oleh: Muhammad Muafa
Assalamu’alaikum.
Ust, saya butuh nasihat. Bagaimana seharusnya sikap muslimah bila ia jatuh cinta pada seorang lelaki? Mohon nasehatnya ust. Afwan mungkin pertanyaan saya sangat blak-blakan. Afwan ust.
Muslimah- di suatu tenpat
Jawaban
Wa’alaikumussalam Warahmatullah.
Jika seorang Muslimah merasakan hatinya jatuh cinta kepada seorang laki-laki, maka selama ada jalan hendaknya diusahakan untuk menikah dengannya. Jika tidak ada jalan yang memungkinkan menikahinya, maka muslimah tersebut wajib Shobr (tabah hati), sampai Allah menggantikan dengan lelaki yang lebih baik, atau Allah “menyembuhkannya” dari “sakit” cinta tersebut, atau Allah mewafatkannya. Inilah solusi yang lebih dekat dengan petunjuk Nash-Nash Syara’ dan lebih menjaga kehormatan serta dien Muslimah tersebut.
Jatuh cinta kepada lawan jenis, dari segi jatuh cinta itu sendiri bukanlah aib dan juga bukan dosa. Jatuh cinta adalah hal yang manusiawi dan menjadi naluri yang ada secara alamiah pada setiap manusia normal. Nabi, orang suci, orang shalih, dan ulama mengalami jatuh cinta kepada lawan jenis sebagaimana manusia pada umumnya. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ cinta kepada Khadijah dan Aisyah, ibnu Umar cinta yang sangat kepada istrinya, Ibnu Hazm cinta pada wanita yang sampai membuatnya menjadi ulama besar, Sayyid Quthub mencintai wanita namun gagal menikahinya, dll semuanya adalah contoh bagaimana perasaan itu adalah perasaan yang normal, wajar, natural, dan biasa.
Adapun mengapa orang yang jatuh cinta perlu mengusahakan menikah dengan orang yang dicintai, maka hal tersebut dikerenakan Syara’ menunjukkan bahwa solusi cinta terhadap lawan jenis adalah dengan menikah dengannya. Di zaman Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ada seorang lelaki yang jatuh cinta setengah mati dengan seorang wanita. Lelaki tersebut bernama Al-Mughits dan wanitanya bernama Bariroh. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengetahui cinta tersebut merekomendasikan kepada Bariroh agar berkenan menikah dengan Al-Mughits. Rekomendasi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ini menunjukkan bahwa solusi jatuh cinta adalah menikah.
Bukhari meriwayatkan;
صحيح البخاري (16/ 332)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِي وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعبَّاسٍ يَا عَبَّاسُ أَلَا تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ مُغِيثًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ رَاجَعْتِهِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِي قَالَ إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ قَالَتْ لَا حَاجَةَ لِي فِيهِDari Ibnu Abbas bahwasanya suami Bariroh adalah seorang budak. Namanya Mughits. (setelah keduanya bercerai) Sepertinya aku melihat ia selalu menguntit di belakang Bariroh seraya menangis hingga air matanya membasahi jenggot. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abbas, tidakkah kamu ta’ajub akan kecintaan Mughits terhadap Bariroh dan kebencian Bariroh terhadap Mughits?” Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “andai saja kamu mau meruju’nya kembali (menikah dengannya).” Bariroh bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menyuruhku?” beliau menjawab, “Aku hanya menyarankan.” Akhirnya Bariroh pun berkata, “Sesungguhnya aku tak butuh sedikit pun padanya.” (H.R. Bukhari)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaji Diri
Non-Fictiondisini adalah kesimpulan kajian yang saya ikuti.. dan lain lain semoga bermanfaat.