PROLOG💚

58 19 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...
Pastikan sebelum membaca Prolog, Reader sudah membaca deskripsi story' yah. Hehe Syukron 🌸.
Selamat membaca😊.

_

_________
Kelap-kelip, Buram. Menyerap ke syaraf mata kemudian gelap. Kosong, tanpa melihat apapun.

" Ummi... " Asilah, mulai kehilangan penglihatannya.

Namun Mila yang sedang duduk di sofa, mulai bangkit dan terkejut. Melihat Asilah yang sudah siuman dari komanya.

" Umi disini dek. " Mila meraih tangan Asilah yang asyik meraba ke depannya.

" Kenapa sangat gelap sekali Mi ?

" Kepala Adek pusing Mi, kaki Adek tidak bisa digerakkan. " Asilah menjelaskan satu per satu apa yang dia rasakan.

Mendengar semua keluhan Asilah, Mila kalang kabut melihat putri bungsunya merasakan sesakit itu.

****

" Dok, adik saya sudah siuman. " Teriak Yudi, berlari mendekati ruang dokter.

Tergesa-gesa, langkah demi langkah.  Seorang lelaki berjas putih, berkaca mata tebal, menghampirinya dengan stetoskop yang melilit di lehernya.

" Baik Yudi, ayok. " Rudi, dokter umum yang  menangani keluhan Asilah. Melangkah cepat mendekati Yudi ke arah ruangan Asilah.

****

Dengan sigap kenop pintu langsung diraih Yudi, Panik. Itulah yang dirasakan oleh Yudi saat itu.

Mila yang terus menenangkan putrinya harus pura-pura kuat dalam kondisi itu.

" Asilah, umi disini dek. " Ucap Mila, kesekian kalinya. Mendaratkan tangan Asilah kepipinya, dan tersenyum kuat.

" Tenanglah, umi disini. " Mila menguatkan diri untuk bisa menenangkan putrinya.

" Ibu Mila, sementara waktu ibu diluar dulu. Biar saya memeriksa Asilah dulu. " Dokter Rudi, mengambil senter kecil kemudian mengarahkannya ke mata Asilah.

" Ayo, Ummi. " Yudi, menopang bahu uminya keluar ruangan.

" Ummi, Asilah takut. Gelap, Ummi dimana? " Teriak Asilah, merengek datar.

" Dek Asilah, Dokter periksa dulu yah. " Tegas Rudi,meminta Asilah untuk tenang.

Terdengar dari luar ruang yang luas itu terasa sempit, ketika mengetahui putri bungsunya mengalami luka begitu parah. Rasa sakit yang dirasakan Asilah seakan ikut menyebar kedalam rusuk uminya, Mila.

Suara adzan ashar sudah berkumandang, menandakan waktu mendekati pukul 16:00 WIB.

" Ummi, kita cari musholla dulu. Waktu sholat ashar, telah tiba." Yudi meneliti pandangan ibunya yang sayu.

Namun Mila hanya mengikuti langkah putra sulungnya, saat ini sedang mengabdi disalah satu pondok tempatnya menuntut ilmu.

Keresahan itu bersambung disaat mengetahui Umar, Suaminya Mila masih belum juga siuman. Kekuatan Mila seakan bertumpu pada satu keluasan yaitu Do'a.

Ya Allah, Rabbi...
Hamba mencintai-Mu tanpa kata tapi.
Hamba mencintai-Mu tanpa kata nanti.
Hamba mencintai-Mu tanpa kata sepi.
Kekuatanku ada pada kecintaan-Mu kepada hamba-Mu, Al-Wadud.

Ketentuan-Mu kokoh tanpa guncangan,
Kehendak-Mu kuat tanpa hambatan,
Takdir-Mu tetap tanpa haluan,
Kuatkan hamba-Mu.
Aamiin...

Segumpal penyesalan tertanam dipikiran Yudi, tidak seharusnya ia memaksakan kehendak untuk berlibur menghilangkan lelah suasana pondok untuk pergi ke Bogor.

Flashback.

" Assalamu'alaikum Abi, Umi. " Yudi, salam yang mendahului langkah dengan senyum.

" Waalaaikumussalam di, bagaimana kabar mu Nang? " Umar, membaca kitabnya sore itu.

Nang adalah keseluruhan dari kata Lanang. Bahasa Jawa yang berarti anak laki-laki.

" Alhamdulillah'alaa kulli hal, Apik Bi. " Yudi meletakkan tas ranselnya ke sofa.

" Bagaimana agenda mengabdimu di Pondok Nang? " Umar, menghentikan bahan bacaannya.

" Wa syukurillah 'alaa kulli hal, lancar Bi. " Jawab Yudi singkat.

" Umi dimana Bi ? " Lanjut Yudi, yang sedari ia sampai tidak melihat uminya.

" Di taman, menemani Asilah siram bunga mataharinya. Semenjak Yadi melanjutkan kuliahnya kesekolah kedinasan, Umi yang temani Asilah main di Taman. " Jelas Umar, berdiri menyaksikan putri bungsunya bermain di taman bunga matahari.

***

" Ummi, sepertinya Mas Yudi udah pulang. " Asilah yang menghentikan mainannya.

" Oh yah, ayo kita kedalam. " Ucap Mila yang meraih tangan Asilah.

Kegirangan itu dirasakan Asilah, disaat teman bermainnya akan berganti haluan. Langkahnya seiras menyambut kedatangan masnya yang pulang dari pondoknya.

" Assalamu'alaikum, mas kembar. " Ucap Asilah menggoda. Tangannya meraih tangan Yudi untuk Salim, menyambut kedatangan masnya.

" Waalaaikumussalam, Adek bungsu. " sahut Yudi membalas Salim adik bungsunya.

" Mas Yudi atau Yadi? " tanya Asilah iseng, polos.

Mendengar pertanyaan itu Yudi langsung memasang kopiahnya dan melilit sorbannya ke lehernya, menyerupai dirinya di Pondok.

" Coba terka! " Ucap Yudi, siaga.

" Mas Yadi yah ? " Tebak Asilah, menyalahi pengenalannya terhadap masnya.

Karena dia tahu betul apabila yang datang adalah laki-laki bersarung, berkopiah dan bersorban itu adalah mas sulungnya, Yudi. Apabila yang datang adalah laki-laki berpakaian rapi, berseragam biru dan bertopi itu adalah mas sulungnya, Yadi.

" Argh, Kok mas Yadi sih? " Gerutu Yudi kepada adiknya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

" Mana sarungnya mas? " Tanya Asilah, membuat seisi rumah gelak berisik.

" Oh iya, lupa. Pantesan saja bilangnya mas Yadi, ternyata sarungnya kelupaan." Jawab Yudi menggendong Asilah.

Seisi rumah semakin tergelak melihat putri kecil itu bersifat dengan polosnya.

" Abi, liburan kali ini kita ke Bogor yah. Yadi  tidak usah ikut. " Pinta Yudi, menurunkan Asilah.

" Jangan, kita tunggu Yadi pulang dulu. Umi gak mau nanti Yadi gaenak hati. " Mila, melerai keinginan Yudi.

" Kan, Yadi juga baru liburan Ummi ke Jakarta Pusat. Sekali ini aja Ummi, yah Abi. " Pinta Yudi, meng-ibahkan iya kepada abinya.

" Iya,kita akan berangkat besok lusa. " Umar menyetujui permintaan Yudi.

" Kita ke Bogor, Bi? " Iseng Asilah memastikan.

" Yeeee.... Ke puncak Cibodas yah Bi. " Pinta Asilah kegirangan.

" Iya, Asilah. " Jawab Umar yang menepatkan matanya ke satu tuju, mata Asilah. 

Melihat itu Asilah senang bukan main, karena tidak mudah untuk mengatur waktu berlibur dengan ayahnya. Umar yang sangat sibuk dengan dakwah sebagai kebutuhan umat, membuat waktu kesediaan Umar sangat berharga.

End

***

Bismillahirrahmanirrahim...
"Terkadang Allah menyempitkan supaya kita tak hanyut dalam kesenangan. Terkadang Allah melapangkan supaya kita tak selalu di pagut kesempitan. Terkadang Allah melepaskan kita dari ke dua-duanya supaya tidak bergantung kepada sesuatu selain Allah"

Be continue...

Dear AsilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang