Prolog

37 4 1
                                    

Di Rumah yang megah terlihat dari kejauhan kakak-beradik sedang bermain di taman. 3 anak itu sedang bermain petak umpet, yang paling tua memiliki rambut berwarna hitam, mata yang bundar, hidung mancung dan kulit berwarna cokelat keemasan. Laki-laki itu tampak berusia 9 tahun.

"Cepat sembunyi! Cepat sembunyi!" Bisiknya. Adiknya yang menatapnya dari bawah pohon persembunyian laki-laki itu masih berusia 4 tahun. Kulit putih kepucatan, rambut hitam keikalan, mata kecoklatan dan bintik-bintik coklat di sekitar mukanya yang mungil menjadi ciri khasnya. Matanya yang kecoklatan itu menatap mata bundar kakaknya kebingungan. Panik di matanya terlihat dengan jelas. Kakaknya dengan sigap menunjuk ke arah pintu belakang.

Disaat yang bersamaan, seorang gadis yang tidak lebih tua dari laki-laki itu, namun lebih tua dari adiknya dengan lantang menghitung. Rambut ikal gadis itu tergerai indah, bulu matanya lentik dan hidungnya mancung. "75! 80!" Hitungnya. Tanpa berpikir panjang, sang adik langsung berlari kecil ke arah yang ditunjuk kakaknya. Ia membuka pintu belakang dengan perlahan, seraya berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Dengan terengah-engah, ia mengintip dari celah pintu. "Siap atau tidak, aku datang!" Kata gadis itu dengan bersemangat mencari kakak dan adiknya.

Belum sempat memulihkan nafasnya yang terengah-engah, anak laki-laki itu seketika menegang, mempersiapkan dirinya di posisinya berusaha untuk tetap tak terlihat. Degup jantungnya semakin lantang setiap kali ia mendengar suara langkah kaki gadis itu yang sepertinya mendekat.

Tanpa disadari, ada seorang pria berpakaian serba hitam yang melihat kearahnya dengan mata tajam. Pria itu berjalan kearahnya dengan pelan seperti predator saat tepat dibelakang anak laki-laki itu, dia memegang pundaknya sambil bertanya

"Apakah kamu suka permen ?" Kata pria itu sambil menyodorkan sebuah lolipop kepada anak laki-laki itu sambil tersenyum sinis.

I'm Sorry, GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang