Bab 4

44 1 1
                                    

Pagi ke lima di Wembi.
Pagi ke lima-ku juga jauh dari rumah.
Pagi ke lima subuhku dihabiskan tak bersama keluarga dengan ayah sebagai imam, melainkan kujalani bersama teman-teman yang sedang berjuang menata masa depan.

Seperti biasa, seusai shalat subuh kami berkumpul di ruang tengah, bercanda gurau ataupun saling bertukar cerita akan pengalaman yang didapatkan kemarin hari.

Sembari merapihkan beberapa baju di atas velbed, aku mendengarkan cerita Baron yang menjadi topik utama pagi ini, yaitu bertemu dokter cantik . Ia menuturkan bahwa kemarin saat ia dan Rifky sedang berkunjung ke salah satu puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Keroom, mereka bertemu dengan dokter wanita yang rupa nya sangat menawan.

"Ah yang bener kamu Bar? Apa ada dokter cantik yang mau bekerja di pelosok seperti ini?" sahut Dhika yang masih belum percaya dengan cerita Baron.

"Bener! Aku berani sumpah, dia cantik banget!" jawab Baron lagi dengan ekspresi yang meminta untuk dipercayai.

"Emang bener Ky, cerita Baron?" Dhika beralih pada Rifky yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya tanpa tertarik akan kisah rekan seprofesinya itu.

Mendengar namanya disebut, Rifky terkejut menatap Dhika penuh tanya, "Hah? Bener apanya?"

"Itu cerita Baron"

"Cerita apa?"

"Kemarin kalian bertemu dengan dokter cantik"

"Oh, dokter Gizka?"

"Nah! Namanya dokter Gizka!" sahut Baron menimpali.

Rifky mengangguk, "Oh.. Dokter Gizka. Kemarin aku memang bertemu dengan dia di puskesmas Keroom. Dia dokter ahli di sana, dia yang memegang kendali atas seluruh pasien" cerita Rifky dengan respon yang santai, berbeda dengan Baron yang antusias.

"Dia cantik banget Ky?" tanya Dhika lagi,

"Cantik, kan dia wanita" jawabnya enteng. Sontak para pendengar menatap Rifky jengkel.

"Ky, kamu bisa gak jawab pertanyaan tuh yang serius dikit?" ujar Tari dengan suara geregetan.

Rifky terkekeh, "Aku serius, wanita kan memang ditakdirkan menjadi cantik, bukan tampan"

"Tapi bukan itu maksud kita!" sahut Tari lagi,

"Yaudah, maaf ya. Kalian bisa percaya pada Baron, dokter Gizka memang cantik"

"Kalau sama aku, lebih cantik mana?" kini Fira yang bertanya.

Rifky menatap wajah Fira dengan seksama. Ia menggerakkan dua jarinya seolah sedang menimbang jawaban, "Kamu lebih cantik"

"Ah! Sudah pasti!" Fira mengibaskan rambut panjangnya dengan tangan.

"Jelas dokter Gizka-lah!" protes Baron, "Dokter Gizka, udah cantik, lembut lagi, gak kayak kamu, galak banget! Mirip singa" jawabannya tentu langsung mendapat sorakan tawa dari seluruh pasang mata di ruangan ini, tanpa terkecuali denganku yang cekikikan dari jauh.

Dua detik setelah ucapannya, Baron mendapatkan lemparan sandal dari Fira. Lalu detik selanjutnya ia berlari dengan cepat menghindari pukulan kedua dari gadis itu. Alhasil Baron harus berolah raga pagi bersama sang singa cantik.

"Ay, ada yang cari kamu" ujar Dhika saat hendak keluar dari tenda.

Kepalaku beralih padanya, "Siapa?" tanyaku masih berdiam di tempat.

"Nih, si pak tentara tampan"

"Dhik.." sahut seseorang yang ada di luar tenda.

Dhika tertawa, "Sorry bro, tuh si Aya ada di dalam, masuk aja" ujarnya lalu pergi, berganti dengan sosok Gama yang masuk ke dalam tenda.

RAGASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang