Earl of Leven ( HAI Project)

2. Chapter 2

Kamar bernuansa vintage dengan aroansi violet itu tak pernah luput dari aroma lilac yang mengguar khas di setiap penjuru ruangan. Design interior dan aroma di suatu ruangan, tentulah tidak terlepas dari pribadi sang pemilik yang telah terbiasa memeliharanya.

Sebut saja Lady Wilona Lovie Lathan, putri bungsu Duke of Wellington yang merupakan adik dari earl of Leven ini adalah penikmat bunga lilac. Konon katanya, para pecinta bunga violet itu identik dengan kepribadian nostalgic yang artinya gemar mengenang masa lalu.

Terbukti dari banyaknya buku buku bertemakan sejarah, barang-barang antik, beserta lukisan-lukisan dan foto hitam putih kuno yang menjadi koleksi pribadinya.

Secara umum, Lilac melambangkan kepolosan dan kegembiraan. Sangat selaras dengan pribadi Wilona yang periang dan lugu. Lilac ungu pun bisa diartikan sebagai cinta pertama yang manis dan patut dikenang.

Sayangnya, kepolosan dan pesona gadis itu tak sempat menghantarkan nya ke dalam pelukan seorang lelaki, tidak tepatnya, sebelum ia menginjak usia 18 tahun untuk memulai masa debutnya secara resmi.

Persis seperti kakaknya, earl of Leven yang menawan. Malam debutnya pun digadang-gadang akan menjadi sangat sukses tatkala kecantikan putri duke of Wellington yang mulai mekar bak kuncup bunga itu diperkenalkan ke publik untuk pertama kali.

Barangkali David Dev Lathan pun akan pangling melihat kecantikan sang adik yang kini telah beranjak dewasa, ia gadis 18 tahun sekarang. Terakhir kali David meninggalkan rumah sekitar lima tahun yang lalu untuk berpindah ke rumah bujang nya di Gloucestershire saat ulang tahunnya yang ke 22, saat itu pula Wilona adiknya masih berusia 13 tahun.

Entahlah, apakah gadis itu akan tetap dikenal sebagai sosok kutu buku yang sangat pemalu, atau mungkin telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang memesona para kumbang untuk hilir mudik ke sana ke mari hanya demi mencari pelabuhan yang sesuai dengan dambaan hatinya. Setidaknya, itulah yang orang-orang terdekatnya pikirkan, tak terkecuali sang Ayah yang bersikeras ingin segera melihat anak gadisnya menemukan belahan jiwa, menikah, dan memberinya cucu agar kediaman ini tak terasa sesepi 6 tahun silam, dimana putra sulung nya, Marquess of Whincester, Cristian Hans Lathan, beserta marchioness nya yang tengah mengandung, Lady Diana Stuart yang meninggal dunia akibat serangan kaum proletar terhadap kaum borjuis yang sempat menegang kembali pasca revolusi industri beberapa tahun silam.

Kejadian enam tahun silam di kota London itu ibarat tragedi yang paling menyakitkan bagi keluarga mereka, tak hanya kehilangan seorang putra dan menantu yang akan memberinya seorang cucu, duke of Wellington yang sudah sangat tua itu harus kehilangan sebagian besar dari jumlah properti nya akibat kebakaran. Dulunya, keluarga mereka memproduksi minuman brendi yang sangat terkemuka, namun setelah gudang anggur itu terbakar, tak ada lagi yang tersisa selain perkebunan dan estat yang mereka miliki di pedesaan.

Satu-satunya putra lelaki yang bisa ia harapkan setelah kematian Cristian hanyalah David yang pada saat itu masih berusia 16 tahun. Tepat ketika pria itu memulai debutnya sebagai bujangan di usia 18 tahun, The Duke memberikannya kepercayaan untuk mengelola aset-aset mereka di desa termasuk 5 buah estat dan 2000 hektar perkebunan.

Itulah yang membuat David tak lagi tinggal bersama mereka di Davies street, Mayfair, London pada usia 22.

Pemuda itu terbilang sangat ulet dan pekerja keras. Melalui tangan dingin nya lah, pundi-pundi kekayaan dapat diraihnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, membuat keluarga besar duke of Wellington kembali berjaya.

Sejak saat itulah, David seringkali menghadiri undangan pesta untuk berburu gadis-gadis cantik yang liar hanya karena terpesona oleh wajah tampan dan kekayaannya. Di era inilah seorang David Dev Lathan mulai dikenal sebagai seorang petualang cinta.