2010--kalau tidak salah (mohon maaf aku lupa tepatnya, huhu).
Adikku terbiasa menyetel alarm tepat pukul lima, dan aku terbiasa terbangun ketika dia tidak bangun. Yah, dia bangun pun hanya untuk mematikan alarm kemudian tidur lagi. 😢
Pagi ini ada yang berbeda dibanding pagi-pagi sebelumnya. Aku terbangun mendengar alarm dengan perasaan gelisah.
Benar saja, ketika aku membuka mata, ternyata lampu kamar mati dan telepon genggam adikku yang berisik entah kenapa menambah suasana menjadi makin mencekam. Lampu gawainya yang mati-hidup-mati sesuai nada alarm ... memberikan efek disko yang tidak menenangkan.
Mataku awas, melihat keadaan di sekitar kamarku. Di ujung kakiku, lampu jalan samar-samar menyorot dari jendela. Dan di pojokan yang sama... ada sesosok anak kecil dengan ikatan di kepalanya. Iya, dedek poci.
Lampu dan alarm dari gawai adikku, dengan penuh kebangsatannya, menyala dan bersuara penuh irama. Aku melirik jam dinding yang berada tepat di atasku, nampak samar, kulihat jam itu menunjuk angka tiga.
Panik, aku menutup seluruh tubuhku dengan selimut.
Lampu dan alarm gawai masih berisik. Aku masih panik. Akhirnya kucubit (bahkan kucakar) tangan adikku agar dia bangun. Alasanku: "dek, matiin alarmnya, berisik."
Namun dia tak jua terbangun, aku melek sendirian 😭
Kulihat sedikit ke arah pojok di ujung kakiku. Alamak, pocinya makin lama makin tinggi sampai ke plafon rumah 😭
***
Paginya, aku memarahi adikku karena memasang alarm pukul tiga, tapi dia tidak terbangun sama sekali. Eh, malah dia menegaskan kalau ... alarm selalu dia pasang tepat pukul lima.
Ya aku bisa apa kalau dia begitu ceritanya ...

KAMU SEDANG MEMBACA
The Unseen
HororBukan novel horor, hanya potongan kisahku yang bisa merasakan kehadiran "mereka". Anggap saja, cerita di dalam sini hanyalah absensi untuk mereka yang pernah kutemui. Aku tidak pintar menceritakan ulang kisah-kisah horor, tapi ini, kisah nyataku. ©2...