Tapi juga karena Kemala menikmati.

Siapa sih, yang tidak menikmati waktu bersama orang tersayang?

Bagi orang-orang, menghabiskan waktu dengan pacar adalah hal yang paling menyenangkan di dunia. Aksara pun dulu berpikir hal yang sama. Dulu, sebelum hubungannya berjalan ke arah yang tidak menyenangkan. 

Entah apa yang ada di dalam pikirannya ketika akhirnya Aksara menekan tombol dial pada sosok yang sudah hampir sebulan ini tidak ditemuinya. 

Ilona.

Butuh waktu sekitar beberapa detik sebelum panggilan telepon dari Aksara diterima oleh sosok perempuan berambut kecoklatan itu. 

"Aksa?" panggil Ilona pelan. Sungguh, sudah berapa lama Aksara tidak mendengar suara ini? Seperti rasanya sudah berbulan-bulan, tidak mendengar suara Ilona yang begitu teduh dan damai.

"Hai. Lagi sibuk, Na?" Basi sekali, Aksa, gumamnya pada diri sendiri.

"Enggak sih.. Tapi aku lagi di Kuningan City." Ada suara-suara ramai terdengar dari seberang sana. Bukan hal asing lagi bagi Aksara, mengingat perempuannya ini sudah lama disibukkan dengan kegiatan sebagai fashion designer. Memang belum bisa disebut sebagai designer ternama, tapi dengan talentanya yang luar biasa, Ilona mulai dikenal banyak orang dan banyak ditunggu-tunggu setiap kali mengadakan kegiatan.

"Ada show hari ini?" tanya Aksa lagi, mencoba terdengar setertarik mungkin.

"Hm, ada. Tapi masih minggu depan. Aku ada meeting sama organizernya hari ini."

"Jam berapa selesai?"

Ilona terdiam sesaat. Butuh waktu baginya untuk mencerna ini semua. Bukan hal asing menerima telepon dari pacar, kan? Tapi ini asing, apalagi dengan Aksara yang punya segudang kegiatan sosialnya, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, pergi keluar kota tanpa kabar. Harus Ilona akui, aneh rasanya menerima telepon berisi pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

"Jam empat kayaknya selesai, habis itu mau pulang."

"Oke, nanti aku kesana." Jawaban singkat dari Aksara sudah cukup bagi Ilona. Artinya, Aksara akan menjemput. Tidak ada tawaran, melainkan sebuah pernyataan.

"Mm.. Tapi, Sa," Ilona menjawab ragu-ragu. 

"Kenapa?"

"Sorenya aku mau antar Ibu belanja bulanan."

Aksara menatap jam tangannya sebentar. "Gapapa. Aku jemput kamu ke rumah, atau ke Kuningan?"

Ilona tersenyum tipis, "Ke rumah! Aku bawa mobil hari ini."

"Yaudah kalau gitu, sampai ketemu nanti."

"See you, sayang." Tutup Ilona dengan nada lebih ceria.

Panggilan yang berakhir membuat Aksara menghampiri Rian yang sedang berdiri di depan sebuah kafe tidak jauh dari lokasi kegiatan. Tidak lupa matanya memandangi lingkungan sekitar. Acara masih berlangsung, anak-anak terlihat masih bersemangat melukis di atas kaos yang bersih. Pandangan Aksara tertuju pada Kemala yang sedang menemani seorang anak di barisan paling belakang. Tanpa sadar, dia tersenyum.

Aksara dan KemalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang