Adinata menitipkan Nou pada Kirana saat ia bertandang ke rumah Kirana. Tentu saja Galen ikut. Adinata belum percaya 100% pada Kirana. Untuk itulah ia memilih ayahnya ikut menemani sang cucu di rumah Kirana.
Adinata harus pergi keluar kota karena ada urusan mendesak. Dan ia tak mungkin membawa Nou. Karena ia hanya pulang pergi. Ia tak mau Nou sampai masuk angin karena ikut perjalanan dengan dirinya yang hanya melelahkan fisik saja.
Itulah kenapa akhirnya ia memutuskan untuk menitipkan Nou pada Kirana. Setidaknya di rumah Kirana ayahnya juga bisa ngobrol dengan sahabatnya, Ibrahim.
Nou pun nampak sangat senang bisa bersama dengan Kirana. Dan Adinata berfikir bahwa Nou lebih bahagia bersama dengan Kirana dibanding dirinya.
Ah, sudahlah. Mungkin itu hanya perasaan Adinata saja yang cemburu.
🌸🌸🌸
Adinata sampai di Surabaya. Ia langsung menelpon sang ayah mengabari jika ia sudah sampai dan bahkan sudah istirahat di hotel untuk sejenak.
"Adinata! Sudah sampai?" Tanya Galen terlihat di layar ponsel. Adinata tersenyum kecil. "Ya, ayah. Mana Nou?" Tanya Adinata.
"Sebentar." Galen nampak mencari Nou. Di layar ponsel hanya terlihat perabotan yang terengkam oleh kamera ponsel Galen.Hingga samar-samar ia mendengar suara anaknya. Dan gemericik air.
"Nou? Kau mandi, nak?" Tanya Adinata penasaran karena Galen belum menunjukkan wajah sang anak."Ayah, mana Nou?" Tanya Adinata tak sabar. Karena waktunya memang tak banyak.
"Sabar."
Tak lama terdengar suara pintu terbuka dan suara sang anak semakin jelas terdengar.Adinata kaget karena layar ponselnya tiba-tiba penuh dengan gambar semacam handuk yang di tengahnya ada seperti garis pada ... Payudara????
Adinata tersentak menyadari itu.
"Ehm... Haloo... Ayah... Nou... Siapa pun. Bisa tolong ubah gambarnya?"
"Astaga!!" Pekik seorang perempuan. Adinata yakin itu adalah Kirana.Tak lama gambar itu nampak bergerak cepat. Berbayang dan muncul wajah putrinya yang tengah duduk di ranjang dengan balutan handuk dan rambut basah.
"Maafkan saya, kak Adinata. Aku tidak tahu jika om Galen memberikan ponsel yang sudah tersambung video call." Suara Kirana terdengar tak enak.
"Bukan salahmu."
"Hmm... Aku berikan ponselnya pada Nou, ya. Aku harus berpakaian." Jantung Adinata langsung berdegup mendengar kata 'berpakaian' yang artinya saat ini, Kirana tengah telanjang? Atau hanya pakai handuk saja tanpa apa pun di dalamnya??Oh, sial!
Dasar otak laki-laki brengsek! Begitu saja kau bangun, bung!
Adinata langsung mematikan sambungan nya. Membuat Nou mencari Adinata.
"Ya...yah... Yah...ya...." Kirana yang baru selesai memakai pakaiannya bingung."Kenapa, Nou?" Tanya Kirana. Nou memukul-mukul ponsel Galen yang berlayar gelap.
"Mati?" Kirana mengambil ponsel itu dan mencoba menelpon balik. Tak ada jawaban. Ke mana Adinata?🍂🍂🍂
Adinata menyelesaikannya di kamar mandi. Ia kesal bukan main. Kenapa ia sampai tak bisa mengendalikan dirinya. Biasanya ia sanggup menahannya. Kenapa hanya sebuah kata yang padahal tidak vulgar. Mampu membuatnya ejakulasi. Sialan!!!
Adinata merebahkan dirinya. Ia lelah setelah sekian lama tidak 'keluar'.
Hingga ia tertidur.Ia tak sadar jika ponselnya terus saja berdering.
Sementara di rumah Kirana. Nou terus menangis karena tak mendapat jawaban dari Adinata. Kirana akhirnya mengajak Nou keluar rumah. Ia berjalan santai di taman dekat rumah.
"Nou, suka ayunan?" Nou melihat ayunan dan menunjuk-nunjuk.
"Nanan ... Nanan... "
"A-yu-nan." Nou memperhatikan bibir Kirana.
"Na-na-nan." Kirana tertawa gemas. Ia ciumi pipi gembul Nou.Ia ajak Nou naik ayunan. Mereka tertawa bersama dengan kencangnya. Sampai mereka lupa jika mereka ada di tempat umum. Banyak orang melihat ke arah mereka. Tapi, Kirana tidak peduli sama sekali. Selagi itu membuat Nou bahagia. Maka Kirana akan lakukan.
🌸🌸🌸
Adinata terbangun dan tersentak saat menyadari dirinya tertidur. Ia melihat jam. Ia harus bergegas pergi dari hotel sekarang.
Ia pun mandi secepatnya dan pergi dari hotel menuju kantor cabang.
Ia memesan taksi dan memberikan alamat kantornya.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di kantor cabang. Adinata langsung membayar uang sewa taksi dan masuk ke dalam kantor cabangnya.Semua karyawan langsung menyambut dirinya dan membawakan tas milik Adinata. Adinata langsung menghampiri direktur di kantor cabangnya.
"Selamat siang, Pak Johan?" Johan langsung bangun dan menyambut Adinata.
"Siang, Pak. Waduh, sudah datang rupanya. Maaf ini tidak menyambut di depan," ucapnya. "Mari silahkan duduk." Johan melirik stafnya."Andi, buatkan teh hangat."
"Baik, Pak."
"Kopi saja." Andi melirik Adinata.
"Andi, kau dengar itu. Buatkan pak Adinata kopi, ya."
"Baik, Pak." Andi pun keluar ruangan setelah memberikan tas milik Adinata.Mereka pun langsung berbicara mengenai masalah proyek. Hingga terpotong saat Andi masuk dengan dua cangkir di nampan yang ia bawa. Satu kopi hitam satu kopi susu.
"Terima kasih, Andi."
"Sama-sama, pak Adinata." Andi permisi keluar lagi.Adinata menganbil gelas kopi hitam nya. Dan meneguknya sedikit. Ia letakkan kembali setelah di rasa cukup.
"Jadi, bagaimana?" Tanya Adinata.
"Proyek sebenarnya berjalan lancar. Hanya saja ada kendala, Pak."
"Kendala apa itu?"
"Mandor di sana, korupsi." Adinata menghela nafas."Seberapa besar?"
"Lumayan besar, Pak. Dan sialnya kita kecolongan, Pak. Ia sudah buat satu bangunan di mana ia memakai bahan bangunan yang tidak baik kualitasnya.""Berapa bangunan?"
"Satu, Pak."
"Hancurkan!"
"Tapi, Pak...."
"Kau memilih hilang satu bangunan atau semua proyek kita?" Johan diam."Aku mau kau hancurkan itu sekarang juga."
"Waktu kita tidak banyak, Pak."
"Aku bantu bawa pekerja dari kota. Jangan khawatir."
"Bapak yakin?"
"Harus yakin!"
"Baiklah, Pak." Adinata mengambil gelas kopinya dan menyeruput nya lagi.🍂🍂🍂
Begitu selesai urusannya dengan Johan. Adinata berjalan-jalan sejenak sekitaran kota Surabaya. Ia ingin membeli oleh-oleh untuk anaknya.
Ia memilih pasar Atom yang terletak di kawasan Pecinaa, Pasar Atom adalah salah satu tempat belanja di kota Surabaya yang terkenal murah.
Berdiri di atas lahan sekitar 6 hektar, pasat yang sudah berdiri sejak tahun 1960-an menjual aneka barang, mulai dari perkakas rumah tangga, aksesoris, produk fashion seperti tas dan sepatu bahkan Kita juga bisa membeli furniture di surga belanja ini.
Memang tampak luas pasar ini terligat sedikit berantakan, namun saat memasuki area pasar, Kita bisa melihat sendiri lorong-lorong yang cukup lebar dipenuhi dengan kios-kiosnya yang tertata rapi.
Sudah lama Adinata tak berkunjung ke pasar Atom. Dulu, yang suka datang ke sini adalah Inggrid. Ia selalu memborong banyak belanjaan untuk oleh-oleh dan juga koleksi pribadi.
Begitu ia melihat pakaian anak-anak. Adinata langsung masuk dan memilih yang kira-kira cocok untuk anaknya. Ia ingin membelikan anaknya baju batik. Pasti lucu.
Dan saat ia telah membeli pakaian untuk Nou. Adinata melihat toko perhiasan. Ia melihat cincin emas di etalase toko. Nampak cantik.
"Mau beli apa, Pak?" Tanya penjaga toko. Adinata tersentak dan tersenyum canggung.
"Ah, tidak. Hanya sekedar melihat-lihat."
"Yang ini keluaran terbaru, Pak. Cocok untuk cincin pernikahan." Adinata menatap penjaga toko dengan heran.Penjaga toko itu nampak tersenyum.
"Calon istri anda pasti suka." Adinata semakin heran. Kenapa penjaga toko perhiasan ini seperti paham dirinya."Berapa?"
"Harganya sekisaran ...."Adinata menarik nafas dalam. Ia melihat kotak cincin di tangannya. Kenapa ia malah beli cincin itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Anak 1 (Tamat)
RomanceTersedia di playstore dan KBM Menjadi duda beranak satu bukanlah perkara mudah. Ia harus menjadi ayah sekaligus ibu bagi sang anak. Kesibukannya di dunia kerja membuatnya sedikit kesulitan untuk merawat sang anak yang masih balita. Sementara orang...