2.1 Kejadian Tak Terduga

20 3 0
                                    

Terdengar alunan ayat suci Al-qur'an membangunkanku. Dan benar saja sumber suara itu berasal dari ponselku yang sengaja aku pasang alarm tepat jam 4 pagi. Ku raih ponselku dan mematikannya. Dengan mata yang masih terkantuk-kantuk, aku bangkit berdiri untuk merapihkan kamar tidurku.

Lalu segera membersihkan diri untuk menunggu waktu subuh datang. Selang beberapa waktu, adzan subuh berkumandang. Aku segera menunaikan kewajibanku kepada sang khaliq.

Setelah selesai aku seperti biasa membantu ibuku untuk menyiapkan sarapan. Ketika makanan sudah siap di hidangkan. Ayahku keluar kamar dengan pakaian tidak seperti biasanya. Karena, biasanya ayahku memakai pakaian rapih untuk berangkat bekerja.

Setelah ayahku mendaratkan tubuhnya ke kursi. Aku mulai menanyakan perihal itu. Namun tercekat karena ayahku terlebih dahulu memulai pembicaraan dan mengurungkan pertanyaan yang akan terlontar.

" sayang, papah antar kamu ke kampus ya. " ucap ayahku lalu mengambil secangkir teh yang disuguhkan ibuku.

" tapi pah, papah kan harus berangkat kerja. Rifa ga mau ngerepotin pah. " jawabku kemudian disusul dengan menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutku.

" Oh ayolah sayang. Papah ingin melihat putri papah ini menjadi mahasiswi. " Rayu papah agar mengizinkannya mengantarku. Saat melirik ke arah mamah, dia hanya mengangguk menyetujui pendapat papah.

" iya pah." Akhirnya aku pun mengangguk setuju.

Di perjalanan, sang mentari baru saja menampakkan dirinya dengan malu-malu. Cahayanya masih belum terlihat sempurna, namun Sinarnya dapat menghangatkan tubuhku yang mengigil akibat terpaan angin pagi.

Dengan sepeda motor kesayangan ayah, kami membelah jalanan Bandung yang basah akibat hujan yang mengguyur malam tadi. Genangan air tercetak di sepanjang jalan menuju kampus.

Karena jalanan yang begitu licin dan motor ayah yang sudah berkali-kali oleng untuk menghindari kubangan air, perasaanku menjadi tidak enak, rasa khawatir pun mulai menggerogoti pikiranku.

Dan benar saja, saat kami melewati kubangan yang cukup besar, ban motornya tergelincir. Hingga Membuat ayah kehilangan kendali atas motornya. Aku yang begitu panik, semakin mempererat peganganku ke baju ayah. Juga tak lupa merapalkan istighfar berkali-kali. Tapi apa boleh buat, ayah sudah tidak kuat lagi menahan olengan motornya.

" Pah... Papah rem.. remnya pahhhh" pekikku yang sudah ketakutan setengah mati.

" tenang sayang, gapapa. Kamu pegangan yang kuat karena rem nya blonggggg." Teriak papah yang membuatku memucat seketika.

AAAAAAAAAAAAA...

Aaaa....Brughhh...

kami terguling dan tersungkur ke aspal yang sangat keras. Tubuhku terpental menjauhi ayah dan Kepalaku tak sengaja mencium batu besar yang berada di pinggiran jalan. Terasa ngilu menjalar ke seluruh tubuh. Rasa pening dikepalaku membuatku terkapar tak beradaya di pinggiran jalan.

" pah, papah tolong rifa." tanganku terangkat berusaha memanggil ayahku yang kini sedang meminggirkan motornya. Mataku mulai memburam dan tertutup secara perlahan karena rasa sakit di kepala yang sudah tak tertahankan lagi. Namun sayup-sayup masih terdengar suara ayah memanggil-manggil namaku sebelum mataku tertutup dengan sempurna.

Saat membuka mata, aku sudah tidak lagi berada di jalan. Namun sedang terbaring di ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan yang menyengat ke dalam rongga hidung. Tubuhku cukup lemas untuk bergerak. Tapi, Saat melihat arloji yang tersemat di lenganku.

Astagfirullah...

Aku terperanjak, karena waktu sudah menunjukkan pukul 06.45. Itu artinya 15 menit lagi dimulainya masa orientasi di kampus. Aku bangkit dan berusaha berjalan walaupun tertatih-tatih. Ku ambil tas sekolah yang berada di dekatku dan bergegas menjauhi ruangan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang