"Brengsek..."
Suara itu terdengar sangat parau dan pelan. Gadis itu meremas kuat ujung rok seragam-nya, mengabaikan air mata yang dia tahan sejak tadi luruh membasahi kacamatanya.
Tepat di samping kolam renang, ada enam siswa yang berlutut dengan kepala menunduk menghadap lantai. Baik perempuan maupun laki-laki, semua merasakan takut yang sama rata. Tubuh mereka gemetar dan adrenalin jantung mereka bekerja lebih cepat dari biasanya.
"Hahahaha..."
Suara tawa itu. Terdengar nyaring dan mengerikan, layaknya nyanyian iblis dari neraka.
Gadis dengan poni tipis yang sejak tadi berdiri angkuh di depan mereka berjalan ke barisan ujung. Senyumnya yang manis seketika berubah menyeramkan saat jari-jari lentiknya menancap kuat di wajah gadis berkacamata yang baru saja mengumpatnya.
"Apa lo bilang?!" wajah cantik itu seketika berubah menjadi monster paling mengerikan yang pernah ada. Jari-jari lentiknya menekan semakin kuat, membuat tetesan darah mengalir mengotori pipi bersih itu.
"A-ampun—" lirih gadis itu, merasakan sakit teramat luar biasa.
"Too late."
BYYUUURRRRRR!!!!
Tanpa perasaan gadis dengan badge nama Jenny Aveline itu mendorongnya hingga jatuh tenggelam ke dasar kolam.
BLLLRRBBBB.... "TOL-" BLRRBBBBB... "LOOOO-" BLRRBBBB.... "TOOOLLL-" BLRRRBBBBB...
Tolong. Satu kata itu tidak pernah tuntas diucapkan. Lima siswa lain yang masih dalam posisi berlutut semakin gemetar menahan tangis. Mereka sama sekali tidak berani menoleh ke belakang untuk sekedar memastikan keadaan teman seperjuangan mereka, apakah masih hidup atau sudah mati kehabisan napas.
Karena mereka tau, sekeras apapun mereka melawan dan sekeras apapun mereka berusaha, pada akhirnya mereka akan tetap kalah.
Karena tidak ada yang lebih mengerikan daripada fakta kalau mereka terlahir sebagai penerima julukan 'pembansos'.
Ada harga yang harus mereka bayar demi bisa menikmati fasilitas sekolah elite ini.
Ada sisi gelap MHS yang orang luar tidak ketahui.
"Jen-Jen kayanya dia gak bisa berenang!" salah satu teman Jenny berlari panik, menyaksikan korban mereka tidak bergerak, mengapung naik keatas permukaan.
"Hitung sampai lima." jawab Jenny santai sambil membersihkan ujung-ujung kukunya.
"Hah?"
"Hitung sampai lima!" wajah santai itu seketika berubah seram, siapa sangka wajah lucu menggemaskan itu bisa membuat antek-anteknya yang notabennya laki-laki refleks mengangguk patuh.
"Satu, dua, tiga, empat—"
"Lima." sambung gadis itu. "Lo selamatin dia."
"Hah?" cowok itu sempat kebingungan sebelum akhirnya berlari mengambil sesuatu di samping kolam untuk menarik tubuh yang sudah tidak sadarkan diri dari dalam air.
"Kasih napas buatan."
"Hah?" cowok itu makin kebingungan, namun langsung menuruti kemauan temannya— atau lebih tepatnya girl boss yang bisa memerintahnya kapan saja.
"Uhukkk-uhuuukkk..."
Setelah kali percobaan kelima, gadis berkacamata dengan lubang berjumlah lima di pipinya itu sadar. Dia duduk terbatuk-batuk sambil meraup oksigen rakus.
Jenny tersenyum tipis lalu berlutut dan mengelus lembut pipi gadis itu— atau lebih tepatnya pada ukiran yang baru saja ia cetak.
"Damai ya?" Jenny tersenyum manipulatif. Senyum yang akan terlihat tulus bagi sebagian orang yang belum mengenal sifat aslinya. Senyum yang bisa saja memanipulasi pikiran manusia untuk berpikiran bawah Jenny adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk dunia yang hina ini.
Tapi bagi anak-anak 'pembansos', apa yang bisa diharapkan dari gadis manipulatif seperti Jenny?
Pembully.
Pembuat onar.
Bermuka dua.
Jenny bisa sangat manis dan berubah menjadi iblis kecil hanya dalam hitungan detik.
Tubuh gadis berkacamata itu gemetar, karena bukan lagi takut yang menguasai dirinya. Kali ini lebih dari itu. Perasaan yang bahkan tidak tercantum dalam kamus bahasa apapun.
"JENNY-JENNY!!! GUE PUNYA HOT NEWSSS!!!" seorang gadis dengan bandana biru dan rambut sebahu tiba-tiba datang, berlari heboh masuk ke kawasan kolam renang.
Jenny yang tadinya berlutut pun berdiri dengan tatapan santai.
Gadis bernama Liona itu melebarkan senyum penuh artinya sambil bergerak mendekati telinga Jenny. Sengaja, dia membisikan suatu kalimat yang sukses membuat bibir kecil Jenny menyeringai kesenangan.
***
Sementara itu seorang gadis sejak 10 menit yang lalu tampak berdiri di depan gerbang tinggi. Wajahnya tampak pucat pasi menyaksikan pemandangan di depannya.
-
-
-
-
-
-
Haiii👋🏻
Ini masih awal banget buat kita masuk ke kisah anak-anak MHS. Jadi sebelum masuk lebih jauh, aku penasaran harapan kalian untuk cerita ini, itu apa?
Dan buat temen-temen yang pernah mengalami 'hal buruk' kayak diatas, aku minta maaf kalau part ini mungkin terdengar sensitif dan bisa membuka luka kalian lagi.
Tapi menurutku! Dengan kalian bisa baca part ini sampai akhir, aku yakin kalian pribadi yang kuat!
Pokoknya makasih udah baca dan bertahan sampai hari ini🤗🥰👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD AT
Teen FictionGood at mathematics Good at sports Good at playing music Setidaknya, remaja dituntut HARUS memiliki satu keahlian untuk bertahan. Karena dengan keahlian, mereka punya mimpi. Dengan mimpi, mereka terpacu belajar untuk disiplin dan kerja keras. Namun...