Please Say Something, Even Though It Is A Lie

3.1K 624 133
                                    

Play mulmednya sayangg🙆

💙💚💛

Ara melangkahkan kakinya dengan kepala yang berkedut pening, ia merasa terus terperangkap dalam kubangan depresi yang terkadang akan mengirimkan rasa sakit pada kepalanya.

Dengan sekuat tenaga Ara mencoba terus menahan rasa sakit yang mendera kepala dan bahkan seluruh tubuhnya, bagaimapun ia harus benar-benar menemukan Seungwoo dan Dongpyo disini, di Australia.

Dering ponsel tak henti berbunyi, membuat Ara terpaksa harus mematikan ponselnya karena ia tak mau merespon Byungchan yang kini diyakini bahwa lelaki itu tengah mencemaskan Ara yang tiba-tiba saja menghilang.

Ara lebih memilih untuk terus berjalan melalui koridor rumah sakit yang dipenuhi orang-orang, melewatinya hingga tiba di kamar dengan no kamar yang tertulis jelas pada kertas yang ada dalam genggamannya.

Ara merasakan jantungnya berdegup sesaat saat pintu terbuka dan kedua netranya dapat melihat dengan jelas seseorang yang terbaring di atas bangsal dengan alat-alat mengerikan yang menempel pada setiap tubuhnya.

Namun saat ia mendekat, menghampiri seseorang yang tengah terbaring disana, Ara lantas buru-buru melihat kembali kertas yang ada dalam genggamannya, karena yang ia temukan bukanlah Seungwoo, melainkan seorang lelaki paruh baya dengan warna putih yang mendominasi warna rambutnya.

"Kak Seungwoo, kamu dimanaa..." Lirihnya gelisah, ia tercekat saat menyadari tak ada Seungwoo disini.

Perlahan Ara meninggalkan kamar sunyi itu, namun langkahnya terpaksa berhenti saat tangannya merasakan desiran hangat dari jemari lelaki paruh baya itu yang tiba-tiba bergerak.

Jantungnya seketika turun, meluruh hingga tiba di rongga perut saat kehangatan yang belum pernah Ara rasakan merambat pada sel kulitnya.

Kedua mata lelaki itu perlahan terbuka, lantas berusaha menatap Ara yang tengah terhenyak dalam kesadarannya.

Suara paraunya berusaha dikeluarkan bersamaan dengan raut muka yang tak dapat Ara artikan maksudnya, tangan gemetarnya tiba-tiba menggenggam erat tangan Ara.

"C-ch..."

"Saya panggil dokter dulu ya pak." Ucap Ara sambil meraih bel darurat, namun ia mengurungkan niatnya karena lelaki itu buru-buru menggelengkan kepalanya.

"Ch-choi Nara..." Lirihnya dengan suara yang kelewat serak.

"Ma-maksud bapak?" Tanya Ara dengan kedua mata yang membulat dengan sempurna.

"K-kamu Choi Na-nara??"

"Maaf pak, sepertinya bapak salah orang. Dan lagipula saya juga salah masuk kamar." Jelas Ara seraya berusaha melepaskan tangan lelaki itu yang terus menggenggam tangan Ara.

Lelaki itu menggeleng kembali dengan lemas. "B-byungchan ma-manaa?"

Seketika Ara merasakan dadanya dihimpit benda tajam dengan sangat kuat, kerongkongannya tercekat, dadanya begitu nyeri saat mendengar kalimat yang diucapkan selanjutnya oleh lelaki itu. "Adiknya Byu-byungchan? Mana??"

Ara memijit pelipisnya, rasa mual dalam perutnya terasa menusuk-nusuk. Sepasang iris coklatnya memanas ketika menyadari bahwa semua ucapan lelaki itu adalah menanyakan ibunya, kakaknya bahkan dirinya sendiri.

"Maksud bapak apa? Choi Nara? Choi Byungchan?" Ara menjeda kalimatnya saat menarik napas dengan dalam. "Dan adiknya Byungchan?"

"Ka-kamu bukan Nara!" Lelaki itu lantas terlihat gelisah. "Ta-tapi mata kamu, mata kamu punya Nara." Lanjutnya seraya memandang lekat kedua bola mata milik Ara.

[1] Time Control | Han Seungwoo✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang