01

6.3K 180 1
                                    

"Dek, lo mau di nikahin."

Sontak gadis yang sedang duduk bersila di sofa kamar nya langsung menghentikan aktivitas mewarnai kuku nya dan menoleh ke arah pintu. Tempat abangnya berdiri di daun pintu sambil bersandar dan melipat tangan nya di depan dada.

"Lo habis minum apaan? Otak lo bergeser deh kayak nya." Balas gadis yang berusia 1 tahun lebih muda dari nya.

"Ga percaya?" Tantang Harry Adityo Hartono

Gadis itu menggeleng. "Enggak, muka lo tampang-tampang kriminal." Herra Tya Hartono kembali melanjutkan kegiatan mewarnai nya pada kuku di kaki mulus nya.

Harry mendecak sebal, "Lo mau di jodohin maimunah, gue aja habis ngomongin ini sama Papa Mama. Kata nya lo di nikahin sama temen Papa"

Tya menoleh. "Terus gue peduli? Lo kalo mau ngibul pinteran dikit dong."

Harry menghela nafas, percuma mengatakan ini pada adik nya yang keras kepala itu. Toh, dia juga tidak percaya. Lebih baik dia mempersiapkan segala nya, dan dia akan tertawa paling kencang saat melihat ekspresi adiknya nanti malam.

Sepeninggalan abang nya, Tya bernafas lega karena bisa mengecat kuku nya dengan tenang dan damai. Namun itu hanya sebentar sebelum ibu nya datang mengetuk pintu nya dan tanpa di jawab langsung masuk begitu saja.

"Tya," Wanita kepala 4 bernama Kayla itu duduk di samping Tya. "Nanti malam ikut mama ya, makan malam bareng teman papa."

"Ck, nanti malam Tya ada acara, Ma. Lihat, Tya aja udah kutek-in kuku nya."

Kayla menghela nafas. "Kali ini aja, lagian kan kamu udah sering keluar bareng temen kamu. Sekalian rayain ulang tahun mama. Inget kan?"

Tya membulatkan mata nya dan menoleh ke arah jam dan fokus ke angka kecil di sudut kanan lingkaran itu. Sialan, dia lupa hari ini adalah ulang tahun ibu nya.

"Hehe, hampir aja lupa, untung mama ingetin."

Kayla memutar bola mata nya malas melihat tingkah anak gadis nya ini. "Yaudah, nanti Bibi Noni datang bawain kamu baju."

Tya mengerutkan kening nya. "Kenapa di bawain? Baju Tya banyak kok. Bermerk lagi."

Kayla tersenyum. "Baju muslimah? Ada gak?"

Tya diam sebentar, lalu menggeleng pelan sambil cengir lebar. Kayla menghela nafas lalu tersenyum manis, kemudian berjalan keluar menuju pintu. Namun sebelum diri nya hilang bagai di telan pintu, ia menoleh sebentar. "Kutek nya jangan lupa di hapus! Kalo ga nanti mama potong jari nya lho!"

Setelah bayang ibu nya hilang. Tya tenggelam oleh lautan fikiran nya sendiri.

"Wait, baju muslimah? Hapus kutek? Perasaan mama ga pernah masalahin gue make baju apapun deh. Mama juga ga pernah marah kalo gue ga pakek kutek. Ada apa sih?" Batin Tya bertanya.

"Dek, lo mau di nikahin."

"ENGGAK!"

~~~~~

Tya sedikit risih dengan pakaian yang dia gunakan saat ini. Baju yang kebesaran sampai menutupi seluruh tubuh nya dan juga kerudung panjang melilit di kepala nya. Tya mendengus kesal, Harry bukan nya merasa kasihan, dia malah tertawa melihat kesusahan adik nya.

Apalagi tatapan seorang pria dengan kemeja koko dan rambutnya yang terlihag masih basah. Tampan memang, tapi siapa yang tidak risih jika di lihat terus-menerus? Untung saja dia datang bersama rombongan teman papa nya. Kalau tidak mungkin Tya sudah mendatangi nya.

"Tya," panggil mama.

Tya menoleh, dia kebingungan saat tatapan dan senyum ibu nya sedikit berbeda. Seperti ada sebuah maksud di balik itu.

"Ini anak nya Tante Rifan, nama nya Altra Khairul. Kamu bisa ajak dia jalan-jalan sebentar?"

"Hah? Tya?" Heran Tya sambil menunjuk diri nya sendiri. Sedangkan Harry sudah menahan tawa nya sejak tadi sampai wajah nya memerah.

"Iya, Tya kan udah sering ke sini kan? Pasti tau dong tempat yang bagus pemandangan nya." Timpal Papa.

"Udah sana dek, lo daritadi ngerusuh."

Tya mendengus kesal mendengar pernyataan terakhir abang nya. Untung saja ada dua keluargga di depan nya, kalau tidak sudah dipastikan Harry tidak akan bisa berdiri satu minggu ke depan.

Tya berdiri dan berjalan keluar dari ruangam VVIP keluargga nya karena restoran ini sendiri milik ayah nya. Pria yang sejak tadi memperhatikan nya kini ikut mengikuti nya.

"Di sini," Tya duduk di ayunan kayu yang menghadap ke arah pantai. "View yang bagus."

Pria itu hanya mangut-mangut, namun tidak ada niat untuk menyusul Tya duduk di samping nya. Dia hanya diam, berdiri sambil menautkan kedua tangan nya.

"Kenapa ga duduk?" Heran Tya.

Pria itu menoleh, kemudian kembali melemparkan pemandangan nya. "Belum muhrim."

Tya tersentak, pantas saja ibu nya menyuruh dia untuk memakai pakaian serba tertutup. Ternyata keluargga yang akan dia temui taat agama.

"Jadi lo mau berdiri di situ sampek kapan? Ga cape apa?"

Altra menghela nafas. "Saya tujuh tahun lebih tua dari kamu. Dan saya ga suka dengan bahasa lo-gue."

Tya mengerucutkan bibir nya. "Iya-iya, ampun deh om."

"Saya juga bukan om-om."

"Gosh! Jadi gue harus manggil apaan?!" Kesal Tya.

"Mas. Karena sebentar lagi kita akan Ta'aruf."

"Hah?" Kaget Tya. "Lo gila ya?

Dinikahin UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang