Gerak-gerik Asilah mulai tidak nyaman dengan suasana di Rumah sakit. Kelihatan dari baringnya yang tidak tenang. Sering sekali kakinya menggelantung turun kebawah bed tidurnya. Berkali-kali diperbaiki namun ia enggan bersuara. Mila yang melihat tingkah putrinya merasa risau dan gelisah.
"Asilah..." Panggil uminya sesekali dan memberhentikan kakinya untuk diam diatas bed tidur.
"Tidak Ummi, Asilah hanya ingin memastikan apakah ada orang didekat Asilah." Jawabnya tersenyum yang begitu mengharukan.
"Ummi disini,nak." Jawab Mila kemudian mengecup kening putrinya.
"Kakinya udah sembuh, yah? makanya bisa dimainin gitu." Tanya umminya sambil mengelus kaki mungil Asilah.
"Udah ummi, kan Asilah kuat." Jawabnya dengan pandangan kosongnya. Namun mendengar jawaban itu, tak terbendung air mata Mila menetes mengaliri pipinya dan batinnya seakan teriris dengan ucapanya putrinya.
"Ummi, Abi dimana? Asilah rindu suara Abi." Tanyanya penuh hiruk.
"Abi sudah gak sayang Asilah yah Ummi, sampai gak pernah jenguk Asilah di rumah sakit." Ucapnya seakan merasa kehilangan dengan suara Abinya.
"Asilah, rindu Abi?" Jelas Mila.
"Iya dong Ummi. Asilah rindu wajah dan suara Abi Ummi." Ucapnya sambil meraba tubuh Umminya.
"Mendekat Ummi, Asilah ingin tahu keadaan Ummi." Ucapnya sambil terus meraba tangan, lengan tangan dan wajah umminya.
"Ummi kurus sekarang, jari kelingking ummi tak sejempol dulu." Ucap Asilah, ia tahu sekali jari Umminya. Karena ia sering menggandeng dan menarik jari kelingking umminya ketika bermain di Taman.
Mendengar hal itu telinga Mila seakan dijewer dengan ucapan Asilah.
"Wajah ummi sudah tak sebakpao sebelumnya dan..." Ucapannya terhenti dan terus meraba bagian mata umminya.
"Dan apa?" Tanya Umminya.
"Mata Ummi sembap. Ummi kenapa selalu menangis?" Tanya Asilah dengan terus mengelus wajah Umminya.
Pertanyaan itu membuat Mila harus semakin kuat untuk menahan air matanya. Tak terbendung, Mila meraih tangan putrinya dan menggenggamnya kuat.
"Ummi baik-baik saja kan?" Tanya Asilah terus-terusan.
"Ummi baik-baik saja kok, seharusnya Ummi yang nanyak seperti itu ke Asilah." Jawab Mila seakan semakin besar dustanya terhadap putrinya.
"Lalu kenapa mata ummi sembap, mi?" Jelasnya kembali.
"He'em kurang tidur mungkin yah..." Tebak Umminya sambil mengelus-elus kaki mungil Asilah.
"Aduh..." Keluh Asilah meraih kakinya.
"Eh sakit yah, nak. Duh, ummi pijitnya kekuatan yah?" Khawatir seketika timbul, karena pesan dokter kakinya harus dijaga maksimal setelah rutin kemoterapi.
"Tapi, boong." Ucap Asilah kemudian tertawa luas.
Asilah putri yang kuat, hanya kaki itu yang rapuh namun jiwanya sangat kuat dengan hatinya yang selalu banyak bersholawat. Siapa lagi yang ajarin jikalau bukan Abinya, Umar.
***
Diposisi lain, Yadi sangat begitu sibuk mengkhawatirkan kanker yang ada di kepalanya. Semenjak masuk ke pondok pesantren, sakit kepala yang berdenyut tanpa henti inilah yang selalu menjadi keluhannya.
"Dok, bagaimana dengan hasil pemeriksaan kepala saya?" Ucap Yadi dengan rasa was-was, dengan kepalanya yang terbentur dengan insiden waktu itu.
Setelah tiga hari yang lalu ia melakukan pemeriksaan biopsi pada kepala Yadi, untuk memastikan jenis kanker apa yang sedang menjadi keluhan Yadi.
"Dengan kondisi keluarga kamu saat ini, saya harap kamu supaya tetap jaga imun tubuh kamu Di. Saya sudah begitu banyak menangani kasus seperti yang kamu alami. Terpenting dari rasa sakit ini adalah mencoba untuk tenang, memastikan pikiran bahagia dan terus jaga imun tubuh." Jelas Ambar, dokter perempuan sebaya dengan Umminya yang menjadikan dia dengan mudah menyampaikan keluh kesah pikirannya.
"Dokter tau tentang keadaan keluarga saya?"
"Tentu" Sambil menuliskan dalam kertas obat yang harus ditebus Yadi untuk menahan rasa sakit di kepalanya.
"Itu apa, dok? Obat yang kemarin dokter kasih belum habis, jangan ditambah lagi dok. Atau, itu yang akan mempengaruhi pikiran saya."
Seketika Ambar menghentikan tangannya untuk menulis resep obat-obatan untuk Yadi.
"Baiklah, saya tidak akan memaksa." Ucap Ambar dan menutup tutup ballpoint nya.
"Kamu sangat mirip dengan pasien saya di Jakarta. Itulah yang membuat kamu kesulitan untuk menemui saya, karena saya harus tetap kontrol kesana." Jelasnya dan segera bergegas untuk mengecek pasien lainnya.
"Dok, bagaimana dengan hasil pemeriksaan kepala saya?" Tanya kembali, menghalangi langkah Ambar keluar ruangannya dan duduk kembali ke kursinya.
"Dok, tolong jangan beritahu kepada siapapun tentang penyakit saya." Ucap Yadi sambil menunduk, memohon.
"Saya paham dengan kondisi kamu saat ini Yadi, itulah sebabnya saya tidak begitu berambisi untuk memberitahu hal ini. Hanya satu, saya akan tetap pantau kondisi kamu." Ucapnya dan segera bergegas keluar.
Barangkali bagi Yadi hasil pemeriksaan itu tidak akan mempengaruhi kondisinya bagaimana pun, sedang ia paham bagaimana ia menahan rasa sakit dikepalanya.
***
Sunday, 5 Maret 2018.Dear Asilah.
From, Mamas berseragam biru.Apa kabar dek? Sehat.
Satu bulan lagi mamas pulang loh, Tuan putri mau dibawakan apa?
Jangan bilang Abi dan Ummi, Yah...
Ini surpriseeee dari kita berdua, oke?Oiya, Mamas berkopiah udah pulang belum? Ramai dong rumah.
Jangan lupa yah siram bunga mataharinya sore yah, nanti layu loh.
Salam sayang,
Mas tunggu balasannya...Surat dua Minggu yang lalu dari Yudi di Jakarta Timur. Ia tidak sengaja melihat di letter box depan rumahnya berisi sehelai surat, ketika Yadi ingin mampir kerumah sejenak menenangkan diri sepulang dari rumah sakit. Sudah gak salah lagi pasti Yudi sudah menunggu-nunggu balasan dari Asilah. Surat menyurat ini sudah lama mereka sepakati ketika Yudi ingin mempersiapkan diri belajar untuk masuk ke sekolah yang ia inginkan.
Surat itu digenggam oleh Yadi dengan penuh kebingungan. Sangat sulit untuknya lalui hal ini sendiri, rumit.
End~
Barakallahu fiik, tepat di 17 ramadhan yah...
Gimana puasanya? Lancar dong🥰, heheJangan lupa tilawahnya dibanyakin bacanya😁.
Tarawihnya kalau witir udah pakai do'a qunut kan yah?Maasyaallah, banyak do'a dibulan berkah. Semoga berkahan itu meringankan diri kita untuk terus taat, Aaamiin ya mujibassailin 💚🥰
Stay tune yah, di part 5 Dear Asilah.
Jangan lupa voment yah,hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Asilah
Teen FictionAsilah, sesingkat nama dan ceritaku. Tertawalah ketika melihatku, karena cinta kutitipkan dalam mataku tanpa melihatmu. Kekuatan hati mengajarkan arti luasnya kehidupan yang penuh makna. Aku yakin, Tuhan menciptakan segalanya penuh dengan Cinta. Al...