XI [Kotak dari Senin?]

118 17 10
                                    

Kebenaran dan kesalahan punya perbedaan yang sangat tipis, jadi pintar-pintarlah memainkan keduanya.

《》

"Permisi." Senin mengetok pintu kelas XI IPS 6, badannya dimiringkan karena ada Ninda dalam gendongan tangan.

Guru Geografi yang mengajar di kelas ini menyuruh seseorang yang berada di dalam untuk masuk ke ruangan. Dengan agak kesusahan, Senin membuka pintu dan melangkahkan kaki mendekati Pak Arya.

"Loh? Si biang kerok kenapa ini?" tanya Pak Arya dengan logat khas orang Jawa Timur, medok.

"Pingsan, Pak. Pas saya keluar gedung buat manggil guru, eh, saya lihat ada cewek terbaring di lapangan. Pas saya dekati, ternyata dia," jelas Senin berdusta. Tidak mungkin juga ia menjelaskan kronologis sebenarnya. Bisa-bisa gempar ini sekolah.

"Kok gak dibawa ke UKS saja?" tanya guru berkacamata yang umurnya sudah cukup tua.

Untung Senin sabar, ia mencari alasan lagi agar tak ada yang curiga. "Kalau saya bawa ke UKS, otomatis saya harus bolak-balik. Jadi lebih baik saya bawa ke kelasnya, biar ada yang jaga juga. Soalnya habis ini saya ada penilaian mata pelajaran Bu Dinar," jawab Senin. "Pak, maaf. Ninda berat banget, boleh saya bawa ke bangkunya?" alih Senin. Bohong lagi, mana mungkin cewek bertubuh tidak besar ini punya berat badan seberat yang dimaksud Senin.

Guru itu mengizinkan tanpa bertanya lagi. Senin langsung menaruhnya di kursi Ninda, tak dibaringkan, jadi didudukkan. Senin memang seketerlaluan itu. Setelah dirasa Ninda cukup nyaman dalam posisi ini, Senin diam-diam memasukkan sesuatu di tas cewek itu.

Andlro kesal sedari tadi, tampaknya batang hidung mantan ketua Futsal di SDHS, membuat ia tak pernah mendapat ruang bahagia. Dengan sinis ia menjauhkan tangan Senin dari tubuh Ninda.

"Pergi lo!" Tidak dengan lisan, tapi dengan tatapan tajam semua orang juga bisa mengartikan.

Tanpa meladeni Andlro, Senin pamit pada Pak Arya dan langsung keluar dari kelas yang auranya mencekam. Senin tidak sadar, bahwa sedari tadi ada perasaan senang yang membuncah dalam hati, senyuman itu tak pernah lepas dari bibirnya.

《》

"Aku di mana?" tanya Ninda dengan mata yang masih lengket. Yang ia ingat terakhir ia bersama Senin dan tertidur dalam dekapannya.

"UKS, kata cowok sok kecakepan itu, kamu pingsan di jalanan," jawab Andlro dengan wajah kesal.

Pingsan di jalanan? Ngada-ngada tuh cowok, awas aja!

Andlro tak tega melihat Ninda duduk seperti tadi, makanya ia bawa ke UKS agar bisa membaringkan tubuh cewek bersepatu hitam itu.

Ninda menegakkan tubuhnya, tak merasa kesakitan juga. Layaknya manusia yang baru bangun dari tidurnya, ia membuat tubuhnya agar sadar dengan membugarkan badan dengan kedua tangan. Orang kenyataannya dia tidak pingsan, hanya ketiduran karena kelelahan.

"Mau makan?" tawar Andlro sambil merapikan rambut Ninda.

Ninda hanya menggelang, sama sekali tidak lapar. Mengingat kejadian di kantin tadi, ia masih punya malu kalau bertemu dengan Clearesta maupun Senin lagi. Jika ia tak ngebet ingin menikmati seporsi makanan kesukaannya, tak mungkin hal itu terjadi. Dan coba saja makanan itu tidak habis di kantin anak kelas XI IPS, tak mungkin juga ia dipermalukan seperti tadi.

SeninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang