Chapter 3

20 2 0
                                    

Cuaca mulai mendingin. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Aku dan dia tetap duduk di bangku taman dalam keheningan. Beberapa kali aku meliriknya diam-diam.

Angin hembusan di hari itu begitu dingin, pertanda musim dingin akan datang. Ingin sekali aku pergi dan pulang ke rumah, terutama karena ini sudah malam. Tapi entah kenapa kakiku tak mau beranjak pergi.

Pada akhirnya setelah sekian lama, dia berdiri dan berjalan menjauh. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah. Melihat dia pergi berjalan menjauh membuat pandanganku jatuh ke kakinya. Akupun tersadar. Di malam yang dingin ini, dengan angin yang kencang dan tanah sedingin es dia berjalan dengan baju tipis tanpa alas kaki. Aku tak bisa membiarkannya sendiri.

"Tunggu!"

Teriakku. Aku berharap dia akan berhenti, tapi dia terus berjalan menjauh.

Sialan, apa cewek itu gila?

"Kubilang tunggu!" Kataku sambil menarik tangannya.

"Ouch!" Dia membalikkan badannya dan menatapku di mata. Aku terkejut melihat matanya yang memelototiku. Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi matanya berair berkilauan dan menampilkan lampu taman ini dengan indah. Matanya yang berwarna hazel itu memantulkan refleksiku dengan jelas. Aku terkesima. Bagaimana mungkin ada wanita begitu cantik?

Aku mengalihkan pandanganku dan segera melemahkan genggamanku. Disaat yang bersamaan dia menarik keras tangannya sambil membentakku, aku hanya bisa menggarukkan leherku sambil diceramahinya. Yah, singkat kata dia memberitahuku bahwa aku sangat luar biasa tidak sopan. Sejujurnya aku setuju dengannya. Pikirkan saja, ditengah malam seorang cowo mendekati cewe yang sedang menangis dan berusaha menghentikan cewek itu pergi. Aku menundukkan kepalaku dan melirik lagi ke arah cewe berambut merah ini.

Raut mukanya menunjukkan kesebalannya padaku. Tangannya terlipat tapi aku masih saja melihat bahwa ia gemetaran. Apakah karena dia ketakutan atau kedinginan aku tidak tahu. Sampai sekarang aku tidak tahu apa yang dipikirkannya saat itu. Maksudku, dia baru saja menceramahiku dan bilang aku mencurigakan. Kalau aku mencurigakan kenapa dia masih meluangkan waktunya untuk menceramahiku? Bukankah seharusnya dia seharusnya melarikan diri? Ditambah lagi, telah berulang kali aku mengingatkannya bahwa ini malam yang sangat dingin dan ini bukanlah hal yang bijaksana untuk seorang cewe berjalan sendiri di tengah malam dengan baju tipis. Dia tidak terlihat peduli.

Kenapa?

Itulah pertanyaanku yang tidak terutarakan. Namun, sekarang aku tahu jawabannya.

Butuh lima menit penuh dengan debat dan bujukan untuk membuatnya setuju untuk kuantar pulang. Aku berjalan disampingnya, dan memastikan dia tidak pergi kemana-mana. Tak lama, terlihat mobil BMW berwarna hitam terparkirkan. Aku berhenti di dekatnya dan kurogoh kantongku mencari kunci mobil itu. Ya, mobil itu milikku. Sejujurnya aku tidak terlalu menyukai mobil ini, jika disuruh memilih aku lebih suka mobil kecil yang sederhana seperti brio. Tapi apa boleh buat. Bukan aku yang membeli mobil ini. Dan sudah terlabel dengan garis bawah dan cetak tebal kalau ini adalah hadiah untukku.

Aku memutar wajahku dan melihat cewe berambut merah itu. Cewek itu memicingkan matanya, seraya curiga padaku. Tak lama dia mencemoohku dan berkata sinis "kuharap kau tidak mencuri mobil ini tuan".

Aku tidak menghiraukan kata-katanya, dan membukakan pintu mobil seraya menggesturkannya untuk masuk. Dia dengan patuh menurutiku. Akupun duduk di kursi pengemudi dan memasang sabuk pengamanku. Kutanyakan padanya dimana rumahnya.

Dia menatapku sejenak seperti ragu ingin bilang apa. Dia membuka mulutnya yang pink dan pecah-pecah karena cuaca yang sembari tadi dingin dan berkata "Antar aku ke xxx tuan"

"Ok" kataku sambil menunjuk sabuk pengaman. Dia menggunakan sabuk pengaman itu dan menatap ke jendela. Setelah itu hanya ada keheningan sepanjang jalan. Tapi keheningan itu bukanlah hal yang buruk.

I'm Sorry, GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang