PENA TINTA CELUP

23 4 0
                                    

“eh, siapa yang suruh keluar?” Tanya nya garang. Sejenak suara hening dan gugup sekujur tubuh.

“saya kira dah siap kak, kan kata sambutannya dah siap, orang juga dah bubar” bantahku

“Saya, saya, siapa nama kamu ?”

“Syifa zila ahmed, dipanggil Sizi” jawabku

“Kalian kalo belum ada instruksi pulang, jangan pergi dulu, apalagi ga pamit kaya dia. Kakak tau mungkin kalian ada urusan lain. kalian suntuk setelah selama 5 hari pulang senja. Tapi sebagai jurnalis kita harus setia kawan dan menjaga etika. Ngerti ? “  Dia menasehati aku dan semua orang yang ada di aula. 
Aku hanya menunduk.
Setelah semua orang bubar. Tersisa kakak kelas itu, aku membulatkan tekad untuk meminta maaf.
“Maafin saya ya kak!” sambil merasa bersalah

“iya, jangan diulang lagi ya”

Aku menatapnya dengan senyum yang tipis. Jantung ku rasanya dag dig sur. Aku berusaha mengendalikan gugup di depannya. “Sebagai penebus salah, bantuin kakak buat beresin aula ya”
Dahiku mengerut 0,1 cm, senyum tipis tadi berubah menjadi senyum kaku yang penuh kecut. “kalo ga mau ya gapa. Pulang aja. Adek udah dijemput kan ?” sahutnya

“eh, gapapa kak, lagipula saya anak indie kok”

“Indie?”

“Maksudnya indie kos?”

Dia senyum meringis mendengar pernyataan itu. Dia tampak rajin sekali, sambil menyusun bangku di aula. Aku juga menyusunnya. Hanya kami berdua.
“Anggota kakak yang lain kemana?” tanyaku

“Mereka dah pada pulang”

“ih, kalo saya jadi kakak, sebagai ketua saya ga bakal biarin mereka pulang gitu aja, kan kita punya otoritas untuk itu”

“Otoritas ?” dia tertawa ramah. Ramah sekali tidak seperti dia yang ada di depan tadi.

“eh, salah ya kak?”

“Autoriter personality , saat ini mereka sedang melihat kakak sebagai pemimpin yang penuh wewenag ditangan. Padahal juga tidak. Semenjak kakak diangakat menjadi pimred, mereka kaya ga percaya. Akhirnya mereka semua jauhin kakak, mungkin mereka hanya bagian kerja lapangan aja baru mau turun tangan. Saat nyusun berita dan edit majalah sekarang, merekaga ada satupun yang peduli. Kakak juga ga tau penyebab nya apa?”  papar nya sembari menyusun meja meja aula. Suasana hening hanya terdengar mesin AC, menyisakan debu debu di lantai.

“kakak, udah berapa edisi sendiri?” tanyaku

“Sebenernya ga sendiri si, masih ada yang mau bantuin kakak. Kak Ola namanya, dia seangkatan sama kakak. Baik deh, dia punya visi yang sama, sama kakak. Bekerja sama, bersama pena menguasai dunia. Panggil bang aja ya. kalo kakak kaya bingung nanti”

“Iya bang”

“Jangan bilang siapa siapa ya dek. Waktu kakak lihat antusias kalian tadi, abang rasanya menemukan semangat yang teregenerasi saat sebelum kakak megang jabatan ini”

Akhirnya ruangan aula beres dan rapi. Kami pun meninggalkan ruangan berdua. Mentari sedang terik terik nya. Jam menunjukkan pukul 02.22
SMA ini masih ramai dengan organisasi dan ekskul basket.
Aku berjalan di belakangnya sambil memperhatikan para pemain basket yang badannya atletik banget. Terus aku lihat kedepan tubuhnya bungkuk. Tinggi tak terurus, rambut agak gondrong memakai sepatu kulit seperti sepatu kulit cover novel Tere liye yang berjudul Tentang kamu. “Eh” aku menunduk dan tertawa pelan. Sosok itu membalikkan badannya melihatku menahan tawa.

“Kenapa?” Tanya dia

“Itu sepatu siapa bang?”

“ini sepatu kakek saya, jangan dilihat bentuk nya. Tapi sejarahnya, kakek saya adalah penulis pertama disalah satu media cetak, waktu itu masih menggunakan pena celup tinta”

Aku semakin mengaguminya. Laki-laki dengan penuh diferensiasi dan prinsip yang penuh relasi dengan masa lalu. Aku hanya menggeleng melanjutkan berjalan dibelakangnya. Sambil mengejar langkahnya. Siang menuju sore itu semakin larut.

KULI TINTA SAJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang