GA-6

263 28 46
                                    

GA-6

Dia dekat, tetapi mengapa terasa jauh?

****

Apa hal yang paling menyakitkan di dunia ini selain harus merelakan orang yang kita sayang pergi untuk selamanya?

Tidak apa jika pergi dan masih menetap di dunia. Tapi bagaimana jika sudah berbeda dunia? Apa kita akan tahu kabar dia? Berharap akan bertemu walaupun sangatlah mustahil jika terjadi?

Itu yang Garneta rasakan selama dua tahun ini. Merasa bersalah, menyesal, dan kehilangan yang sulit untuk ia lupakan.

Kenangan demi kenangan terus berputar dan hanya kotak hitam dengan berisikan kertas bangau dengan beribu kata didalamnya serta video lama yang terus menemani gadis itu digelap dan sunyinya malam ini.

Tanpamu cinta tidak lah sempurna. Tanpamu langit tidak lah berbintang dan Tanpamu tidak ada cahaya dikelamnya hidup ku. Mengapa harus kamu yang Tuhan ambil? Mengapa bukan aku? Andai waktu bisa diputar mungkin semuanya tidak akan begini. Kamu pasti akan tetap ada disamping ku saat ini menerangi dan membawa ku ke sumber cahaya digelapnya hidup ku ini.

Sekarang, dimana aku harus mencari rumah itu? Lentera itu? Aku kehilangan semuanya..

Kehilangan hal paling berharga dihidup ku, yaitu dunia ku dan kamu..

Air mata semakin membanjiri kedua pipi mulus gadis itu. Ini bukan pertama kalinya gadis itu menangisi sosok lelaki yang sangat berpengaruh dihidupnya.

Orang pertama yang mau mengulurkan tangan untuknya disaat ia sedang berada dimasa tergelap dalam hidupnya.

Disaat ia ingin mengakhiri hidupnya saat itu ada lelaki yang datang membantunya, memberikan kehangatan yang sangat Garneta rindukan.

Disaat semua orang memandangnya sebelah mata dan menganggapnya lemah karena kekurangan yang ada dalam dirinya. Tetapi tidak dengan lelaki ini.

Lelaki sekaligus orang pertama setelah keluarganya yang memandangnya sama seperti orang lain yang normal pada umumnya. Tidak ada pandangan kasihan layaknya orang yang memandang orang penyakitan.

Dia, Dirgantara Samuel. Lelaki yang mampu membuat Garneta susah untuk melupakannya. Bukan tanpa alasan Dirga pergi melainkan sebuah takdir yang memang tidaak bisa dirubah untuk menghadap Sang Pencipta.

Suara ketukkan pintu membuat Garneta buru-buru menghapus jejak air mata dipipnya. Garneta pun tidak lupa meminum air putih yang berada di mejanya untuk menetralkan suaranya.

Setelah dirasa cukup tenang. Gadis itu berjalana menuju pintu dan membukanya. Disana ada adiknya Crystal atau lebih lengkapnya Crystal Moonella.

Adik perempuan satu-satunya yang lebih pendiam, dingin, dan cuek itu menghampirinya ke kamar dengan piyama berwarna abu-abu polos.

Walaupun Crystal terlihat lebih cuek dan dingin tapi dilubuk hatinya ada kehangatan dan kepedulian yang besar terhadap orang yang ia sayang terutama kakaknya, Garneta.

"Ada yang nyariin lo tuh dibawah." Ucap Crystal dengan mata sayu menahan kantuk.

"Siapa?" Balas Garneta bingung.

"Mana gua tau yang pasti cowok." Sahut Crystal.

"Kamu nggak tanya namanya?" Tanya Garneta lagi.

"Nggak sempat. Males juga. Tapi dia cowok yang sama waktu nganterin lo pulang kemalaman." Jawab Crystal dan berjalan menuju kamarnya yang berada diseberang kamar kakaknya.

Tetapi langkah Crystal berhenti yang membuat Garneta menatapnya.

"Jangan lupa traktiran gue tunggu." Ucap Crystal dengan senyum jahilnya. Garneta memutar bola matanya malas. Akhirnya ia pun memutuskan untuk keluar kamar dan berjalan menuju ruang tamu.

Dilihatnya lelaki jangkung yang sedang duduk di sofa dengan kemeja hitam panjang yang lengannya sengaja ditekuk sampai siku. Pangan cowok itu yang tadinya menunduk langsung teralihkan ketika Garneta datang.

"Alan? Ngapain kamu ke rumah aku malam-malam gini?" Tanya Garneta heran.

Alan berdiri, " Mau ngajak lo jalan."

"Besok aku sekolah. Udah jam delapan juga." Ucap Garneta polos.

"Jadi lo nolak?" Tanya Alan dengan alis yang terangkat satu.

Garneta pun membesarkan matanya dengan gelagapan karena bukan itu maksudnya.

"Ng-nggak bukan gitu maksudnya tapi.. Aduh itu-" Ucap Garneta dengan panik yang membuat Alan diam-diam menahan tawanya melihat Garneta yang sangat menggemaskan.

"Gue tunggusepuluh menit buat lo siap-siap." Ucap Alan yang langsung disambut anggukkan dari gadis itu.

"Baru tau gue ada manusia segemashin dia." Gumam Alan dengan terkekeh.

Tidak sampai sepuluh menit Garneta sudah turun tanpa mengganti pakaiannya dan hanya menambahkan cardigan merah dan tas kecil miliknya.

Melihat tampilan sederhana itu membuat Alan sempat tertegun dengan wajah polos yang hanya menggunakan bedak bayi yang Nampak natural dan sangat.. cantik.

"Kok malah bengong? Penampilan aku ada yang salah? " Tanya Garneta dengan mengecek penampilannya.

"Nggak." Jawab Alan singkat.

"Terus kenapa bengong?" Tanya Garneta lagi penasaran.

"Nggak bengong lo aja yang kepedean." Ucap Alan dengan dengan melangkah keluar rumah lebih dulu.

Garnet mengerucutkan bibirnya kesal melihat sikap Alan yang kelewat dingin. Dia tidak merasa kepedean karena dengan jelas ia melihat Alan yang bengong melihat kearahnya.

Garneta memilih untuk segera menyusul Alan yang sudah berjalan keluar. Setelah menutup pintu dan akan naik ke motor Alan. Mobil mewah berwarna putih milih Ruby-Mamanya datang.

"Mau kemana, Nak?" Tanya Ruby dengan mengecup kening putrinya.

Belum sempat Garneta menjawab. Alan sudah lebih dulu memotongnya.

"Halo, Tante." Sapa Alan sopan dengan menyalami tangan Ruby.

Ruby mengerutkan kening, "Kamu yang waktu itu bawa Garneta pulang kan?" Tanya Ruby sembari mengingat. "Iya, Tan." Jawab Alan dengan senyum tipis.

"Waah.. Si kasep kalau nggak salah nama kamu Alan kan?" Tanya Ruby lagi yang membuat Alan terkekeh.

"Iya, Tan. Tante masih ingat aja." Jawab Alan.

"Iya ingat dong. Masa nggak ingat gebetan anaknya sendiri." Ucap Ruby dengan terkekeh yang membuat Garneta melotot.

"Mama dia bukan gebetan aku." Rengek Garneta yang membuat tawa Mamanya terdengar.

"Gebetan juga nggak papa." Goda Ruby dengan senyum jahil.

Sedangkan Garneta menghembuskan nafasnya kasar dan memutar bola matanya malas jika melihat Mamanya yang mulai menggodanya.

Menggoda kedua putrinya adalah salah satu hobi Mamanya yang terkadang membuat ia kesal sendiri. Sedangkan adiknya hanay bersikap cuek ketika Mamanya sudah menyangkut dengan sosok kaum adam.

"Saya mau izin bawa Garneta keluar sebentar cari makan boleh, Tante?" Izin Alan.

"Boleh. Tapia da syaratnya." Ucap Ruby dengan serius.

"Apa ya, Tan?"

"Syaratnya jangan panggil Tante. Tapi panggil aja Mama, ya. Biar enak dengarnya wkwk." Ucap Ruby dengan menirukan gaya bahasa anak jaman sekarang.

Alan tertawa mendengarnya dan memberikan tanda hormat sebagai jawaban syarat yang diberikan Ruby.

"Jangan malam-malam, ya." Pesan Ruby sebelum akhirnya Alan dan Garneta pergi meninggalkan perkarang rumah.

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GARNETA [Plan of Love]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang