Satu

8 0 0
                                    

Ketika membuka kacamata dan earphonenya.

Terdengar jelas keluh kesah penumpang busway serta makhluk penggoda yang berada di antara mereka. Suara itu semakin berisik untuk di dengar. Dan para makhluk tak kasat mata membuat Zela jengah. Rasanya ingin melempari rudal, supaya tak menggoda para insan yang di landa kebimbangan. Akhirnya, Zela menyerah memakai lagi earphone dan kacamatanya. Agar ia tak mendengar keluh kesah para penumpang dan juga melihat secara nyata para makhluk dari alam lain. Begitulah kehidupan Zela Syinjin selama delapan belas tahun. Ia tak seperti manusia pada umumnya. Entah. Semua yang ia miliki anugrah atau musibah. Dan, haruskah disyukuri atau dirutuki.

Busway berhenti di halte ZJ. Semua penumpang tumpah ruah. Berlarian kepenjuru arah. Memang halte ini terletak di pusat kota.

"Terima kasih pak. Hati-hati di jalan. Kalau ngantuk istirahat saja. Jangan mikirin yang aneh-aneh, ingat keluaraga di rumah" pesan Zela. Penumpang yang menurut sang sopir aneh. Seperti orang buta. Memakai kacamata hitam. Sebenarnya itu pesan tersirat, karena ia melihat makhluk tak kasat mata merayu dan mendengar pikiran sang sopir itu sedang kalut dengan kecamuk ekonominya.

"Ck! Apaan sih gue? Gak usahlah ikut-ikutan masalah orang. Sejak kapan gue peduli dengan pikiran mereka. Bodo amatlah. Huwah! menyebalkan" gerutunya sembari berjalan kesalah satu perusahaan untuk menjalani interview.

"Helo! Selamat datang di rumah kami. Kami menyabut kalian dengan suka hati. hihihi" suara itu terdengar sangat jelas pun dengan penampakannya. Zela mengedarkan pandangannya, dan melihat makhluk-makhluk yang seharusnya orang normal tak lihat. Ia geleng-geleng dengan jumlah mereka. Sangat. Banyak.

"Perusahaan ini makin hari banyak yang bunuh diri. Ih Nyebelin banget" ucap salah satu pekerja wanita berjalan melewati ruang tunggu itu.

"Iya ih gue makin serem kalau di suruh lembur sama si bos" sahut Nike. Iya wanita ramput setengah bahu itu bernama Nike. Terlihat dari id cardnya. Zela mengabaikan keluh kesah yang ada di benak mereka. Tapi satu keluh kesah benak seseorang yang menurutnya menarik untuk di dengarkan.

"Sebenarnya gue ingin resign. Gak sanggup dengan bos sewena-wena seperti dia. Sumpah demi batagor depan kantor, gue ingin nyatet tuh bos menyebalkan. Gila! Gue udah capek-capek dalam seminggu dan hasilnya? di hargai kagak. Diocehin iya. Dasar! Itu mulut laki apa cewek?"

Zela tersenyum mendengarnya. Ah! Ini tindakan dosa, seperti menguping pembicaraan orang yang sangat rahasia. Tapi harus bagaimana? Ini, memang salah satu keanehan dirinya. Sesekali ia memang iseng mendengarkan keluh kesah seseorang dan penasaran dengan aktivitas makhluk penggoda itu. Butuh waktu lama untuk memberanikan diri melihat alam sekitarnya.

"Zela Syinjin"

Tak terasa gilirannya. Ia mengamati orang yang senasib dengannya. Sudut bibirnya di sunggingkan ketika mendengar salah satu pikiran mereka. "Lucu sekali dia, apa calon bosnya sebrengsek itu? apa katanya tadi? 'Hanya cewek cantik seperti gue yang bisa bekerja di sini. Kan dia tertarik hanya dengan wanita sexy dan cantik'. Mustahil" Batin Zela sambil melangkah menuju ruang panas.

Ia menarik nafas. Dalam hati tak boleh gagal lagi. Sudah berapa kali ia ditolak gara-gara para makhluk yang tak diundang menggodanya, hingga ia tak sadar menimpali ocehan tak penting itu. Efeknya, penginterview berpikir gadis ini gila. Memang, selama ini ia sulit mengendalikan emosinya. Ketika di goda para makhluk tak kasat mata yang selalu hilir-mudik di depannya.

"Silakan kenalkan diri" suruh seorang Lelaki tanpa ekspresi bahkan pandangannya terlihat angkuh sekali. Rasanya Zela ingin menonjok wajah lelaki itu.

ABNORMAL Where stories live. Discover now