Satu Alasan

731 13 0
                                    

Tangan tergeletak di pangkuan,

Mata nanar memandang apapun di hadapan,

Diam, mengelak pun tak sanggup dilakukan,

Seperti, dirinya tak masuk hitungan,


Detik-detik berlalu, macam hujan rintik,

Ia tak juga berkutik,

Sebenarnya, pikiran dan hatinya tergelitik,

Pada hari yang terbolak-balik,

Sebentar berbisik,

Sebentar pergi tak balik,


Lalu, angin menerpa wajahnya,

Ia terkesiap, kembali pada nyata,

Ia ingat dua pasang tangan yang memeluknya,

Pun dua bibir yang selalu tersenyum untuknya,

Semenjak ia lahir ke dunia,

Satu alasan saja,

Cukuplah kiranya untuk kembali berceloteh tentang senja dan rupa.

Aku dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang