Jalan jalan ke Ancol

595 26 3
                                    

Hari ini adalah hari Jumat, tepatnya hari ke-8 cuti dadakan Cecil. Hari ini, ia bersama Nana, sang ibunda, Hana dan Hendra yang mana adalah sang kakak laki2 Hana, sudah seperti saudara sendiri dan keluarga bagi keluarga kecil milik Cecil, sedang berlibur ke Ancol seperti permintaan Nana beberapa hari lalu.

Mereka memilih bermain dipinggiran pantai, ketimbang bermain diwahana bermain. Kata Nana saat dijalan menuju Ancol, pantai lebih menarik karena bisa lihat sunset dan sunrise daripada wahana bermain yang hanya bisa menghabiskan dan menghilangkan suara saja jikalau sudah selesai menaikinya.

Kebahagiaan dan keceriaan nampak terlihat jelas diantara mereka. Nana, Cecil dan Hana sedang bermain2 dengan air dan sesekali menghampiri Hendra yang sedang membuat gundukan2 pasir. Sedangkan Nurma, sang ibu sedang berteduh dibawah pohon tak berdaun disamping segala tetek bengek bawaan ala2 kemping. Dia sedang menikmati keheningan dalam kesendirian walaupun disekitarnya hiruk pikuk berbagai macam orang sedang asyik dengan dunia mereka masing2.

Namun, sepertinya keheningan itu harus terganggu oleh suara dering telepon dari salah satu handphone yg ada dekat tas hitam milik Hana. Lamunan sang wanita menjelang usia senjapun teralihkan secara nyata. Saat dirasa Nurma yakin bahwa deringan handphone tersebut amat mengganggunya, akhirnya dengan sedikit enggan, dipanggilnya sang pemilik.

"Hana...Hana,,,handphonemu berdering terus nak!"

Hana yg tadinya sedang asyik mengejar si kecil Nana, sayup2 mendengar namanya dipanggil dikejauhan akhirnya menghentikan aksinya mengejar Nana.

"Ya tante??!" Tanya Hana dengan berteriak. Saat dia melihat bu Nurma mengangkat handphone dan diapun juga mendengar suara nada deringnya, dengan agak lambat2 karena enggan meninggalkan Nana, Hanapun menghampiri bu Nurma.

"Coba angkat saja dulu, sepertinya penting, karena daritadi berbunyi terus nak"

"Ooh...mungkin si Risma bu" Risma adalah asisten pribadi Hana dikantor. Saat handphone sudah berpindah tangan ke sang pemilik, Hana nampak mengernyit saat membaca ID sang penelpon. Refleks dia mengalihkan pandangannya ke arah tenda2 yang tak jauh dari toilet. Seorang pria berpakaian santai, melambaikan tangannya ke arah Hana. "Gue kesitu sekarang." Klik!

Dengan mendengus sebal, Hana menggeleng2kan kepalanya sendiri sambil bermonolog 'dasar stalker bucin, berani2nya nongolin wajah depan gue? Mampus dah aaahh...dugh baby honey sweety akoooh, bawa daku ke Paris skarang juga!!'

Dengan lambat, Hana menghampiri keberadaan Cecil. Dengan enggan, dia memberanikan diri untuk sedikit berbohong pada Cecil.

"Cil,,,gue mau beli es kelapa dulu ya?"

"Mau beli dimana?" Tanya Cecil, menghentikan siraman airnya ke arah Nana.

"Tuh...kios yg deket tenda hijau, yg ga jauh dari toilet umum. Loe mau juga ga sekalian?"

"Boleh deh, 1 aja. Eh, 2 sma si mama sekalian. Abang loe ga dibeliin?"

"Dia mah gampang..."

"Mau gue temenin ga Han?" Ujar Hendra menawarkan bantuan.

"Gak usah bang,,,gampang. Tar minta tolong ke abangnya aja bawain kesini. You jagain aja Cecil ma Nana bang, takut hanyut ketengah lautan."

"Amit2 jabang bayi Hana....omongan loe ya?!" Cecil keki.

"Hahahahaha....ya udah bye!!"

Bergegas Hana melangkahkan kakinya ke arah Bu Nurma duduk. Dia mengambil syall batiknya dari tas Hermes kesayangannya. Dan tak lupa mengambil dompet. Terlihat bu Nurma nampak memejamkan matanya, sepertinya dia tertidur.

Segera berlari2 kecil, Hana menghampiri letak pria slengekan yang sedang tergila2 pada sahabatnya itu.

"Dari kapan lu udah disini? Tau darimana pula kalo kita orang mau kesini? Stalking lu parah Dhika, gue ngeri lama2 sama lo!" Cecar Hana setelah berjarak 10 langkah dari tempat duduk Dhika berada.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 31 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love in pastWhere stories live. Discover now