Breakeven : Three

1.9K 210 8
                                    

Aku sedang menikmati pemandangan dari atas motor Harry yang berjalan cukup cepat. Kedua tanganku melingkar pada perut Harry, dan dengan keadaan tanpa mengenakan helm. Hidungku menempel pada punggung Harry, dan wangi tubuhnya menyeruak masuk kedalam hidungku. Harry memiliki wangi yang khas dan itu yang membuatku menyukainya, dia sangat wangi, bahkan jika sedang berkeringat pun dia tetap wangi.

Hari ini adalah tepat dua minggu setelah pengakuan tentang perasaanku pada Harry. Sejauh ini masih berjalan baik-baik saja, Abby tidak curiga sedikitpun dan Harry semakin menunjukkan kesungguhannya padaku. Tapi yang terburuk dari itu adalah nasihat dan ceramah teman-teman semakin menjadi. Ya aku tahu apa yang aku dan Harry lakukan ini salah besar, tapi perasaanku begini dan aku nyaman dengan keadaan seperti ini jadi ya jalani saja.

"Christ" panggil Harry.

"Hmm" sahutku.

"Lebih baik kita akhiri semua ini" ucap Harry sedikit berteriak karena menyaingi suara deru mesin mobil dan motor lainnya.

Akhiri? Apa maksud dari perkataan Harry? Akhiri semua yang sudah kita lewati bersama?

Tiba-tiba saja laju motor Harry melambat, Harry bergerak menuju sisi kiri dan memberhentikan motornya di pinggir trotoar lalu menyetandarkan motor besarnya ini. Dengan keadaan jalan yang cukup sepi dan waktu yang sudah larut malam.

Terlihat bahu Harry naik turun, dia sedang mencoba mengatur nafasnya. Sedangkan degup jantungku semakin menjadi ketika Harry memberhentikan motornya tadi. Sungguh dia ingin mengakhiri sesuatu yang belum di mulainya sama sekali?

"Christ" panggil Harry tanpa memutar badannya.

"Akhiri? Bahkan kita belum sama sekali mengawalinya" aku tertawa ironi dalam sebuah bisikan yang cukup keras itu.

Harry melepas helmnya dan menaruhnya tepat di atas tangki depan motornya "Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, aku juga tidak ingin menyakiti hatimu terus"

Kini mataku mulai panas dengan perkataan Harry, apa maksud dari perkataan Harry? Apa secara tidak langsung dia menyuruhku untuk mundur dan menghilangkan perasaan ini padanya?

Airmata pun meleleh begitu saja membanjiri pipiku. Bukannya aku tidak tahu diri karena masih mempertahankan perasaanku ini pada Harry, tapi dia yang membuat perasaanku padanya menjadi semakin kuat. Dia yang membuat aku bertahan menjalani semua ini, dia yang membuatku mau menanggung rasa sakit yang selama ini aku derita dan dia adalah alasan dibalik semua ini. Lalu sekarang dia menyuruhku mundur begitu saja? Apakah ini sebuah lelucon?

"Christ, apa kau menangis?" tanya Harry.

Aku tidak berbicara, aku semakin mengeratkan pelukanku pada Harry dan tangisanku pecah begitu saja di punggung Harry. Aku terisak, berusaha menyembunyikan isakanku tapi aku tidak bisa. Rasa sakit yang bergejolak di dadaku tumpah semua melalui tangisanku ini, rasa sakit yang selama ini aku rasakan kubiarkan tumpah begitu saja bersama tangisanku ini. Aku berharap setelah ini aku kehilangan semua rasa sakit yang pernah aku rasakan.

"Christ berhentilah menangis" perintah Harry.

Aku tidak menggubrisnya sama sekali, aku hanya ingin mengeluarkan segala keluhan dari dalam hati.

Aku merasakan sentuhan lembut di lenganku yang melingkar pada perut Harry, di elusnya pelan lenganku. Seketika aku merasakan sebuah setruman di lenganku, dan detik berikutnya tangisanku mereda. Percaya atau tidak, ini sungguh terjadi –tangisanku reda.

Aku merenggangkan pelukanku pada Harry, tiba-tiba Harry beranjak dari motornya. Dan itu membuatku panik, karena aku tidak mau jika Harry melihatku yang sedang menangis. Harry turun dari motornya lalu menatapku, ekspresi kebingungan terpancar dari wajahnya.

Harry maju selangkah seraya meraih wajahku kedalam jemarinya yang lebih besar daripada jemariku. Harry meraih pipiku lalu menghapus airmataku yang mengalir disana, lagi lagi sentuhan Harry membuatku tersetrum.

"Kenapa kau menangis?" tanyanya dengan suara yang sangat rendah dan lembut.

Aku menunduk, tidak berani menatapnya. Aku tahu bahwa posisi Harry pun sulit, dia mencintai dua orang yang berbeda dan dia ingin memiliki keduanya secara utuh, tapi dia tidak bisa. Aku tahu itu.

Aku tidak bermaksud untuk menyulitkan Harry atau siapapun, aku hanya mencoba untuk memperjuangkan perasaanku. Love is struggle, isn't it?

"Tatap mataku dan jawab aku Christ" suara Harry yang lembut dan tegas membuatku terhentak kaget.

Aku mendongak dan mendapati Harry yang serius menatapku. Mata hijaunya itu berhasil memberiku kekuatan untuk melontarkan sesuatu "Aku tidak mau Harry, aku tidak mau jika kau menyuruhku untuk menjauh darimu. Aku. Tidak. Mau." ucapku cepat dan memberi penekanan di kalimat terakhir.

"Aku hanya tidak ingin membuatmu sakit hati Christ, aku tidak tega jika melihatmu—"

"Lalu sekarang apa kau tega melihatku yang sudah memperjuangkan semua ini, dan kau memerintahkan aku untuk berhenti begitu saja? Apa kau tidak merasakan apa yang aku rasakan?" lagi, airmataku mengalir.

Harry kembali menggeser jempolnya dan menghapus airmataku, dan setelah itu dia maju selangkah dan langsung memelukku. Dan saat Harry memelukku, tangisanku pecah kembali.

"Ssssshhh, berhentilah menangis jika kau tidak mau matamu menjadi sebesar bola kasti"

"Kau jahat Harry"

Kini Harry yang terdiam, dia mengelus rambutku dan mengeratkan pelukannya. Dadaku masih bergemuruh hebat, dan detak jantungku tidak bisa berdetak normal. Telingaku yang menempel pada dada Harry pun bisa mendengar bagaimana tidak normalnya detak jantung Harry, detak jantungnya berdetak lebih cepat dan tidak teratur.

"Bisakah kau tidak membahas ini lagi?" tanyaku masih dalam dekapan Harry.

Bukannya menjawab, tapi Harry malah menghembuskan nafasnya.

"Harry biarkan ini berjalan mengalir seperti air, aku tidak ingin membahasnya lagi" sambungku.

Harry merenggangkan pelukannya, lalu menangkupkan kedua tangannya di pipiku "Baiklah, aku tidak akan membahas ini lagi" ujar Harry seraya memajukan wajahnya dan mengecup bibirku cukup lama.

"Berhenti menangis, dan kita pulang sekarang"







BreakevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang