Sebelum baca, lebih baik baca "No Turning Back" terlebih dulu. Karena cerita ini adalah sequelnya.
🍃
Setelah sekian lama berlalu, kata-kata itu akhirnya ku telan sendiri.
Aku mencintaimu, dan secara sadar aku mengaku.
"Papa! Papa!" Varan Andreas memiliki suara melengking khas anak kecil, tapi dia memiliki tubuh yang jauh lebih tinggi dibanding teman-teman seusianya. Yuki meliriknya sembari tersenyum ketika anak itu berlarian menuju Ayahnya yang tengah duduk di kursi santai ruang tengah. "Papa, aku tadi dapat nilai seratus loh. Kata Bu Guru, gambaranku bagus. Lihat nih."
Varan mengangkat buku gambarnya yang terbuka di depan Stefan, menunjukannya dengan bangga meski Ayahnya itu tidak memberikan reaksi apa pun. Dia terus berbicara, menceritakan banyak hal tentang kegiatannya di sekolah hari ini. Selain aktif, Varan kecil senang sekali bercanda.
"Nanti kalau Papa sudah sembuh, Papa harus ketemu teman-temanku ya? Biar teman-temanku tahu kalau aku punya Papa yang keren, hehe."
Semua yang keluar dari mulut Varan selalu mengundang senyum Yuki, ia ingin sekali mencubit pipi gembulnya tapi anak itu sudah berlalu menuju kamar. "Varan, jangan lari."
"Iya Ma, Var jalan santai kok."
Tabiat Varan yang seperti itu jelas menurun dari Ibunya, Yuki lagi-lagi tersenyum kemudian melangkah menuju ruang tengah sembari membawa sepiring kue dan segelas air putih. Ia duduk tepat di samping Stefan, meletakkan air putih di atas meja, lalu menepuk pelan pipi tirus suaminya.
"Aku bikinin kamu brownis cokelat, ayo buka mulutnya sayang."
Sepuluh tahun berlalu dan dia sama sekali tidak mendapati perkembangan banyak, Yuki meraba dengan sayang pelipis Stefan. Laki-lakinya begitu tampan, tetapi tubuhnya kurus dan matanya hampa. Ia masih ingat lima tahun silam bersikeras menikahi Stefan yang kurang seperti ini, meski pada akhirnya kedua orangtua Yuki tidak bisa berbuat banyak. Stefan tidak bisa bekerja, tidak bisa memberi nafkah. Orangtua mana pun tidak mungkin menyukai anak perempuannya menikah dengan pemuda seperti itu, tidak berguna. Namun Yuki terus berusaha meyakinkan jika mereka berdua sanggup melalui segalanya bersama. Dengan doa dan kerja keras, Yuki mendirikan bisnis menjanjikan selama tiga tahun terakhir.
Menyediakan kost bagi pelajar atau pun mahasiswa yang bermukim di sekitar sini, uang dari bisnisnya itu setiap bulannya sudah dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Yuki banyak bersyukur, dianugerahi nikmat hidup, putra selucu Varan, dan suami seperti Stefan yang selalu dipandang sebelah mata oleh semua orang. Yuki membuktikan sebisa mungkin, dengan cinta dan keyakinan pun hidup mereka mampu berjalan seperti seharusnya. Berjuta kali Yuki terang-terangan menunjukkan perasaannya yang tulus, entah Stefan mengerti atau tidak, ia memiliki keyakinan jika cintanya tidak akan sia-sia selagi laki-laki itu selalu bersamanya hingga kapan pun.
"Varan sudah semakin besar, dan dia benar-benar mirip kamu." Yuki berujar sambil lalu memasukkan brownis ke mulut Stefan. "Tapi jangan sampai dia nurun cuek kayak kamu sayang, nggak peduli sama sekitar."
Sebenarnya Stefan sangat tenang, tetapi dalam beberapa waktu dia bisa melakukan hal tidak terduga. Kala itu, Stefan pernah mengamuk lantaran dipisahkan dari Yuki, juga sebuah keajaiban di mana Stefan mengucapkan janjin suci pernikahan mereka di Altar, semuanya luar biasa. Oleh karena itu akhirnya Yuki menyadari, jika Stefan begitu membutuhkannya melebihi apa pun di dunia ini. Mereka harus bersama, harus melalui kepiluan hidup ini dengan saling bergenggam tangan.
"Kalau ada satu lagi pasti rumah semakin ramai." Setelah sepiring brownis yang dibawanya habis dimakan Stefan, Yuki membantu suaminya meminum segelas air. Ia tersenyum damai selagi merubah posisinya untuk bersandar di bahu Stefan, menyelingkap tangan di sela-sela perut dan tangan besar laki-lakinya. "Aku jadi kepikiran ngasih adik buat Varan."