Episode 1

20 4 2
                                    


Di ujung lorong terdapat sebuah pintu kayu. Jika pintu itu di buka, pemandangan yang terlihat adalah ratusan pohon akasia berukuran besar dengan daun hijau yang lebat. Angin pun akan segera menerpa membawa nuansa kesejukkan yang langka. Terlebih jika sedang musim berbunga, aroma musim kemarau dan wewangian nektar akan menyemerbak memenuhi ruang udara. Ah, suara dengung lebah dan burug-burung kecil yang beterbangan di antara bunga kuning muda, sebuah sajian orkestra alami yang hanya bisa di temui di sana.

Selain indah, ruangan itu memang spesial bagi orang-orang terutama penggila biologi sepertiku. Adalah sebuah keberuntungan karena proyek penelitian tentang tumbuhan kali ini membuatku memperoleh kesempatan untuk masuk kesana sekali lagi. Aku sungguh ingin menjelajah lebih jauh dan melihat sebanyak mungkin apa saja yang ada di sana. Gambaran ekologi lama yang masih tersisa di sana mungkin dapat memberiku inspirasi untuk ide penelitian selanjutnya.

"Besok kau jadi berangkat ke hutan, Rin?" Heli membuka pembicaraan.

"Jadi," jawabku singkat menanggapi teman masa kecilku itu sembari melihat sekeliling ruangan. Rumah si jenius Heli memang selalu rapi dan dipenuhi barang-barang unik. Beberapa tidak masuk akal seperti kotoran hewan atau cangkang telur yang di simpan dalam toples kaca ukuran sedang.

"Wah, kau pulang hanya untuk persiapan dan mengurus perizinan dengan ibumu yang super bawel itu?" Wajah Heli terlihat ceria di tempat duduknya.

"Haha benar sekali," aku tersenyum mendengar komentar Heli tentang ibu, "maaf karena ibu selalu membuatmu repot jika ia ingin menghubungiku."

"Haha tidak masalah, aku merasa bertanggung jawab untuk menghubungkan kalian. Kau juga tahu, dari tujuh pemuda di ruang 16 hanya kau yang bisa menempuh pendidikan di ruang pusat. Di sisi lain, hanya aku di antara enam sisanya yang dekat dengan ibumu."

Aku tersenyum menatapnya, lelaki itu memang selalu pintar berbicara. Di balik kalimat pendek itu saja aku menemukan pujian sekaligus pernyataan kesanggupan.

"Eh, Rin, perjalanan kali ini kau harus mencari kelambu itu lagi!" kata Heli tiba-tiba.

"Haduh, Hel! Harus berapa kali aku bilang padamu? Kelambu itu hanya mitos, berhentilah membicarakan hal itu."

"Yah, padahal aku semakin penasaran sekarang ini." Wajah Heli terlihat kecewa.

"Semakin?"

Tatapan mata Heli redup "Ya, aku menemukan petunjuk."

Aku terdiam sejenak, ada sedikit kebimbangan muncul dalam hatiku. "Hel, kau dapat petunjuk dari mana?"

"Sebuah buku."

"Buku!?" Aku terperanjat mendengar perkataan Heli, "Apa kau bilang, buku?"

"Benar," kali ini Wajah Heli kembali serius, "bisa kau bicara dengan lebih pelan?"

"Tapi-tapi, benda itu terlarang! Kau dapat dari mana? Bagaimana bisa?" Aku bicara setengah berbisik.

"Aku dapat barang itu dari seorang kawan, ia berasal dari ruang 1."

Aku terdiam, perkataan Heli masuk akal, rung 1 adalah ruang mula. Banyak peninggalan yang tersimpan di sana, mungkin salah satunya adalah buku itu. Namun bagaimana bisa buku itu dibawa keluar? Siapa teman Heli itu? Oh tidak, mungkinkah itu...?

"Hel, aku mau pulang, banyak yang harus kupersiapkan untuk besok."

"Tapi, Rin, kau tidak tertarik dengan isi buku dan petunjuk di dalamnya?" Wajah Heli kembali terlihat kecewa.

"Barang ilegal itu mungkin dibuat penjahat, lebih baik kau musnahkan saja dari pada nantinya tertangkap."

"Rin! Aku yakin, dengan buku yang kupunya kita bisa menemukan kelambu itu"

"Memang menemukan kelambu itu bisa membawa manfaat apa? Jika hanya sekedar untuk memuaskan rasa ingin tahu dan obsesi masa kecilmumu terhadap mitos, lebih baik kau melakukan hal lain saja!"

"Tapi, Rin!"

"Aku pulang, Hel, dan ingat, musnahkan atau setidaknya simpan baik-baik. Ketahuan memiliki buku dapat membuatmu dipenjara dalam waktu lama." kataku sembari beranjak meninggalkan Heli sekaligus membawa sebuah kegalauan pergi.

Menyibak Kelambu KelabuWhere stories live. Discover now