"Gue rasa, hidup lo nggak bakal aman setelah ini, Mik."
Mika menghela napas kasar, ia meletakkan sendok makannya diatas piring. Kantin sangat ramai membuat ucapan perempuan dihadapannya sedikit terendam, tetapi Mika masih mampu mendengarnya dengan jelas.
"Aku nggak peduli Del, dia udah ngelakuin hal yang nggak senonoh," balas Mika.
Della memutar bola matanya dengan malas, "bukan masalah peduli atau nggak peduli, Mik. Tapi ini masalah keselamat lo, lo udah berani ikut campur masalah Raga. Lo tau Raga itu siapa?-
"Aku tau, dia itu Cowok sok jagoan yang nyalinya ciut. Cuma berani sama cowok yang nggak pemberani kayak Bobby." Potong Mika dengan yakinnya
Della memejamkan matanya erat, ia yakin. Seluruh kantin mendengar ucapan Mika, karena ucapan gadis itu begitu lantang. Dan keadaan kantin begitu hening saat Mika berhenti berbicara.
"Lo yakin bilang gue sok jagoan?"
Tubuh Della menegang, matanya kembali terbuka. Della menatap Mika dengan tatapan takutnya, tetapi Mika masih dengan posisi santainya.
Raga mendekati meja pojok yang ditempati dua gadis itu, ia menatap Mika yang sedari tadi sepertinya membicarakannya.
"Ulang, lo bilang apa." Cukup diketahui jika berurusan dengan seorang Raga tidak memandang bulu, walaupun itu perempuan Raga akan tetap lawan. Bukannya dia banci karena berani dengan perempuan, tetapi jika perempuan berani membuat masalah dengannya. Raga tak segan untuk membalasnya
Mika mendongakkan kepalanya, menatap Raga dengan wajah menantang. Yang membuat Raga tersenyum mengejek didepan wajah Mika.
"Iya, benerkan kamu itu sok jagoan. Raga dirgantara, cowok banci yang beraninya sama cowok lemah. Dan beraninya sama cewek, kamu pikir aku takut sama kamu?" Kepala Mika masih mendongak, seolah menantang Raga yang dibelakangnya terdapat teman-temannya.
Raga membusungkan tubuhnya, wajahnya dan wajah Mika seperti tidak ada batas. Membuat suasana kantin kembali hening, mata tajam Raga menangkap semburat merah dipipi Mika. Raga tersenyum miring
"Pulang sekolah, tunggu gue dilapangan. Jangan bawa teman. Cukup sendiri, gue juga sendiri." Ujar Raga berbisik.
Mika meneguk ludahnya, bagaimanapun ia butuh pembelaan. Dirinya seorang perempuan, bagaimana jika Raga benar-benar menyakitinya? Habislah Mika.
Dengan sepercik keberanian yang tersisa, Mika mencoba mengangguk mantap. "Oke!" Ujarnya menerima tantangan dari Raga.
Setelah puas mendengar jawaban dari Mika, Raga menegakkan tubuhnya. Ia mengintruksi teman-temannya untuk pergi dari kantin.
****
Sepulang sekolah, Mika membereskan alat tulisnya kedalam tas pink volkadot. Ia melirik Della yang juga sama sedang melakukan aktifitas sepertinya, Mika masih memikirkan apa yang direncakan cowok licik dengan wajah bak iblis itu? Mereka bilang Raga tampan. Memang, tetapi sepertinya ketampanan Raga kalah dengan sikap iblisnya itu.
"Lo yakin terima tawaran Raga? Kalau lo nggak sanggup. Gue bisa bilang baik-baik sama Raga sekarang." Della bersuara setelah selesai membereskan alat tulisnya.
Sembari menggendong tasnya, Mika tersenyum menatap Della. Ia menganggukkan kepalanya.
"Tenang aja Del, aku jago kok ngadepin cowok." Jawab Mika diselai nada candaan.
Della berdecak seraya memutar bola matanya, "Gue temenin aja ya Mik? Gue khawatir banget." Walaupun baru kenal beberapa jam yang lalu, Della nyaman berteman dengan Mika. Gadis itu sangat humble
Lagi-lagi Mika hanya menampakkan senyumnya, niatnya bukan semata-mata hanya mencaci Raga. Ia sendiri juga tidak semata mencari perhatian cowok itu, tetapi sesuatu yang membuatnya tertarik untuk masuk kedalam kehidupan Raga.
Seolah Mija mendapat bisikan agar merubah sosok iblis Raga menjadi sosok Malaikat penolong, iya. Mika harus bisa, entah dengan cara apapun.
"Aku nggak papa, udah deh kamu tenang aja. Nanti kalau aku udah sampe rumah bakalan aku kabarin," ucap Mika.
Ada sedikit keraguan dihati Della, karena bagaimanapun Mika itu perempuan. Kemungkinannya sangat kecil untuk bisa melawan Cowok sesarkas Raga, cowok yang terkenal tidak suka diusik dan biang masalah itu. Namun perlahan keraguan itu memudar saat menatap bola mata cokelat milik Mika yang seakan-akan memberikan keyakinan bahwa gadis itu akan baik-baik saja.
Perlahan Della mengangguk, walaupun anggukkan sangat jelas jika masih ragu.
"Udah yuk keluar," ajak Mika.
Kedua gadis itu keluar kelas menyusuri lorong. Mereka berpisah dikoridor kelas 10, karena Mika yang harus kelapangan basket dan juga Della yang harus keluar gerbang.
Mika dengan mantap melangkah menuju Lapangan, sesampainya dilapangan. Sudah terlihat jelas Raga yang menunggu dengan seragam yang urak-urakan, Mika hanya tersenyum tipis. Dalam hati ia terus menyemangati dirinya sendiri, ia harus bisa.
Kini, kedua insan tersebut sudah berada ditengah lapangan besar yang sunyi ini. Semua murid dan beberapa guru sudah pulang, hanya ada petugas sekolah yang sedang membersihkan halaman.
Kepala Mika mendongak, menatap Raga yang jauh lebih tinggi darinya. Ia memandang lekat mata tajam milik Raga, bola matanya berwarna biru. Apa cowok ini blasteran?
"Jadi? Ngapain kamu nyuruh aku kesini?" Tanya Mika pada intinya.
Alis Raga terangkat, ia terkekeh sinis. "Berani juga lo ternyata."
Mika mengernyitkan keningnya, "kamu pikir aku lemah? Ini buktinya aku dateng. Temuin kamu."
Raga mengangguk-anggukkan kepalanya, ia melipat tangannya didepan dada. Menatap gadis mungil berkuncir kuda dihadapannya ini.
"Lo cantik juga." Celetuk Raga tiba-tiba.
Mika terdiam, ia tertegun dengan ucapan yang keluar dari mulut Raga.
"Lebih cantik lagi kalau lo mau jadi cewek gue," Raga menyambung ucapannya.
Mata Mika membulat, ia berkacak pinggang. Menatap tajam Raga, gadis itu terlihat marah. Yang seharusnya membuat Raga marah, tapi gadis itu malah membuat Raga geli setengah mati. Karena ekspresi gadis itu begitu lucu.
Tetapi Raga tetap memasang wajah angkuhnya, seolah tak peduli dengan gadis itu.
"Maksud kamu apa?" Nada suara Mika naik satu oktaf.
"Lo harus jadi pacar gue!" Ujar Raga tidak ingin dibantah.
Napas Mika memburu, ia sedikit terbawa emosi. Raga menyuruhnya kelapangan dalam keadaan sepi, hanya untuk menyatakan perasaan? Menjijikan sekali.
"Kamu suka sama aku? Nggak heran sih. Tapi masa bisa sih, cowok tengil kaya kamu suka sama aku?" Ucap Mika dengan nada angkuhnya, Senyum sinis terukir dibibir tipis Mika.
Raga tersenyum smirk, ia memasukkan satu tangannya kedalam saku celana. "Pacar sekaligus babu."
Senyum Mika memudar, ia membelalakan matanya tak percaya. Bisa reply? Pacar sekaligus babu?
"Ogah banget! Gamau aku." Tolak Mika mentah-mentah.
"Yakin nggak mau?" Tanya Raga, ia mulai mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Laku memperlihatkan sebuah foto yang hampir saja membuat Mika menyakar wajah cowok itu.
"Kalo lo nggak mau, gue bisa sebarin fot-
"Iya! Aku mau jadi pacar kamu."
"Plus babu," ralat Raga.
Mika berdecak, "aku mau jadi pacar sekaligus babu kamu Raha dirgantara!"
Raga tersenyum puas, kemudian ia menepuk pelan kepala Mika.
"Thank you BABU!"
*****
#authornote
Halo manteman! Love you wkwk
Jangan lupa vote dan coment ya.
Aku belum munculin keluarga mereka ya, nanti dulu lah. Santuy:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Street Leader✔
Ficção AdolescenteRaga Dirgantara, Ketua geng Adventure. Cowok galak yang suka menindas. Setiap hari kebiasaannya hanya nongkrong. Merokok, membolos. Namun dibalik itu semua. Raga punya dendam yang mendalam. Dendam pada seseorang yang telah membunuh ibunya beberapa t...