5💚

5 2 0
                                    

"Di, akhir-akhir ini gue lihat lo sering begadang. Ngapain sih?" Tanya Tesus yang sedang merapikan bed tidurnya.

"Kan, aku lagi kerjain laporan Sus."Respon Yadi, menanggapi.

"Loh, bukannya udah siap yah? Kan terakhir gue lihat tinggal penutup." Telisik Tesus dengan heran.

Semingguan terakhir Yudi sering bermimpi tentang Abinya. Takut, barangkali. Namun arti dari mimpi itu tidak ia maknai pasti, karena semenjak kecil ia hanya mimpi itu adalah bunga tidur.

Anak kecil yang lupa cuci kaki, gosok gigi, wudhu, kibas-kibas tempat tidur dan baca do'a sebelum tdur. Sehingga menghadirkan hal-hal aneh dalam tidur dan disebutlah itu sebagai bunga tidur. Jelas Umminya, Mila. Yang sejak kecil mendidik putra-putrinya dalam lingkar dunia imajinasi adalah halusinasi.

"Di, gue ngomong malah gak direspon. Melamun lagi, mikirin apa sih?" Kejut Tesus, kesal melihat tingkah sahabatnya yang tidak seperti biasanya.

"Kalau lagi ada masalah, cerita sama gue Di. Telinga gue ada kok nih buat ngedengar setiap apa yang lu pikirin." Jawab Tesus, seusai mengibas-ngibas bednya.

"Gue mandi dulu yah." Sambung Tesus, menarik handuknya yang bertengger di hanger.

Yudi dengan gesit mengais-ngais nakas loker pribadinya, yang disetiap asrama yang ditempatinya itu memiliki nakas loker pribadi sebagai bentuk privasi dari setiap orang yang menempati asrama tersebut.

Satu per satu botol putih berbentuk tabung kecil yang bercoret² "anti nyeri, antibiotik, anti denyut" yang Yudi tulisan sebagai pengingat untuknya ketika sedang memerlukan botol tersebut dengan darurat.

"Di, itu apa?" Tanya Tesus, ketika melihat Yudi memasukkan 1 kapsul putih ke mulutnya.

"Lu minum apaan itu?" Lanjut Tesus dan menghampiri botol putih yang ada di Nakas Yadi.

Terkejut melihat tumpukan botol tabung putih Yadi, karena yang ia ketahui setiap anak yang masuk sekolah tinggi kedinasan pasti terjamin kesehatannya dan tanpa ada riwayat sakit parah.

Satu per satu Tesus baca tulisan yang ada didinding botol tabung kecil tersebut.

"Tesus, kamu kenapa sih? Ini privasi aku." Ketus Yadi sambil merampas botol yang ada digenggam Tesus.

"Heeeh...Di, Lo tau yah. Kamar ini privasi setiap individual, siapapun yang berada didalamnya adalah termasuk privasinya juga." Jawab Tesus, mengalungkan handuknya ke leher.

"Hem, nggak. Santai aja deh, Sus. Itu cuman obat suplemen vitamin, penambah daya tahan tubuh." Elak Yadi dengan setiap tulisan yang hampir dibaca oleh Tesus.

"Tapi itu banyak banget,Di. Lo seakan lagi koleksi botol obat putih begituan. Daya tahan tubuh? Ada yang alami kok, Di. Itu obat yang mengandung kimia, bahaya. Efek sampingnya yah gak terasa sekarang di tapi..." Jelas Tesus, sambil memisahkan satu sashet  samponya yang ketinggalan untuk mandi.

Ctekkk
Suara pintu kamar mandi tertutup yang senonoh membuat Tesus berhenti bercengkrama, Terdiam.

***

"Amah, hari ini kita jadi ke panti asuhan kan?" Jelas Alif kepada Asimah.

"Iya dong, ini amah lagi kumpulin  baju layak pakai untuk disumbangkan ke panti. Bantu amah dong..." Ucap Asimah sambil merapikan serpihan kain setiap helainya.

"Alif gabisa mah, kan Alif masih kecil. " Jawab Alif dan menyodorkan baju yang lainnya kepada Asimah.

"Eh, terimakasih. Nih kan Alif udah bantu Amah, duduk sini sayang. Sebentar lagi siap, kita berangkat. Oke?" Ucap Asimah sambil melihat tas yang udah tersandang di bahu Alif.

"Oke Amah" bijak Alif dan melepaskan tas sandangnya.

"Udah gak sabar yah ketemu teman-teman banyak. Disana ramai nggak?"

"Alif sabar Amah, kata bunda gak boleh tergesa-gesa. Ramai Amah, ada bang Andri, kak Amira, Aura, Adilah, bang Amir, bang Hadi, pokoknya banyak mah." Jawab Alif, bersemangat.

"Dipanti juga banyak mainan Mah, ada seluncuran, jungkat-jungkit, teropong luncur, gulali, ada juga taman bunganya mah." Lanjut Alif sambil melihat Asimah menyandang tas dibahunya.

"Oh yah? Seru. Yok kita berangkat." Sambil meraih kotak yang berisi baju bekas yang ingin di sumbangkan.

"Berat Amah?"

"Tidak, Amah kuat. Maaf yah, Amah gabisa gandeng tangan Alif."

"Tak apa Amah, Alif bisa."

Alif berada pada fase yang menandakan tahap peniruan anak kecil dengan apa yang ia lihat dan ia amati, selain itu tahap pengenalan sesama, tahap mulai membentuk kepribadian anak, serta tahap memberi berbagai wawasan pendukung untuk pikiran yang selalu ingin tahunya tinggi.

***

"Assalamu'alaikum Asilah." Kenop pintu ruangan sepi yang disambar dengan salam Yadi yang seusai dari rumah.

"Waa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakhtu, mamas. Mas tulang kaki Asilah udah kuat loh, lihat nih." Ucap Asilah, girang. Perlahan ia ayunkan kaki mungilnya ke bawah bed tidurnya.

"Asilah, bakalan bisa pulang. Kan mas?" Lanjut Asilah, seketika merubah mimik wajah Yadi.

"Iya dong." Jawab Yadi mendukung sumringah senyum adiknya.

"Yeeay, pulang. Oiya ini tanggal berapa mas?" Tanya Asilah dengan sesuatu hal yang mengganjal dipikirannya.

"17 Maret" jawab Yadi, Singkat.

"Eh, pasti mamas Yudi udah kirim surat buat Asilah mas. Mas_"

"Nih suratnya dek, tadi mas Yadi baru pulang  ke rumah." Ucap Yadi, ketus sambil memberikan amplop surat yang di maksud Asilah.

Seketika tangan Asilah meraba dengan semangat, "Dimana mas?" Ucap Asilah dengan tangan yang terus meraih arah suratnya namun tak jua dia dapat.

"Mas, Asilah gak ketemu suratnya dimana. Kan Asilah gak bisa lihat." Ucap Asilah memelas kepada kakaknya Yadi.

Mendengar ucapan itu, seketika pikiran kacaunya, hati gelisahnya, merasa terhempas dengan egonya yang dimakan oleh keadaan. Percikan api cemburu Yadi mulai terasa dengan jelas dengan adiknya Asilah yang memberi perhatian lebih kepada kembarannya.

"Mas...Mas...Mas..." Panggil Asilah kesekian kali.

"Suratnya dimana? Asilah pengen tahu, Mas Yudi nulis apa." Tangan Asilah terus meraba disekitarnya.

Namun Yadi udah teramat asyik dengan lamunannya yang huru hara.

Mila yang masuk ruangan melihat dan mendengar Asilah terus meraba-raba mencari suratnya. Tetapi, Mila melihat Yadi tidak meladeni adiknya yang membutuhkan bantuan dengan ia yang tidak bisa melihat.

"Yadi, itu adik kamu minta suratnya." Ucap Mila yang melihat putranya mengabaikan adiknya.

"Ini suratnya." Ketus Yadi mengarahkan suratnya jelas menyentuh tangan Asilah dan berlalu pergi keluar dari ruangan.

"Mas..."Kejut Asilah.

Melihat tindakan putranya seakan ada yang janggal, tidak biasanya.

"Sini ibu baca yah, nak" Sambung Mila memahami kebutuhan putrinya.

"Mamas Yadi kenapa mi?" Tanya Asilah, murung.

End ind Eng~
Hehe.

Barakallahu Fiikum,
Malam yang penuh berkah.
Semoga amal ibadah kita memperoleh keberkahan dariNya. Aamiin ya mujibassailin...
30 Ramadhan 1441H

Berakhir bukan berarti berpisah, Istiqomah menghargai setiap pertemuan.

Part 6, Update 🥳.

Jangan lupa divote yah, hehe coment juga yakk😉😉.

Dear AsilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang