Sebab Kain Itu

217 13 0
                                    

Jumat siang di salah satu SMK yang berada di Jakarta, Refano Alfazar atau biasa dikenal dengan julukan Fano itu sedang berjalan lesu, meninggalkan lapangan hijau yang kini terpadati suasana riuh oleh siswa yang hendak pramuka, ia menuju taman seko...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jumat siang di salah satu SMK yang berada di Jakarta, Refano Alfazar atau biasa dikenal dengan julukan Fano itu sedang berjalan lesu, meninggalkan lapangan hijau yang kini terpadati suasana riuh oleh siswa yang hendak pramuka, ia menuju taman sekolah kemudian duduk dibangku rotan berukuran sedang. Keringat membanjiri pelipisnya. Entah mengapa siang ini begitu panas, ditambah beban masalah yang dirasakannya.

Saat pria itu bersandar, punggungnya terjanggal oleh sesuatu, kontan ia menengok untuk memastikan. Rupanya terdapat sebuah hasduk beserta ring yang masih terikat dan tergantung di sandaran bangku. Dengan rasa kesal, Fano pun mengambil dan membuangnya ke sembarang arah, hingga mengenai salah seorang siswi.

“Hei, siapa yang melempar hasduk ini?” pekik Tirmafasya Putri, seorang gadis dengan kepribadian yang teramat baik, merupakan murid teladan serta aktif dalam organisasi. Mungkin berbanding terbalik dengan Fano.

Tirma mencari siapa biang tak bertanggung jawab dari pelemparan hasduk itu. Dan, tak butuh waktu lama, salah seorang cowok menghampirinya.

“Gue, kenapa? Ada masalah?” ujar Fano dengan nada tinggi.

“Ada dong, lo tahu hasduk ini warna apa?” tanya Tirma sambil menunjuk hasduk yang dibawa.

“Lo buta ya? Semua orang juga tahu kalau itu warnanya Merah sama Putih. Pertanyaan lo bener-bener gak masuk akal,” kata Fano. Tertawa meremehkan dan melenggang pergi.

“Hei… cowok gak bertanggung jawab, balik gak, lo!” teriak Tirma kepada Fano.

Dengan berat hati, Fano berbalik badan dan berjalan ke arah Tirma.

“Lo manggil gue?” tanya Fano dengan nada sinis.

“Bagus deh kalo lo ngerasa, udah salah bukannya minta maaf malah nyolot.”

“Emang gue salah apa?” tanya Fano santai seolah ia tak melakukan apapun.

“Salah lo itu banyak. Yang pertama, lo udah lempar hasduk ini sembarangan. Kedua, warna hasduk ini itu sama kayak bendera kita. Berarti lo gak ngehargaiin negara kita!”

“Cuman orang gila yang punya pemikiran kayak lo. Dasar lebay!”
Fano melenggang pergi, meninggalkan Tirma yang masih bergeming di tempat. Gadis itu merasa geram oleh sikap tak bertanggung jawab milik Fano.

***

Tirma memasuki kelas yang telah ramai oleh para siswa lainnya. Ia beberapa kali mengumpat kesal sebab kejadian beberapa waktu lalu. Gadis itu menuju tempat duduknya—di samping Aurel.

“Muka lo kenapa Tir? Kok kayak kesal gitu,” tanya Aurel, mengamati gelagat dan raut wajah Tirma. Sedangkan yang ditanya malah sibuk mengambil sesuatu di dalam tas.

“Buk Tirma!! Ada apa sih?” ulang Aurel.

“Gue bete gara-gara cowok gila yang gak punya otak.” Tirma memutar bola mata jengah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tetes Tinta Pahlawan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang