KULI TINTA

33 4 2
                                    

Di atas sini aku melihat keseluruhan pemandangan kota. "WAGELAHSEH, METROPOLITE banget ni" teriak ku membentangkan tangan. Ia memetik gitar sambil memainkan lagu indie favorite aku. Aku sontak ikut bernyanyi "Sembiluuuu yang dulluuuuu biarlah berlaluuu, berkarya bersama hati, kitta ini insan bukan seekor kelinci" sahut nya "SAPII"

"Eh, iya map" jawabku.

Semua kota seperti berpihak pada kami berdua. Aku merasa lepas dan legaa sekalii. Bahagia yang tak terdefenisi. Akhirnya kami berhenti bermain dan bernyanyi, sudah lelah.

"Aku kira, orang seperti abang itu sukanya menulis, mengkrtik lihat berita dll, ternyata saya salah"

"kamu akan banyak melihat sisi kepribadian saya, apa yang saya lakukan tidak pernah terduga, saya mempelajari banyak hal untuk membahagiakan seseorang yang menurut saya pantas"

Aku sontak menatap dia, apa maksudnya berkata itu? Menurutku dia terkadang aneh. Apa yang aku duga tidak pernah terjadi. Hipotesa ku selalu dipatahkah lewat sikapnya yang tak terkira. Apa ini ?

"Eh ini rupanya, adek kelas kamu Alfah" sahut orang di belakang ku yang ternyata itu adalah Ibu Alfah

Aku langsung berdiri dan bersalaman dengan Ibunya.
"Maaf ya Tante, saya.."

"udah gapapa, Alfah tadi udah cerita kok, makan malam bareng tante yok" jawab Ibu Alfah sambil memotong pembicaraan ku.

Aku hanya menundukan kepala, karena aku merasa malu dengan sikap ku yang urakan ini.
"Udah gapapa, gausah malu tante juga dulu kaya gitu, waktu seumur kamu"

"iya tante"

Akhirnya aku ikut makan malam bersama keluarga Alfah. Hanya ada Ibunya. Aku melihat pemandangan rumahnya yang penuh dengan penghargaan dan tumpukan buku dan Koran yang tersusun rapi di lemari. Aku memakan dengan lahap dan penuh tanda Tanya.

Dimana ayahnya? Apakah mereka tinggal hanya berdua di rumah seluas ini? Apa sebenarnya yang terjadi, saat aku melihat suasana hatinya tidak ada yang salah. Jika aku melihat suasana rumahnya, rumah ini seperti melukiskan sejarah panjang berabad abad dan penuh misteri.
Setelah selesai makan, aku berniat untuk pulang ke kos. Bang Alfah juga sudah tidur. Terisisa aku dan Ibu Alfah. Sembari memakai kaus kaki Ibu Alfah mendekat ke tubuhku. Sambil membawa Koran memulai pembiacaraan

"lihat Koran ini nak!"

Aku melihatnya dan aku rasa ini hanya Koran biasa. Namun setelah aku baca, SEORANG KULI TINTA MENDEKAM DIPENJARA aku langsung membaca dan menatap ibu Alfah.

"Kuli tinta itu adalah Ayah Alfah, satu tahun yang lalu Ayah nya dinyatakn bersalah dimeja hijau, tulisannya dinilai menyinggung kedudukan pejabat saat itu. Sebagai penulis redaksi politik, tentu tugas seorang jurnalis adalah kritis bukan? Lalu apa salah? Jika ia menulis masalah dana yang lari entah kemana? Lalu apa salah jika ia mencantumkan bukti administrasi kemana uang rakyat itu belrari?"

Aku mendengar cerita ibu Alfah yang menahan tangis dan sesak di relung hatinya. Aku menyimak dengan penuh konsentrasi Ibu Alfah melanjutkan

"Tujuan ia menulis itu, bukan untuk merendahkan, apalagi menjatuhkan. Ia hanya megevalusai terhadap kinerja pemerintah itu saja, agar pemerintah lebih berhati hati dan teliti"
Tangis nya pecah sambil memelukku. Sambil tersedu ia melanjutkan ceritanya

"setelah kejadian itu, Alfah mengalami gangguan mental. Terkadang ia terlalu kritis terhadap seseorang dan suatu hal, sampai tidak ada orang yang ingin berteman dengan dia. Omongannya kasar kadangkala ia temperamental. Setelah itu adiknya perempuan sebayamu terbunuh saat ia pulang sekolah. Ibu menduga jika ia dibunuh oleh komplotan pejabat itu. Adiknya adalah seorang jurnalis muda yang baru memulai karirnya sejak SMP"

Aku semakin tertekan dan terharu mendengar cerita Ibu Alfah, aku ga pernah nyangka sosok yang ramah dan penuh kelembutan padaku itu. Sementara waktu berubah menjadi besi yang terkarat oleh air. Bagaiamana tidak? Ayahnya kini mendekam di Penjara. Adiknya tewas terbunuh dengan tragisnya. Ku kira hidupnya penuh damai dan aman.

"Tapi, ibu kaget saat ia pulang sekolah tadi. Ibu seperti melihat sosoknya kembali dan ternyata Karena kamu, terus ibu suruh dia buat ajak kamu main ke rumah. Ditambah kamu katanya nge kos kan? "

"iya bu, saya nge kos"

" Ibu berharap kamu adalah sosok yang dapat membawa perubahan untuk dia, agar ia tak berlarut dalam kesedihannya. Agar suatu saat ia mau melanjutkan pendidkannya ke hukum dan membantu membebaskan ayahnya" Pesan Ibu Alfah kepadaku.

"Iya Tante" Jawabku.

Rupanya selama satu hari yang penuh misteri ini terbongkar lewat satu sesi. Tak memakai abad untuk memecahkan akar masalah ini. Ternyata Allah punya rencana luar biasa dibalik pertemuan ku dengan dia. Sangat singkat dan penuh rasa teka teki. Masih ada misteri yang harus terjawab.

KULI TINTA SAJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang