Perihal Kesedihan (1/3)

28 3 0
                                    

Ada sebuah ingatan masa kecil yang samar namun tak pernah hilang hingga kini...
Kala itu keluarga kami sedang berduka, kehilangan seseorang yang sangat kami kasihi. Bulir-bulir airmata akhirnya jatuh tak mampu kutahan lagi
Kemudian terdengar suara orang dewasa berbicara kepadaku "Kenapa kamu harus menangis?" tanyanya dengan ekspresi begitu kaku.

...
Demikianlah awal benih pikiran perihal kesedihan tertanam di kepalaku.
Kalau sedih jangan menangis.
Kalau sedih jangan perlihatkan kepada orang lain.
Kalau sedih, tersenyum dan tertawalah agar tidak ada yang tahu.
Mengungkapkan kesedihan adalah sebuah ketidakwajaran.

Benih itu terus tumbuh, semakin tinggi, semakin besar, semakin berakar kuat.
Setiap pengalaman sedih kukubur sangat dalam,
terlalu dalam hingga aku tak lagi menyadari keberadaannya.
Tapi ia ada, ia nyata, perlahan menggerogoti setiap tembok pertahanan jiwa.

Aku tumbuh besar, muatan kesedihanku pun tak mau kalah membesar.
Aku tak tau sudah berapa banyak tas kesedihan yang kugendong di punggung.
Setiap kali aku kelelahan dan ingin menumpahkan seluruh isi tas itu,
Bayangan tentang penolakan muncul di kepalaku.
"Kamu akan menjadi manusia aneh jika mengungkapkan kesedihan"
Kupilih untuk terus berjalan dengan senyum sembari memikul semua beban.

Gema JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang