Bab 2 | Garis Takdir

10.6K 674 38
                                    

Garis takdirmu dan aku, telah Tuhan tentukan untuk saling bersinggungan, menjadi kita, walau harus mengukir luka.

-Ayyara-

***

Wajah-wajah lelah menahan kantuk itu membuat Fares menatap Melvin dengan raut putus asanya, lalu ia melirik arloji di tangan kirinya, waktu memang sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam.

"Lo terlalu asik ngasih arahan, sampe lupa kalo mereka juga butuh istirahat," ujar Aldo membuat Fares hanya bisa meringis mengiyakan ucapan Aldo.

Memang acara pensi yang akan digelar sebagai salah satu daya tarik yang akan menjadi pemasukan terbesar untuk program kerja tahunannya, membuat Fares dan panitia lainnya begitu sibuk dan gencar mempromosikan acara tersebut.

Malam ini, Fares sengaja mengajak panitia inti untuk rapat di rumahnya karena ia tau banyak sekali hal yang akan dibahas begitu mendekati hari-H, belum lagi semua perlengkapan dari mulai tata panggung hingga konsumsi, dia sengaja membuat rapat di rumahnya karena rumahnya tengah kosong. Ayah dan Ibunya baru saja bertolak ke Jogja tadi pagi untuk menghadiri pertemuan bisnis.

Fares berpikir jika di rumahnya, maka dia tidak perlu lagi khawatir dengan waktu karena di rumahnya tentu tak terbatas, dia bebas, bahkan bisa menggunakan dua puluh empat jam untuk berdiskui tanpa takut diusir seperti di gedung UKM, hanya saja dia lupa, jika tenaga teman-teman seperjuangannya tetap saja terbatas.

"Woy, bangun lo pada, tidur di kamar sono. Yang cewe ke sebelah kiri yang cowo ke sebelah kanan." Melvin memberi instruksi, memang sebelum rapat dimulai, Fares sudah berbicara padanya, termasuk menyiapkan kamar untuk teman-temannya mengingat begitu banyak hal yang harus dipersiapkan demi kesuksesan acara.

"Sorry ya, gue suka lupa waktu kalo udah bahas proker," Fares meringis dengan raut bersalah pada Aldo dan juga Melvin, dua orang yang masih terjaga hingga akhir.

"Nope. Dah paham gue gimana lo, ya udah lah, gue juga ngantuk, besok kita lanjut lagi gimananya." Fares hanya mengangguk menanggapi ucapan Aldo, lalu dia juga pergi menuju kamarnya sendiri. Membiarkan teman-temannya itu berisitirahat di kamar yang sudah disiapkan olehnya.

***

Gadis itu menggeliat dengan keadaan tidak sadar, terbangun dengan mata tertutup. Kebiasaan yang selama bertahun-tahun telah menjadi hal lumrah untuknya.

Ayya beranjak dari ranjang yang terasa asing namun nyaman itu. Berjalan dengan mata tertutup dan menabrak apapun yang menghalangi jalannya.

Langkah kakinya membawa gadis itu ke sebuah kamar dalam keadaan tidak sadar. Menabrak pintu namun tidak cukup untuk membangunkannya.

Ayya hanya menggumam, lalu tangannya reflek mencari pegangan, hingga menemukan handle pintu, tangannya reflek menarik handle pintu itu ke bawah, hingga pintu terbuka. Masih dengan mata tertutup, gadis itu berhasil membuka pintu kamar seseorang yang tengah terlelap dengan begitu damainya. Bahkan tidak terusik saat Ayya menjatuhkan diri di ranjangnya, tepat di sampingnya.

Gadis yang baru saja mengalami sleep walking itu kembali menemukan ranjang baru, yang terasa lebih nyaman. Membuatnya tersenyum dalam tidur, ikut terlelap dengan damai seperti seseorang yang tidur di sisinya.

Namun, hal itu tidak berlangsung lama, Ayya kembali beranjak duduk, masih dengan mata terpejam tanda dia tidak terjaga, dengan terampil, tangannya melepas kaosnya hingga hanya menyisakan bra, kemudian dia beranjak, melepas jeans-nya hingga hanya menyisakan short yang memperlihatkan hampir setengah pahanya. Lalu gadis itu kembali membaringkan tubuhnya ke ranjang, memposisikan dirinya dengan begitu nyaman di sisi seseorang yang kini menggeliat dan menggeser tubuhnya hingga begitu dekat dengannya.

It's Always Been You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang